Ekonomi dan UMKM
Mayoritas Saham Emiten Nikel Melesu, Usai RI Kalah di WTO
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020.
Lembaga perdagangan dunia WTO yang juga bertugas menyelesaikan sengketa perdagangan internasional, menetapkan bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Komisi Uni Eropa. Hal ini seiring dengan larangan ekspor nikel secara mentah melalui Peraturan Menteri ESDM 11/2019 sebagaimana Indonesia merupakan produsen utama nikel dunia dengan menguasai 52% cadangan nikel dunia.
Baca Juga :
- Ingin Berkarir di Rumah Sakit Kemenkes, Cek 60 Lowongan Jabatan Direksi
- Harga Telur Ayam Kembali Naik, Ini Kata Pedagang Palembang
- Antisipasi Risiko Kanker Payudara, Yuk Simak Kebiasaan Makanan dan Minuman jadi Pemicu
WTO menilai beberapa aturan perundang-undangan yang diterbitkan Indonesia melanggar ketentuan WTO. Aturan tersebut yakni:
- UU No. 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara,
- Permen ESDM No. 11/2019 tentang pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara,
- Permen perdagangan No. 96/2019 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan hasil pengolahan dan pemurnian,
- Permen ESDM No. 7/2020 tentang tata cara pemberian wilayah, perizinan dan pelaporan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara
Putusan WTO yang tertuang dalam panel report yaitu Indonesia melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada Dispute Settlement (DS) 592 terkait dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri dan menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice.
Setelah final report tersebut terbit di mana akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 Nov 2022 dan akan dimasukan dalam agenda Dispute Settlement Body (DSB) pada tanggal 20 Des 2022, baru pemerintah dapat mendiskusikan opsi-opsi tindak lanjut penanganan sengketa DS592, termasuk mengajukan banding. Sehingga, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau mencabut kebijakan yang sebelumnya sudah berlaku.
WTO mewajibkan negara anggotanya untuk menyerahkan penyelesaian sengketa perdagangan ke DSB yang memiliki otoritas membentuk panel yang terdiri dari para ahli yang bertugas menelaah kasus yang menjadi sengketa. Dalam hal kalah dalam gugatan, maka Indonesia wajib membayar ganti rugi atas hilangnya potensi impor di Eropa, kembali membuka keran ekspor nikel dan mengubah regulasi yang dianggap melanggar aturan WTO.
Memang Presiden Jokowi sudah menyadari adanya potensi kekalahan dalam gugatan. Namun, komitmen kuat Jokowi untuk mempertahankan kedaulatan yang dimiliki tidak luntur mengingat tata kelola industri nikel yang ingin diperbaiki dan dikembangkan. Jika melihat historis negara-negara yang sebelumnya kalah dalam gugatan, DSB akan memberikan rekomendasi. Namun, pada kenyataannya banyak negara tidak menjalankan rekomendasi tersebut.
Presiden Jokowi pun mengungkapkan untuk mempekerjakan pengacara kelas internasional untuk memenangkan tinjauan ulang atau banding yang akan diajukan.
Menurut pengamat energi Mamit Setiawan, keputusan WTO tersebut masih belum final. Oleh sebab itu, Kementerian ESFM harus mendapatkan dukungan dan segera berkoordinasi dengan pihak terkait dalam mengambil langkah selanjutnya.
"Nikel adalah sumber daya alam yang kita banggakan karena saat ini sangat dibutuhkan dalam transisi energi. Kita tidak boleh kalah dengan mereka," ujarnya kepada TrenAsia.com.
Mamit menegaskan, Indonesia jangan tunduk dengan aturan yang merugikan apalagi jangan karena negara berkembang jadi ditekan oleh negara lain.
"Harus fair Uni Eropa. Kalo mau mereka berinvestasi di Indonesia," ujarnya.
Dirinya bahkan menyarankan agar hilirisasi nikel harus end to end tidak hanya barang setengah jadi, tapi harus barang jadi.
