Ragam
Kontestasi Pilpres belum Beri Ruang Bagi Isu Penghayat Kepercayaan
SOLO - Kekinian, isu yang berkaitan dengan kelompok penghayat kepercayaan dinilai belum diberi ruang oleh para kandidat yang bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) tampak sangat hati-hati untuk memberi perhatian pada kelompok tersebut.
Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Samsul Maarif mengungkapkan kondisi tersebut, di sela acara The 5th International Conference on Indigenous Religions yang digelar di PUI Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (22/11 /2023).
Anchu, sapaan akrabnya mengungkapkan penghayat kepercayaan selama ini masih sulit terlepas dari stereotipe sesat, primitif hingga syirik. Hal itu lantaran mereka memilih memeluk keyakinan di luar enam agama yang diakui negara. “Padahal agama-agama leluhur atau agama lokal sejatinya sudah lama eksis di Nusantara,” ujar Anchu.
Baca Juga:
- Pendapatan XL Axiata Tembus Rp23,88 Triliun
- Pemerintah Dorong Pengembangan Berbasais Data, Indonesia Miliki 9 Juta UMKM
- Lima Program Unggulan, Kehadiran Pertamina Berikan Manfaat Ekonomi dan Keberlanjutan Lingkungan bagi Masyarakat di Sumbagsel
Pandangan diskriminatif dan stigma dinilai membuat penghayat kepercayaan tak berharap banyak pada Pemilu maupun Pilpres 2024. Hal ini lantaran kontestasi tersebut dianggap cenderung fokus pada elektoral alih-alih demokrasi substantif yang turut menghadirkan ide atau gagasan seputar kelompok minoritas.
“Sejauh ini kami belum melihat para kandidat di Pilpres mengangkat soal isu yang dihadapi para penghayat kepercayaan, pelestari budaya, dan masyarakat adat. Mungkin mereka takut dampak elektoralnya bakal negatif apabila memberi perhatian pada kelompok ini," ujar Anchu.
Presidium Majelis Luhur Kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahaesa Indonesia (MLKI) Solo Gress Raja mengatakan Pemilu 2024 mestinya dapat menjadi harapan baru untuk mengikis diskriminasi bagi masyarakat adat maupun penghayat kepercayaan.
Baca Juga:
- Siapkan Payung: Prakiraan Cuaca Palembang Hari ini, Hujan Ringan
- Buku Restorative Justice: Bantu Tegakkan Hukum yang Berorientasi Pemulihan Korban dan Pelaku
- Akuisisi Commonwealth, Saham OCBC (NISP) Menanjak
Pesta demokrasi itu diharapkan dapat benar-benar menempatkan kembali adat sebagai tatanan hidup bersama.
“Pemilu harus memikirkan masyarakat adat dengan segala atributnya. Akar Indonesia adalah masyarakat adat,” ujar penghayat kepercayaan Salika Suku Lio itu.
Sebagai informasi, International Conference on Indigenous Religions merupakan gelaran yang diinisiasi Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions (ICIR) “Rumah Bersama”. Konferensi internasional kelima ICIR tersebut mengangkat tema “Democracy of the Vulnerable”. Konferensi berlangsung selama dua hari, 22-23 November 2023, dengan dimeriahkan panel-panel diskusi, workshop hingga pentas budaya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 23 Nov 2023