Ragam
Perempuan Terkaya di Dunia, Dirikan Sekolah Dokter, Biayai Penuh 5 Angkatan Pertama
JAKARTA – Sekolah kedokteran inovatif nirlaba yang dibuka pada 14 Juli 2025 dan sebanyak 48 mahasiswa resmi menjadi angkatan pertama di Alice L. Walton School of Medicine (AWSOM). Kampus ini digagas oleh Alice Walton, perempuan terkaya di dunia dan pewaris Walmart, dengan visi merevolusi cara pendidikan kedokteran diajarkan di Amerika Serikat.
Laporan Bloomberg Billionaires Index per Juli 2025, Walton memiliki kekayaan mencapai US$116 miliar atau setara lebih dari Rp1.600 triliun, membiayai penuh lima angkatan pertama. Tujuannya sederhana namun ambisius: mencetak dokter yang tidak hanya mengobati penyakit, tetapi menjaga pasien tetap sehat sejak awal.
Sekolah tersebut mengusung konsep whole health, pendekatan kesehatan menyeluruh yang menggabungkan pengobatan tradisional dengan perhatian pada kesehatan mental, gaya hidup, hingga lingkungan sosial pasien.
Baca Juga:
- Hoaks: Akar Alang-alang Gantikan Cuci Darah Pasien Gagal Ginjal, Simak Faktanya
- BFLP 2025 BRI Kembali Dibuka, Catat Jadwal Penting Ini
- AQUOS QLED TV Terbaru dari Sharp Tawarkan Kualitas Gambar 1 Miliar Warna
Berbeda dari sekolah kedokteran konvensional yang sering menambahkan kurikulum humaniora sebagai pelengkap, di AWSOM pendekatan ini sudah menjadi DNA sejak awal.
Fasilitas Kampus yang Dirancang untuk Menyembuhkan
AWSOM tidak hanya memikirkan isi buku teks. Lingkungan kampus dibuat untuk mendukung kesehatan fisik dan mental mahasiswa. Beberapa fasilitas uniknya meliputi:
- Taman penyembuhan untuk meditasi dan relaksasi.
- Studio kebugaran yang dapat diakses mahasiswa kapan saja.
- Akses langsung ke Museum Seni Crystal Bridges, yang juga didirikan oleh Walton.
Di museum ini, mahasiswa kedokteran diajak mengamati karya seni, berdiskusi, bahkan menggambar sesama teman. Tujuannya? Meningkatkan empati dan keterampilan observasi—dua hal yang sering terabaikan dalam pendidikan medis.
“Saya percaya dunia seni dan dunia kesehatan perlu lebih banyak berpadu,” ujar Walton, dikutip dari Time Magazine, Selasa, 12 Agustus 2025.
Dari Pengalaman Pribadi hingga Mendirikan Sekolah
Inspirasi Walton membangun AWSOM berawal dari pengalaman pribadinya. Pada 1980-an, ia mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya menjadi pasien dan melihat langsung kelemahan sistem kesehatan AS.
Pengalaman ini membuatnya mendirikan Heartland Whole Health Institute pada 2019 untuk mendorong riset dan kebijakan perawatan preventif. AWSOM menjadi perwujudan misi tersebut dalam bentuk pendidikan formal.
Baca Juga:
- Meningkat Drastis, 700 Juta Orang Gunakan ChatGPT per Minggu
- 7 Simbol Perlawanan Masyarakat Indonesia, ada One Piece hingga Payung dan Jaket
- Saksikan Film Panggil Aku Ayah di CGV PTC, Penonton Tak Mampu Bendung Air Mata
Kurikulum yang Menggabungkan Sains, Seni, dan Empati
Kurikulum AWSOM dirancang bersama Dr. Lloyd Minor dari Stanford dan dipimpin Dr. Sharmila Makhija, dokter spesialis kanker dengan visi serupa.
Dr. Makhija menjelaskan bahwa kurikulum menggabungkan pengobatan tradisional dengan humaniora dan seni. Tujuannya agar mahasiswa tidak hanya memahami medis, tetapi juga membangun hubungan lebih baik dengan pasien.
“Kami meningkatkan cara kami berinteraksi dan bermitra dengan pasien,” jelas Makhija.
Mahasiswa diajak melihat karya seni seperti instalasi We the People hingga potret pekerja fracking, untuk memahami isu inklusi dan ketidakadilan di dunia kesehatan.
- Shein dan Maraknya Greenwashing di Dunia Fast Fashion
- Empat Bensin Pendorong Saham Emas HRTA, Siap Ikuti Jejak Antam?
- Peringatan dari Singapura dan Fenomena One Piece
Mahasiswa Sudah Turun ke Masyarakat Sejak Hari Ketiga
Sejak hari ketiga perkuliahan, mahasiswa AWSOM sudah terjun ke komunitas. Banyak yang memiliki misi kembali ke daerah asal untuk melayani masyarakat.
Emily Bunch dari Little Rock, misalnya, terinspirasi pendekatan nutrisi yang diajarkan di kampus.
“Baru di sini saya mendengar dokter membicarakan nutrisi dalam konteks kesehatan menyeluruh,” katanya.
Ada juga Safwan Sarker dari Brooklyn, yang bereksperimen dengan teknologi seperti drone dan virtual reality (VR) untuk menjangkau komunitas terpencil.
“Kalau nanti ada bukti efektivitasnya, ini bisa jadi terobosan besar,” ujarnya.
Walton percaya AWSOM bisa menjadi blueprint untuk masa depan pendidikan kedokteran yang lebih berkelanjutan. Meski tantangan dunia nyata tidak sedikit, ia optimis pendekatan ini akan menghasilkan dokter yang lebih empati, kreatif, dan fokus pada pencegahan penyakit.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 13 Aug 2025