Ragam
Outlook Ekonomi 2025: EBT Lokomotif Swasembada Energi Sumsel
PALEMBANG, WongKito.co - Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dapat menjadi lokomotif dalam mewujudkan swasembada energi di Sumatera Selatan. Hanya saja, pertumbuhan ekonomi di provinsi ini masih tergantung terhadap energi fosil.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Sriwijaya, Sukanto mengungkapkan, swasembada energi yang dicanangkan pemerintah saat ini dianggap penting karena besarnya anggaran subsidi. Dari data Kementerian ESDM, anggaran subsidi 2015 - 2024 terus mengalami peningkatan. Untuk tahun 2024 tercatat target subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp113,3 triliun dan subsidi listrik Rp73,6 triliun, hal itu diungkapkannya pada Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025, Selasa (10/12/2024).
Wacana untuk mengurangi subsidi pun muncul. Tentu rakyat akan menjerit karena harga-harga akan naik jika subsidi dicabut. Subsidi energi harus dipertahankan untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun, besarnya anggaran subsidi akan membebani anggaran negara.
“Karena itu, kita perlu mendukung swasembada energi. Untuk menuju swasembada energi perlu beralih ke EBT. Strateginya dengan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan mengoptimalkan energi hijau,” jelasnya.
Baca Juga:
- Minta Perbaikan Ruas Jalan, Anggota DPRD Sumsel Dapil V Reses Tampung Aspirasi Masyarakat di OKU Selatan
- BRI Kolaborasi dengan Holding Ultra Mikro Tingkatkan Daya Saing UMKM Indonesia
- BULD DPD RI Gelar Pengumpulan Data di FISIP Universitas Sriwijaya
Sukanto menilai, sebuah anomali ketika porsi konsumsi energi dari batu bara global menurun sementara di Indonesia justru terus naik. Dia tidak yakin target net zero emisi 2060 akan terealisasi di Indonesia. Sebab, listrik di Indonesia 80% masih mengandalkan bahan bakar fosil, sementara konsumsi sumber EBT baru 10,45%. “EBT dari angin belum bisa diandalkan karena tidak stabil, begitu juga energi air karena ada musim kemarau di Indonesia. Yang paling stabil hanya batu bara untuk saat ini,” ulasnya.
Proyeksi sektor pertambangan di Sumsel untuk tahun 2025 menurutnya akan stabil dengan peningkatan permintaan domesik dan pasokan batu bara yang cukup. Hal ini sedikit berbeda dengan proyeksi tahun 2024 dengan pertumbuhan yang melambat karena target produksi batu bara lebih rendah dan adanya penurunan ekspor. Ditambah pula adanya fenomenda elnino yang mempengaruhi produktivitas tambang, serta pasokan dari India dan Tiongkok turut menahan permintaan ekspor.
Kasubbid Pariwisata, Industri, dan Perdagangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumsel, Marini menyampaikan, kondisi ekonomi Sumsel hingga triwulan 3 tahun 2024 mengalami tren peningkatan, dengan capaian 5,04% atau di atas rata-rata nasional. Distribusi terbesar pertumbuhan ekonomi tersebut didapat dari sektor pertambangan, khususnya batu bara. “Kontribusi tambang mencapai 25,94%, masih mendominasi untuk pertumbuhan ekonomi Sumsel,” sebut Marini.
Baca Juga:
- Antisipasi Bullying: Bangun Lingkungan Aman dengan Hubungan Sosial Positif dan Penghargaan Diri
- Komitmen Tingkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda, Sequis Dukung Kompetisi Kreatif di Pinasthika Creativestival 2024
- Parlemen Menolak, Darurat Militer Korsel hanya Berlaku 6 Jam, ini Ceritanya
Sementara, permintaan batu bara global menurut IEA 2022 akan menurun, diperkirakan hingga 20% sebelum 2030 sampai lebih dari 70% sebelum tahun 2050. Karena itu, pemerintah mendorong percepatan transisi energi dalam mengantisipasi dampak penurunan permintaan batu bara tersebut. Perpres 112 Tahun 2022 bahkan mengamanatkan pengakhiran PLTU batu bara secepatnya.
“Hanya saja, transisi energi akan berdampak pada ekonomi daerah, terutama kinerja ekspor,” terang dia.
Bappeda mendata, potensi EBT Sumsel mencapai 21.032 megawatt (MW) dengan kapasitas terpasang baru mencapai 989,12 MW atau 4,70%. Potensinya berupa tenaga angin, surya, air, bioenergi, dan geothermal. (yulia savitri)