Pembiayaan Hijau hingga Fashion Daur Ulang Jadi Upaya OCBC Jaga Keberlanjutan Lingkungan

Acara Media Chit Chat Perjalanan Keberlanjutan OCBC: Operasi, Inovasi, dan Pembiayaan untuk Masa Depan di Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025. (ist/OCBC)

JAKARTA, WongKito.co - PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) mengupayakan  keberlanjutan yang bukan sekadar jargon, tapi benar-benar jadi bagian inti dari strategi bisnis. Dari operasional kantor, pembiayaan hijau, sampai fashion daur ulang, semuanya terintegrasi dalam semangat keberlanjutan yang menyeluruh.

Melalui pendekatan ESG (Environmental, Social, Governance) atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai pilar Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola, OCBC membuktikan bahwa bisnis yang berkelanjutan itu bukan cuma soal tanggung jawab sosial, tapi juga tentang membangun ketahanan jangka panjang.

Dalam upaya mengurangi jejak karbon, OCBC merancang operasional perusahaannya agar lebih ramah lingkungan. Salah satunya lewat OCBC Space di BSD, yang telah memperoleh sertifikasi IFC EDGE: Advanced (Zero Carbon Ready) karena desain bangunannya yang hemat energi dan air. Ini menjadi bukti nyata bahwa OCBC tidak main-main dalam menjalankan operasional yang efisien sekaligus ramah lingkungan.

OCBC juga menjadi bank pertama di Indonesia yang membeli Renewable Energy Certificate (REC) dari PLN sebagai langkah konkret dalam mendorong penggunaan energi terbarukan. Untuk emisi yang tidak bisa dihindari, OCBC menyeimbangkannya dengan pembelian karbon kredit melalui Bursa Karbon Indonesia. Semuanya diarahkan pada target ambisius: Net Zero Emissions pada tahun 2050.

Direktur OCBC, Heriyanto, menjelaskan bahwa keberlanjutan bukan cuma sekadar citra baik, tapi merupakan “fondasi penting dalam membangun ketahanan bisnis jangka panjang.” Mulai dari pengelolaan gedung hingga skema pembiayaan, semua diarahkan untuk menciptakan bisnis yang lebih bertanggung jawab.

Green Financing dan Sustainability-linked Loan Capai Rp37,85 Triliun

Komitmen OCBC juga tampak dari sisi pembiayaan. Lewat skema responsible financing, OCBC menyaring risiko lingkungan dan sosial dalam proses penilaian debitur, terutama di segmen bisnis. Hingga akhir 2024, nilai total pembiayaan berkelanjutan yang disalurkan OCBC mencapai Rp37,85 triliun, naik 17% dibanding tahun sebelumnya. Dari angka tersebut, sekitar 42% disalurkan melalui Green Financing dan Sustainability-linked Loan (SLL).

Yang menarik, skema SLL dari OCBC ini terbuka untuk semua sektor industri—tidak terbatas pada industri “hijau” saja—asal debitur memiliki indikator keberlanjutan (KPI) yang jelas dan ambisius. Sektor-sektor seperti kelapa sawit, kehutanan, industri kimia, hingga real estate sudah menikmati skema pembiayaan ini. Bahkan ada juga proyek SLL yang menyasar dampak sosial secara langsung.

Di luar SLL, OCBC juga menyalurkan pembiayaan hijau untuk mendukung energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah, green building, dan green mortgage. Tak ketinggalan, OCBC juga jadi pelopor penerbitan Green and Gender Bond senilai maksimal Rp2,75 triliun, yang bertujuan mendukung proyek ramah lingkungan sekaligus mendorong kesetaraan gender.

CSR OCBC: Tanam 21.000 Mangrove dan Kelola Limbah Plastik

Keberlanjutan OCBC juga tidak berhenti di ranah bisnis. Di bidang sosial dan lingkungan, OCBC bersama OCBC Group menargetkan penanaman 21.000 bibit mangrove di berbagai pesisir strategis Indonesia, mulai dari Bangka Belitung, pesisir utara Jawa, Bali, hingga Sulawesi Selatan. Menariknya, pendanaan untuk program ini berasal dari hasil pengelolaan limbah melalui pendekatan circular economy.

Program ini melibatkan karyawan OCBC secara aktif dan mengedepankan partisipasi kolektif dalam mengurangi dampak lingkungan. Selain menjadi langkah pelestarian alam, kegiatan ini juga menghidupkan rasa memiliki terhadap isu keberlanjutan di lingkungan internal OCBC.

Kolaborasi Circular Fashion: Dari Seragam Lama Jadi Koleksi Fashion Kece

Langkah kreatif OCBC dalam mengelola limbah tekstil layak diacungi jempol. Bersama desainer mode berkelanjutan Adrie Basuki, serta organisasi sosial seperti Precious One, Rappo, dan XS Project, OCBC meluncurkan koleksi fashion daur ulang dari seragam batik bekas karyawan.

Kain-kain tersebut diolah menjadi produk fesyen yang kekinian seperti tote bag, laptop sleeve, pouch, vest, hingga notebook dan aksesoris kecil lainnya. Selain ramah lingkungan, proyek ini juga membuka ruang tumbuh bagi para pelaku UMKM lokal, khususnya di bidang kreatif dan daur ulang.

Menurut Aleta Hanafi, Brand & Communication Division Head OCBC, circular fashion ini adalah contoh nyata bagaimana pendekatan kreatif bisa memberikan dampak nyata dan inklusif. “Kolaborasi ini menjadi cara kami menghubungkan komunitas kreatif termasuk UMKM dan isu lingkungan ke dalam satu gerakan yang inspiratif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Produk-produk hasil kolaborasi ini dijual melalui kanal internal Gerobak CSR, dan seluruh hasil penjualannya digunakan kembali untuk mendukung program penanaman mangrove di berbagai wilayah.

Batik Baru OCBC dari Botol Plastik Daur Ulang

Inovasi OCBC di bidang fashion berkelanjutan nggak berhenti di situ. Bank ini juga menjadi yang pertama di Indonesia yang membuat seragam batik dari bahan 90% poliester daur ulang, yang berasal dari limbah botol plastik PET. Material tersebut kemudian diolah menjadi serat tekstil dan dirancang menjadi batik bercorak modern yang mencerminkan semangat keberlanjutan OCBC.

“Ini bukan cuma tentang desain, tapi tentang menyampaikan pesan kuat bahwa masa depan bisa kita bentuk dari sekarang, bahkan lewat hal sederhana seperti pakaian kerja,” tutur Aleta menutup pernyataannya.

Apa yang dilakukan OCBC menjadi contoh nyata bahwa keberlanjutan bukan sebatas kampanye, tapi harus menyatu dalam setiap aspek operasional dan strategi bisnis. Mulai dari pembiayaan, pengelolaan energi, pelestarian alam, sampai daur ulang tekstil, OCBC membuktikan bahwa bank juga bisa jadi agen perubahan untuk masa depan yang lebih hijau dan inklusif.

Dengan pendekatan yang kreatif, kolaboratif, dan berdampak langsung, OCBC sukses menempatkan keberlanjutan sebagai poros utama transformasi bisnis—bukan cuma tren, tapi bagian dari identitas.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 25 Juli 2025.

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories