Komitmen Kilang Pertamina Internasional (KPI) selama Masa Transisi Energi Berkelanjutan

Komitmen Kilang Pertamina Internasional (KPI) selama Masa Transisi Energi Berkelanjutan (Tangkapan layar webinar)

JAKARTA – Menghadapi masa transisi  energi, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding refining and petrochemical Pertamina, menegaskan komitmennya dalam menjaga ketahanan energi nasional, khususnya terkait dengan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

KPI bermaksud untuk memastikan produk yang dihasilkan dari kilang tetap terjangkau bagi masyarakat dan memenuhi aspek keekonomian, sejalan dengan Program Subsidi Bahan Bakar Minyak (PSO).

Taufik Aditiyawarman, Direktur Utama KPI, menyampaikan bahwa perusahaan terus memprioritaskan keberlanjutan (sustainability) terkait transisi energi dan keberlangsungan kilang ke depannya. 

“Ini salah satu inisiatif, makanya ada ide hilirisasi kilang. Ini menjadi upaya kami untuk menjaga sustainaiblity," ujar Taufik dalam webinar Refining Sustainability “The Path Toward Energy Transition” yang diselenggarakan E2S belum lama ini.

Baca Juga:

KPI tengah mengembangkan strategi untuk mengurangi emisi dengan pendekatan berbasis teknologi, alam, dan perdagangan. Pengembangan green refinery, seperti di Kilang Cilacap, akan terus dilanjutkan. Taufik menekankan KPI akan aktif dalam program-program lingkungan, termasuk pemanfaatan carbon trading untuk mengimbangi emisi operasional.

Dalam mendukung proyek kilang, Taufik menyampaikan KPI fokus pada peningkatan nilai lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) rating. 

“Biasanya pertanyaan yang ditanyakan mereka adalah berapa rating ESG. Concern ESG maupun lingkungan sangat diperhatikan oleh investor maupun lender. Rating ESG kita 24,2,” ujar Taufik.

Dalam masa peralihan energi, Taufik mengungkapkan bahwa KPI akan memastikan bahwa pabrik yang sedang dibangun tetap memberikan manfaat secara berkelanjutan. 

Pada masa mendatang, upaya diversifikasi produk memerlukan adanya kerjasama dengan industri lain yang memiliki kemampuan untuk mengolah hasil turunan dari kilang. Tujuannya adalah untuk menciptakan produk-produk yang memiliki manfaat menyeluruh sehingga mampu memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi masyarakat.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyoroti pentingnya peran energi fosil, terutama BBM, dalam mendukung transisi energi. 

Dia menegaskan bahwa kendaraan berbasis BBM harus bertransformasi menuju kendaraan listrik, sementara keberlanjutan pasokan migas harus dijamin untuk mendukung kebutuhan energi nasional.

Menurut roadmap yang telah dirancang, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara akan berakhir sebelum 2060, dan yang tersisa adalah BBM dan LPG yang digunakan industri. Listrik pada masanya akan berbasis pada energi bersih tidak akan keluarkan emisi. 

“PLTU akan selesai sebelum periode 2060. Untuk itu, yang harus dipastikan adalah ketersediaan migas ada terus,” kata Dadan dalam kesempatan yang sama. 

Founder Digital Energy Asia Salis S Aprilian menandai peran signifikan gas dalam mendukung transisi energi. Menurutnya, gas dapat menjadi pendukung yang efisien dan ekonomis dalam pengembangan energi terbarukan. 

“Peran gas dalam transisi, akan sangat signifikan karena dari sisi biaya, waktu, untuk mengembangkan renewable energy tidak mudah dan mahal. Bisa ditopang dengan gas,” kata Salis. 

Salis menyatakan pula bahwa untuk menjaga keberlanjutan kilang di masa transisi, langkah-langkah seperti diversifikasi produk, digitalisasi sistem, decentralizing policy, dan decarbonization perlu ditempuh.

Kemudian, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengingatkan bahwa sebagian besar masyarakat masih mengandalkan BBM, dan Indonesia berada pada posisi yang memerlukan perhatian khusus terkait ketahanan energi. 

Baca Juga:

Ia menyarankan agar diversifikasi produk, digitalisasi, desentralisasi kebijakan, dan decarbonization menjadi langkah kunci bagi kelangsungan kilang di Indonesia.

Komaidi menekankan pentingnya menjalankan transisi energi secara seimbang dengan turut mempertimbangkan kondisi makro Indonesia dan menjaga kearifan lokal. 

Di beberapa pilar Pertamina, hampir semuanya melibatkan kilang, di energy efisiensi, flare gas, hampir semua yang akan dikerjakan Pertamina dalam konteks penurunan emisi akan melibatkan kilang,” tutur Komaidi. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 26 Nov 2023 

Bagikan

Related Stories