Ekonomi dan UMKM
Krisis Perbankan di AS, ini Kata Bos Citibank Indonesia
JAKARTA - Kekinian, Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi tren krisis perbankan yang mengkhawatirkan, namun CEO Citibank Indonesia (Citibank Indonesia) Batara Sianturi menyatakan bahwa situasi tersebut tidak berlaku di Indonesia.
Ia mengatakan krisis perbankan di AS hanya bersifat idiosinkratik, tidak sistemik.
"Kita melihat dari Citi itu idiosinkratik, jadi istilahnya bukan sistemik, hanya kepada situasi perbankan di Amerika karena beberapa presure," kata Batara dalam konfrensi pers Economic Outlook dan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Kuartal I-2023 di Jakarta, Senin (15/5/2023).
Batara menyoroti dampak kenaikan suku bunga bank sentral AS atau Fed Fund Rate (FFR) yang tiba-tiba terjadi di AS. Kenaikan tersebut telah memberikan tekanan pada neraca keuangan, aset, dan kewajiban bank-bank di negara tersebut. Dalam waktu singkat, suku bunga Fed Fund Rate naik hingga mencapai 5%.
"Dalam waktu setahun, sulit untuk membayangkan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate hingga mencapai 5%. Hal ini memberikan tekanan pada aset dan kewajiban perbankan di AS," ujar Batara
Baca Juga:
- Raih Penghargaan Pembangunan Daerah 2023, Sumsel Terbaik Nasional di Luar Pulau Jawa
- Kuartal II-2023, Morgan Stanley Bakal PHK 3.000 Karyawan
- Kilang Pertamina Plaju Jalin Sinergi Dengan Universitas Muhammadiyah Palembang
Kendati demikian, Batara turut menjelaskan situasi perbankan di Indonesia yang tetap terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari loan coverage ratio (LCR) yang mencapai sekitar 79%, hampir mencapai angka 80%. Selain itu, perbandingan alat likuid dengan dana pihak ketiga (DPK) sekitar 28%, sedangkan perbandingan alat likuid dengan loan to deposit ratio (LDR) mencapai sekitar 130%.
"Perbankan Indonesia sangat likuid. Selain itu, rasio modal mencapai sekitar 26%, yang menunjukkan bahwa perbankan Indonesia memiliki modal yang cukup kuat dan memadai," jelasnya.
Batara juga menyoroti kualitas portofolio perbankan di Indonesia yang cukup baik, dengan tingkat non-performing loan (NPL) di bawah 3%, yakni sekitar 2,5%.
"Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa krisis perbankan di AS bersifat idiosinkratik dan bukan bersifat sistemik, terutama jika dilihat secara global," ungkap Batara.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Farhan Syah pada 16 May 2023