KabarKito
Membaca Peradaban Lewat Fotografi di Musi Fotografi Festival 2025
PALEMBANG, WongKito.co — Musi Fotografi Festival (MUFF) 2025 digelar di Palembang selama tiga hari, 19–21 Desember 2025. Festival yang diinisiasi Ghompok Kolektif ini mengusung tema Civilization atau Peradaban, dengan menjadikan fotografi sebagai medium untuk membaca, mempertanyakan, dan mengkritisi arah pembangunan serta perubahan sosial di Indonesia.
Sebanyak 40 pameris dari berbagai daerah terlibat dalam MUFF 2025. Mereka datang dari Lampung, Jakarta, Bandung, Banten, Palangkaraya, Kupang (Nusa Tenggara Timur), hingga Palembang dan wilayah lain di Sumatera Selatan. Keberagaman latar wilayah tersebut menghadirkan spektrum visual yang luas tentang peradaban—mulai dari kehidupan urban, ruang-ruang pinggiran, relasi manusia dengan alam, hingga dampak pembangunan terhadap ruang hidup masyarakat.
Koordinator MUFF 2025, Prabu mengatakan, tema peradaban dipilih sebagai ajakan untuk mengajukan kembali pertanyaan mendasar. “Tahun ini Musi Fotografi Festival mengangkat tema Civilization sebuah ajakan untuk mempertanyakan kembali peradaban apa yang sedang kita jalani, dan peradaban seperti apa yang sedang dipaksakan atas nama pembangunan,” ujarnya dalam pembukaan MUFF 2025, Jumat (19/12/2025).
- Simak 15 Teknologi Baru Ini Akan Kuasai Dunia Tahun 2027
- Pertamina Patra Niaga Hadirkan Serambi MyPertamina, Dukung Kenyamanan Perjalanan Masyarakat di Momen Natal dan Tahun Baru
- Pembangkit Hantu, Harga Mahal Transisi Energi yang Inefisien
Menurut Prabu, peradaban di Sumatera Selatan dan Indonesia telah dibangun ribuan tahun lalu oleh leluhur yang hidup berdampingan dengan alam. Ia menilai tidak ada warisan peradaban yang mengajarkan eksploitasi tanpa batas. “Tidak ada satu pun peradaban yang mengajarkan kita menebang hutan tanpa batas, menggali tanah sampai perut bumi, dan mengorbankan ruang hidup demi kepentingan segelintir pihak. Leluhur kita tahu, kehancuran alam berarti kehancuran manusia,” kata dia.
Ia juga mengaitkan tema festival dengan situasi ekologis hari ini. Prabu menyinggung narasi ketahanan pangan yang kerap disampaikan penguasa, namun berbanding terbalik dengan realitas di lapangan.
“Hari ini penguasa berbicara tentang ketahanan pangan, tetapi yang kita lihat justru bencana—banjir, longsor, dan krisis ekologis yang terus berulang di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan wilayah lain. Yang sedang disiapkan bukan ketahanan, melainkan kerentanan,” ujarnya.
Kurator Foto MUFF 2025, Ruli Amrullah menilai, sebagian besar pameris masih memaknai peradaban sebagai sesuatu yang berkaitan dengan masa lalu. “Kebanyakan karya merekam jejak peradaban yang lampau. Yang kekinian, termasuk subkultur dan praktik hidup kontemporer, jumlahnya masih relatif sedikit,” ujar Ruli.
Ia menambahkan, perbedaan cara pandang tersebut juga dipengaruhi oleh latar wilayah. “Di luar daerah, pemaknaan peradaban cenderung lebih luas. Sementara di konteks lokal, sebagian fotografer masih melihat peradaban secara terbatas,” katanya. Namun, menurut Ruli, justru keragaman sudut pandang inilah yang menjadi kekuatan pameran MUFF 2025.
Pembukaan MUFF 2025 berlangsung pada Jumat sore, 19 Desember 2025, diawali sambutan dari Ghompok Kolektif, pejabat setempat, dan Rumah Campus, dilanjutkan doa bersama serta penampilan hadroh. Pameran kemudian dibuka untuk publik. Pada malam hari, beberapa pameris akan mempresentasikan karya mereka dalam sesi yang dimoderatori Octaviana.
Selain pameran, MUFF 2025 juga menghadirkan diskusi publik. Pada Sabtu, 20 Desember 2025, diskusi bertajuk Menembus Batas Ruang Domestik: Perjalanan Perempuan dalam Dunia Visual menghadirkan Fenny Selly dan Winda Tri Agustina dengan moderator Yuni Rahma. Diskusi berikutnya, Membangun Ruang Storytelling dalam Fotografi Komersial, menghadirkan Agus Giok dan Clay, dimoderatori Kemas Prima.
Rangkaian kegiatan berlanjut pada Minggu, 21 Desember 2025, dengan photowalk bersama Prima Agung dan Street Photography Project. Diskusi publik kembali digelar, masing-masing bertajuk Etika, Empati, dan Kepekaan dalam Menilik Isu Bencana, serta Menilik Fotografi Jalanan dan Privasi Ruang Publik. Penutupannya, Ghompok Kolektif mempresentasikan GARANG Vol.3, sebelum festival ditutup.
- Pertamina Patra Niaga Sabet 5 Award di Ajang Marketeers Digital Marketing Heroes 2025
- Aksi Damai, Selamatkan Benteng Kuto Besak, Tolak Pembangunan RS di Kawasan Cagar Budaya!
- Penonton Antusias Saksikan Performance Symphony Swarna Dwipa di Palembang Icon
Prabu menegaskan, melalui MUFF 2025 fotografi ditempatkan bukan semata sebagai karya visual, melainkan sebagai alat kritik dan kesaksian. “Melalui fotografi, festival ini menjadi ruang untuk mencatat, mengingat, dan melawan lupa. Fotografi kami tempatkan sebagai alat kritik, kontrol sosial, dan kesaksian atas arah peradaban yang sedang melenceng,” katanya.
Sebagai bentuk keberpihakan, penyelenggara MUFF 2025 juga membuka donasi bagi korban bencana di Sumatera. Prabu berharap festival ini tidak berhenti sebagai perayaan visual. “Semoga festival ini tidak sekadar menjadi perayaan visual, tetapi menjadi pernyataan sikap,” tuturnya. (*)

