Riset Membuktikan Perempuan di Posisi Terhormat saat Peradaban Kuno

di Eropa Kuno dan Amerika Kuno, perempuan memiliki kedudukan yang setara—bahkan lebih tinggi—dengan laki-laki dalam hal perburuan binatang buas, peperangan, hingga memimpin kelompok. (ist)

YOGYA - Patriarkisme menjadi sejarah kelam bagi hubungan kesetaraan antar perempuan dan laki-laki. Akibatnya, hingga kini kesetaraan masih terus perjuangkan karena hubungan yang egaliter belum sepenuhnya tercipta. 

Namun, tahukah Anda, bahwa dalam peradaban kuno, perempuan justru hadir sebagai sosok yang memiliki kekuatan politik besar?

Beberapa penelitian menunjukkan, di Eropa Kuno dan Amerika Kuno, perempuan memiliki kedudukan yang setara—bahkan lebih tinggi—dengan laki-laki dalam hal perburuan binatang buas, peperangan, hingga memimpin kelompok.

Baca Juga:

Arkeolog Randal Haas dari University of Carolina bersama rekan-rekan penelitinya, pada tahun 2020 lalu menemukan jasad perempuan yang dikubur bersama tombak dan alat berburu lainnya di Pegunungan Andes, Peru.

Mereka menduga usia jasad tersebut sekitar 9.000 tahun. Penemuan tersebut membuat para peneliti menyimpulkan, bahwa di antara orang-orang Amerika Kuno, perempuan sama setaranya dengan laki-laki dalam tugas berburu hewan-hewan besar.

Menurut Haas, temuannya ini menantang gagasan lama tentang peran gender kuno, yang menganggap bahwa kekuasaan maskulin—seperti berburu, berperang, dan memimpin kelompok—sepenuhnya dipegang laki-laki.

“Masyarakat yang lebih modern, pemburu dan pengumpul, memang menekankan peran besar laki-laki. Namun, kelompok yang menghuni Amerika ribuan tahun lalu tidak demikian; setengah dari pemburu besar adalah perempuan,” tulisnya, dalam penelitian berjudul “Female hunters of the early Americas”, yang terbit di jurnal Science Advances, 4 November 2020 lalu.

Sejak 2018 lalu, Haas dkk. berkolaborasi dengan komunitas lokal di sebuah situs dataran tinggi di Peru Selatan, yang disebut Wilamaya Patjxa. Di sana, mereka menemukan lima jasad perempuan dari enam individu dalam kuburan tersebut.

Baca Juga:

Jasad perempuan yang mereka temukan beragam, berusia 17 hingga 19 tahun. Mereka dikubur bersama perlengkapan berburu, termasuk empat mata tombak dan pelempar tombak genggam, serta batu kikis yang diduga digunakan untuk memotong atau menguliti hewan buruan.

“Ada pula sedimen yang mengandung fragmen tulang dari berbagai hewan besar, seperti rusa Andes dan kerabat alpaca—yang disebebut ‘vicuna’. Kedua hewan itu adalah target utama para pemburu purba di bagian Andes itu,” jelasnya.

Temuan Haas, yang memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat kuno ini, menegaskan dua studi sebelumnya yang membuktikan bahwa banyak perempuan yang menjadi pejuang perang di California 5.000 tahun lalu, Mongolia pada 1.500 tahun lalu, dan semilenium lalu di antara Viking Skandinavia.

Pertama-tama, bukti bahwa terdapat pejuang perempuan di masyarakat kuno California dipaparkan oleh antropolog forensik Marin Pilloud dari University of Nevada, bersama rekan-rekan penelitinya.

Dalam penelitian yang terbit di Journal of Anthropological Archeology (2014) tersebut, mereka menganalisis 128 kerangka perempuan yang berasal dari 19 kelompok penduduk asli Amerika di California Tengah.

Hasilnya, dari 128 kerangka ini, tim peneliti menemukan kerusakan atau cedera tubuh akibat panah dan benda tajam seperti pisau, yang ditemukan pula dalam 289 kerangka laki-laki.

Kerangka ini mengarahkan dugaan ke peperangan, alih-alih serangan mendadak ke pemukiman kelompok.