"Jadi dari hulu sampai hilir dimana sudah jadi 100% di buat di Indonesia..dengan demikian multiplier effectnya terlihat jelas," ujarnya.
Padahal, jika melihat nilai tambah yang diperoleh dengan hilirisasi nikel sangat menggiurkan di mana dalam setahun nilai ekspornya tumbuh 18x lipat atau dari sebelumnya US$1 miliar menjadi US$20,9 miliar. Hal ini mendorong masifnya investasi asing pada sektor hilir nikel dan pembangunan smelter.
Menurut riset Pilarmas Investindo, ekosistem baterai yang dibangun saat ini sangat mencuri perhatian dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
"Kami memandang bahwa kekalahan dalam gugatan ini bukanlah akhir. Namun, awal untuk memperjuangkan kedaulatan atas hak sumber daya yang dimiliki," dalam risetnya.
Sementara itu, hilirisasi ini harus tetap akan diperjuangkan dan dilaksanakan menimbang realisasinya yang sangat menarik. Sebagai skenario terburuk apabila banding belum menemui titik kesuksesannya dan keran ekspor nikel dibuka kembali, maka pemerintah akan melakukan lebih banyak intervensi untuk menekan para pelaku bisnis untuk memprioritaskan kebutuhan dalam negeri melalui kenaikan bea ekspor.
"Kami pun melihat bahwa larangan ekspor timah dan bauksit sebagai komoditas
unggulan dalam negeri di mana direncanakan untuk diinisiasi tahun depan, berpotensi tertunda," ujarnya.
Jadi nantinya, hasil banding akan menentukan arah kebijakan larangan ekspor komoditas unggulan dalam negeri tersebut.
Pergerakan Saham-Saham Emiten Nikel
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
Harga saham ANTM sejak awal pekan, 21 November 2022 hingga 25 November 2022 melemah hingga ditutup pada posisi Rp1.950. Pada pembukaan awal pekan harga saham ANTM berada di Rp1.960.
Dalam sepekan terakhir, level tertinggi ANTM di Rp2.000 dan terendah di Rp1.930.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
Sementara itu, harga saham INCO mengalami kenaikan dalam sepekan terakhir usai isu nikel di WTO. Awal pekan INCO dibuka Rp6.900 dan pada 25 November 2022 berada di Rp7.125.
Meskipun begitu, dalam pergerakannya 4 hari terakhir saham INCO sempat menyentuh level Rp7.250.
PT Timah Tbk (TINS)
TINS mulai menjadikan bisnis nikel masuk ke komoditasnya. Namun, sejak adanya gugatan WTO tersebut, saham TINS menurun dari Rp.1.335 pada pembukaan awal pekan, berakhir di Rp1.295 di penutupan 25 November 2022.
Meskipun begitu, pergerakan pada Jumat 25 November 2022 menguat 0,39% ke Rp1.295 dari pembukaan di Rp1.290.
PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL)
saham NIKL turun cukup dalam dalam sepekan terakhir, dibuka pada Rp855 di Senin 21 November 2022, berakhir Rp740 pada penutupan Jumat, 25 November 2022.
Meskipun begitu, harga saham NIKL dalam sepekan sempat berada di level Rp890 pada Kamis, 23 November 2022.
PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Berbeda dengan harga saham HRUM, dalam empat hari terakhir sahamnya mengalami kenaikan dari Rp1.640 pada pembukaan awal pekan dan berakhir Rp1.655 pada penutupan hari Kamis, 25 November 2022.
Walaupun pada perdagangan Jumat, 25 November 2022, saham HRUM ditutup memerah di Rp1.655 dengan level tertinggi di Rp1.685.
PT PAM Mineral Tbk (NICL)
Perusahaan satu ini juga mengalami pelemahan dari Rp108 pada pembukaan Senin, 21 November 2022 menjadi Rp106 pada penutupan Jumat, 25 November 2022.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Fakhri Rezy pada 27 Nov 2022