Penyuluh dan Kedaulatan Pangan

Fuad Kurniawan (Istimewa)

Oleh Fuad Kurniawan*

PEMERINTAHAN Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka  sedang bertranformasi dalam mendukung kedaulatan pangan di Indonesia, salah satu tahapan yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pendayagunaan Penyuluh Pertanian Dalam Rangka Percepatan Swasembada Pangan.

Inpres ini diharapkan dapat mengoptimalsiasikan peranan penyuluh dalam kerja-kerja besar untuk mewujudkan kedaualatan pangan.

Penyuluh pertanian menghadapi masalah kompleks, mulai dari keterbatasan SDM, sarana, hingga tantangan eksternal, seperti perubahan iklim. Jika tidak segera diatasi, target kedaulatan pangan Indonesia akan sulit tercapai.

Baca Juga:

Perlu komitmen politik dan anggaran yang memadai untuk memberdayakan penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan pertanian.

Berdasarkan Data dari Kementerian Pertanian jumlah penyuluh di Indonesia pertanian di Indonesia hingga 2024 adalah sekitar 42.000 orang, dengan rincian;

Pertama; Penyuluh Aparatur Sipil Negara (PNS) sekitar 25.000 orang yang diangkat dan dibiayai oleh pemerintah (pusat/daerah) termasuk penyuluh di lingkungan Kementan, Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten.

Kedua, Penyuluh Non-PNS (THL-PPHP/Tenaga Harian Lepas) mencapai 17.000 orang berstatus tenaga kontrak/honorer yang digunakan untuk mengisi kekurangan penyuluh PNS, terutama di daerah terpencil.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) data petani di Indonesia tidak kurang dari 33 juta orang.

Sementara berdasarkan analisis idealnya seorang penyuluh membina 200-300 orang petani. Namu, realita di Indonesia setiap penyuluh membina 700-1.000 orang tergantung daerah.  

Lalu, kendala lainnya adalah alat bantu penyuluhan, seperti demo plot, percontohan, atau bahan edukasi visual, masih minim dan akses internet terbatas di pedesaan, menghambat penyuluhan digital, sementara itu alat tranportasi yang kurang memadai sehingga kerja tidak bisa optimal.

Tantangan dan Kebutuhan Penguatan

Meskipun perannya vital, penyuluh pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain jumlah yang terbatas, sebaran yang tidak merata, kualifikasi dan kompetensi yang beragam, keterbatasan sarana dan prasarana pendukung (transportasi, akses informasi digital), serta insentif yang belum memadai.

Untuk mengoptimalkan peran penyuluh dalam mencapai kedaulatan pangan, diperlukan upaya penguatan yang serius, yaitu Pertama Peningkatan jumlah dan kualitas penyuluh melalui rekrutmen dan pelatihan berkelanjutan.

Kedua, Penyediaan fasilitas kerja dan teknologi yang memadai, termasuk dukungan digitalisasi penyuluhan.

Ketiga, Perbaikan kesejahteraan dan jenjang karier penyuluh untuk meningkatkan motivasi dan retensi.

Keempat, Peningkatan koordinasi antara lembaga penelitian, perguruan tinggi, BPS, kementerian terkait, dan pemerintah daerah dalam penyusunan materi penyuluhan yang relevan dan mutakhir.

Kelima, Pengembangan metode penyuluhan yang inovatif, partisipatif, dan sesuai dengan karakteristik petani dan wilayah.

Penyuluh pertanian bukanlah sekadar pelengkap dalam sistem pertanian, melainkan aktor kunci dan gardu terdepan dalam perjuangan menuju kedaulatan pangan nasional.

Baca Juga:

Melalui transfer pengetahuan, pendampingan, dan fasilitasi, mereka secara langsung berkontribusi pada peningkatan produktivitas, keberlanjutan lingkungan, pemberdayaan petani, dan penguatan sistem pangan lokal.

Investasi dalam pengembangan kapasitas dan peningkatan kesejahteraan penyuluh pertanian adalah investasi strategis dalam membangun kedaulatan pangan Indonesia.

Tanpa peran aktif dan efektif dari para penyuluh di lapangan, cita-cita untuk menjadi bangsa yang berdaulat atas pangannya sendiri, yang mampu memberi makan rakyatnya secara mandiri, adil, dan berkelanjutan, akan sulit terwujud.

*Penulis di KDZ Research
 


Related Stories