Mau Tahu, Begini Kisah Kopi Es Tak Kie Kedai Legendaris di Jakarta yang Berusia Hampir 1 Abad

Kopi Es Tak Kie Jakarta. (Tangkap layar Instagram @sarinahindonesia)

JAKARTA – Di era modern, mayoritas anak muda senang menghabiskan waktunya di kedai kopi atau kafe, entah untuk mengerjakan tugas, atau hanya sekadar nongkrong saja.

Terlebih, kini kedai kopi semakin menjamur di Indonesian dari yang bergaya klasik hingga dengan sentuhan modern. Bicara soal kopi, terdapat kedai kopi legendaris di Jakarta, yang usianya hampir 100 tahun, lho.

Kopi Es Tak Kie merupakan salah satu kopi legendaris dengan nuansa klasik yang berdiri sejak tahun 1927. Kedai kopi ini terletak di Gang Gloria, Glodok, tepatnya di Jl. Pintu Besar Selatan III No.4-6, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat.

Baca juga:

Kedai kopi ini bukan sekadar tempat untuk minum teh atau kopi, melainkan seperti lorong waktu yang memberi kesempatan untuk melihat kehidupan para imigran Tionghoa di masa lampau, serta mengenang memori kolektif mereka yang bermula dari tanah “rawa” (kampung rumput atau kampung rawa).

Dilansir dari fib.ugm.ac.id, dulu, masyarakat perkotaan di Indonesia menyebut wilayah rendah yang kurang berkembang dan rawan banjir dengan istilah “cao pu” (kampung rawa).

Bagi para imigran Tionghoa awal yang datang ke Indonesia, lahan-lahan semacam ini sering menjadi satu-satunya tempat untuk bertahan hidup. Meski berada di pinggiran kota, justru di wilayah seperti inilah mereka memulai kehidupan, membuka usaha, dan menetap.

Kopi Es Tak Kie didirikan di kawasan seperti itu. Pendiri kedai, Tuan Liang Gwe Tjong, merupakan imigran Kanton yang bertahun-tahun berjualan kopi menggunakan gerobak keliling di wilayah cao pu.

Saat masa generasi pertama, di mana kopi Tak Kie hanya berupa gerobak dorong yang berpindah-pindah tempat, pasokan kopinya didapatkan dari pasar sekitar Glodok. Saat itu, kualitas kopi masih terjamin sehingga Tak Kie menjadi favorit para penikmat kopi.

Setelah menabung cukup lama, ia akhirnya mampu membeli tempat untuk menjajakan kopinya tetap pada tahun 1927. Saat ini, generasi ketiga dari keluarga ini masih mengelola kedai, termasuk pemilik yang bekerja di balik meja kasir.

Awalnya, kedai ini menawarkan berbagai jenis teh, termasuk teh pahit, teh manis, dan varian lainnya. Namun pada tahun 1930, Kopi Es Tak Kie mulai menjual dua jenis kopi karena permintaan masyarakat terhadap kopi semakin meningkat.

Nama Tak Kie bukan berasal dari nama orang, melainkan memiliki makna yang menjadi pedoman hingga saat ini. Tak Kie berarti orang yang bijak, atau bisa juga diartikan sebagai kesederhanaan.

Selain itu, Tak Kie mengandung makna merendah, yang menjadi prinsip dalam menjalankan usaha ini agar tetap rendah hati dan tidak bersikap sombong.

Dilansir dari Instagram @friendchised, kini, kedai kopi tersebut diteruskan oleh Latif dan Akwang, cucu dari Liong Kwie Tjong. Bermula dari sebuah kedai sederhana di Glodok, Tak Kie berhasil berkembang menjadi 8 cabang, termasuk di lokasi modern yang dekat dengan generasi baru pecinta kopi.

Saat ini, Tak Kie berupaya memperluas pasarnya. Mereka hadir dalam berbagai konsep, mulai dari kafe modern dengan interior kekinian yang tetap mempertahankan nuansa klasik, hingga cabang di foodcourt agar lebih mudah dijangkau.

Dengan cara ini, Tak Kie berhasil meraih hati generasi muda sekaligus mempertahankan pelanggan setia yang mencintai cita rasa klasik. Nmaun, ada satu hal yang membuat Tak Kie semakin istimewa, yaitu mereka masih menjaga satu kedai persis seperti puluhan tahun lalu.

Seperti kedai kopi pertamanya di Glodok, dengan interiornya sederhana, tanpa AC, tanpa wifi, benar-benar mengajak pengunjung kembali ke masa lalu. Konsep ini selaras dengan tujuan awal, yaitu tempat ngopi sambil berbincang tanpa distraksi.

Hal inilah yang menjadi daya tarik utamanya, karena pengalaman klasik seperti ini kini sulit dijumpai d kafe modern.

Keaslian rasa tetap terjaga berkat racikannya yang turun-temurun. Sejak 1927, cita rasa kopi Tak Kie tak pernah berubah. Menu andalannya, Kopi Taktak, dibuat dari biji kopi Lampung dengan rahasia resep keluarga.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 27 Sep 2025 

Bagikan

Related Stories