Ragam
Lebih Dekat dengan Kapal Pinisi, Warisan Budaya Dunia Asal Sulawesi yang Jadi Tema Google Doodle Hari Ini
JAKARTA - Google Doodle menampilkan tema gambar kapal pinisi. Kamis (7/12/2023). Pemilihan kapal pinisi ini disebut Google untuk merayakan pinisi, yaitu perlengkapan berlayar tradisional Indonesia yang digunakan di kapal sejak berabad-abad yang lalu.
Informasinya pada hari ini di tahun 2017, pinisi menjadi tagline seni pembuatan perahu di Sulawesi Selatan yang masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan UNESCO.
Dikutip TrenAsia.com dari laman resmi Google Doodle pembuatan kapal di Indonesia dimulai ribuan tahun yang lalu, namun para pelaut di Sulawesi Selatan membuat kapal pinisi modern pertama pada tahun 1906.
Sementara menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), kapal pinisi sudah ada sejak 1500-an di Indonesia, dan sering digunakan oleh pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar asal Sulawesi Selatan untuk mengangkut barang.
Baca Juga:
- Waskita Karya Bangun Saluran Irigasi Senilai Rp612 Miliar di Sumatera, Alokasi Dana untuk Sumsel Paling Besar
- Biar Gak Ribet! Yuk Satukan NIK dan NPWP, Caranya Gampang Cukup 5 Menit
- Harga Cabai Makin Pedas, di Palembang Rp 110 Ribu/Kg
Dengan mengambil inspirasi dari gaya tali-temali Eropa, para pelaut menyadari bahwa dengan menghilangkan tiang buritan di tengah, kapal dapat melaju lebih cepat. Hal ini tentu membawa banyak keuntungan untuk pelaut.
Keberadaan kapal pinisi semakin populer selama bertahun-tahun, namun komunitas perahu pinisi yang paling terkenal tetap ada di Sulawesi.
Pada tahun 1980-an, masyarakat mulai menambahkan mesin pada perahu pinisi hingga blueprint kapal tersebut secara resmi dikodifikasi pada tahun 90an.
Kapal pinisi sangat mudah dikenali di perairan. Ciri khas tersebut bisa dilihat dari penggunaan 7-8 layar, serta 2 tiang utama pada bagian di depan dan belakang kapal. Selain itu, kapal tradisional Indonesia ini juga terbuat dari kayu. Umumnya ada empat jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Masih mengutip laman Kemenparekraf, proses pembuatan kapal pinisi terbagi dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama dimulai dari penentuan hari baik untuk mencari kayu untuk membuat kapal pinisi. Biasanya, “hari baik” mencari kayu jatuh pada hari ke-5 atau ke-7 pada bulan pembuatan kapal. Pemilihan hari ini melambangkan rezeki yang ada di tangan, dan selalu mendapat rezeki.
Tahap kedua pembuatan kapal pinisi masuk ke proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Kayu-kayu tersebut kemudian dirakit menjadi setiap bagian kapal pinisi. Tahap kedua inilah yang memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.
Pada tahap ketiga adalah proses peluncuran kapal pinisi ke laut. Namun, sebelum diluncurkan, biasanya diadakan upacara maccera lopi, atau menyucikan kapal pinisi.
Baca Juga:
- Gudang Garam Berinvestasi di Jalan Tol
- AJI Surakarta: Editor Media Perlu Punya Pemahaman Soal Kelompok Marjinal
- PGNCOM-APJII Kerja Sama Sumatera Internet Exchange
Upacara ini ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Dengan perhitungan, jika bobot kapal kurang dari 100 ton, maka yang disembelih adalah kambing, sedangkan kalau di atas 100 ton berarti sembelih sapi.
Itu sebabnya, rangkaian pembuatan kapal pinisi melambangkan nilai filosofi tersendiri, yakni nilai untuk bekerja keras, kerja sama, keindahan, hingga menghargai alam. Tak heran kalau kapal pinisi masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO (2017).
Warisan pembuatan kapal Sulawesi Selatan masih terus berkembang. Saat ini, kapal pinisi menjadi pilihan utama untuk perjalanan memancing dan daya tarik wisata di berbagai destinasi wisata Indonesia. Mulai dari Kepulauan Raja Ampat, Labuan Bajo, hingga yang terbaru kapal pinisi sudah ada di Danau Toba, Sumatera Utara.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 07 Dec 2023