Ragam
Pengamat UGM: 100 Hari Pertama Prabowo, Sektor ESDM belum Jelas
JAKARTA - Pada 100 hari pertama kepemimpinan Prabowo dan Gibran, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan tidak ada hasil nyata di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam 100 hari pertama kerjanya.
Ia mengatakan, Prabowo baru menyatakan komitmen untuk mencapai swasembada energi dalam 4-5 tahun dengan mengembangkan energi resources yang berlimpah menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
"Masalahnya, kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tidak mendukung, bahkan bertentangan dengan komitmen Prabowo. Kebijakan Bahlil untuk menggejot lifting minyak dan produksi batu bara mencederai terhadap komitmen Prabowo," katanya kepada TrenAsia.com pada Selasa (28/1/2025).
Dosen UGM ini juga mengatakan jika inisiatif DPR untuk memberi konsesi pertambangan kepada Perguruan Tinggi juga bertentangan dengan komitmen Prabowo. Hal ini karena justru menggenjot produksi energi kotor batu bara.
Baca Juga:
- Mengupas 3 Pilar Strategi Chief YTI Menuju Beyond Community
- Waspada Marak Penipuan! Cek ini Akun TikTok Penyebar Hoaks Khusus Bantuan Resmi Pemerintah
- Yuk Intip Kekayaan dan Sepak Terjang Menteri Yusril Ihza Mahendra
Sehingga EBT bisa dikatakan hanya omong kosong dan Indonesia semakin tertinggal dalam energi bersih. "Kalau Prabowo membiarkan kebijakan Bahlil dan DPR berlanjut, maka komitmen Prabowo tidak lebih sekadar omon-omon belaka," tegasnya.
Pengelolaan Tambang oleh Kampus
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah membahas aturan yang akan membuka peluang bagi perguruan tinggi, UMKM dalam memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Baca Juga:
- BRI Salurkan KUR Rp184,98 Triliun, Dukungan Nyata untuk 4 Juta UMKM di 2024
- BRI Hadirkan Solusi Pembiayaan Subsidi untuk Program 3 Juta Rumah
- Sambut Imlek: Toko Pernak Pernik Dipadati Pembeli
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan mengatakan kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk mendorong keterlibatan langsung masyarakat dalam aktivitas pertambangan. Tetapi juga untuk memastikan bahwa hasil dari operasi pertambangan dapat dinikmati secara lebih adil oleh masyarakat sekitar. Terutama yang berada di wilayah pertambangan.
Menurut Hasan, dengan melibatkan kelompok-kelompok ini, pemerintah berharap dapat menciptakan model pembangunan yang berkelanjutan, dimana pemangku kepentingan lokal dapat berkontribusi dan memperoleh manfaat dari pengelolaan sumber daya alam di wilayah mereka.
"Sebagaimana yang telah sering kita dengarkan, perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, demikian pula dengan perguruan tinggi, dan tentunya UKM, usaha kecil, dan sebagainya,” papar Hasan kala menyampaikan pandangannya dalam rapat pleno penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) di Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 28 Jan 2025