“Beberapa perempuan mungkin telah bertempur dalam peperangan, baik untuk membela anak-anak atau desa mereka atau sebagai pejuang,” tulis laporan tersebut.

“Tetapi memang bukti lebih lanjut, seperti perempuan penduduk asli Amerika di California yang dikubur bersama senjata dan artefak pertempuran lainnya diperlukan.”

Sementara di Mongolia, antropolog Christine Lee dari California State University menunjukkan, bahwa  penggembala nomaden di Mongolia Kuno, yang berbatasan dengan Cina Utara, melatih para perempuan untuk menjadi pejuang selama masa pergolakan politik dan konflik.

Hal itu dikenal sebagai ‘Periode Xianbei’ (147-552 Masehi).Dalam sebuah penelitian terhadap sembilan orang yang dikuburkan di sebuah makam Mongolia berstatus tinggi dari periode Xianbei, dua dari tiga perempuan dan keenam pria menunjukkan tanda-tanda menunggang kuda dalam pertempuran.


“Kesimpulan itu didasarkan pada tiga bukti: perubahan tulang yang disebabkan oleh seringnya menunggang kuda dan kerusakan akibat jatuh dari kuda; tanda-tanda tubuh bagian atas yang secara teratur menggunakan busur untuk menembakkan anak panah, termasuk perubahan bintik-bintik di mana otot-otot bahu dan dada menempel pada tulang; dan cedera panah di wajah dan kepala,” tulis laporan tersebut, dikutip dari Science News.

Bahkan, di Asia Barat, yang berbatasan langsung dengan Mongolia, para arkeolog juga menemukan kuburan para pejuang perempuan lengkap bersama senjata dan perlengkapan perang mereka.

“Ada pula sekitar 900 dokumen tertulis merujuk pada perempuan Mongolia yang berperang, memegang kekuasaan politik, dan memiliki kredensial diplomatik,” kata Lee.

“Kebebasan bagi perempuan Mongolia untuk melakukan berbagai kegiatan setidaknya sudah ada sejak zaman Xianbei,” sambungnya menduga.

Baca Juga:

Selain di Mongolia, temuan serupa juga diperoleh di Skandinavia. Arkeolog Charlotte Hedestierna-Jonson dari University of Uppsala, Swedia, menemukan sebuah DNA seorang perempuan pejuang Viking berusia 1.000 tahun di sebuah kuburan kuno Swedia.

Perempuan tersebut dikubur bersama seperangkat senjata perang, dan seorang perwira militer perpangkat tinggi.

“Jika wanita itu memang seorang pejuang, maka ia akan jadi perempuan pertama yang berpartisipasi dalam apa yang telah lama dianggap sebagai tugas pria: pejuang Viking,” katanya dalam laman Science News.

Meski banyak dikritik karena dianggap terlalu cepat menarik kesimpulan, penelitian terbaru malah mendukung dugaan Charlotte. Penelitian baru-baru ini, yang tayang di European Journal of Archeology pada 15 Juni 2022, menunjukkan adanya representasi gender yang adil di antara pejuang Viking.

Berdasarkan penggalian sebuah situs pemakaman di Finlandia yang berusia sekitar 1.000 tahun, terdapat perempuan yang dikubur bersama pejuang laki-laki, lengkap dengan peralatan perang.

Bahkan, yang lebih mencengangkan, terdapat pula jasad individu yang sekilas tampak mengalami sindrom Klinefelter—secara biologis lahir sebagai laki-laki, namun testosteron rendah dan memiliki payudara yang besar.

Menurut peneliti, ini mengindikasikan bahwa terdapat pula pejuang dengan gender non-biner, yang sama dihormatinya layaknya pejuang lain.

Selain hadir sebagai pemburu hewan target besar dan ikut berperang, diktemukan pula bukti bahwa perempuan memiliki kekuasaan politik dalam tatanan masyarakat kuno.

Hal ini merujuk pada sebuah situs pemakaman Zaman Perunggu yang ditemukan di tenggara Spanyol, yang di dalamnya terdapat jasad seorang ratu.
Indikasi bahwa ia seorang ratu adalah karena jasad itu dikubur bersama sebuah ikat kepala perak setengah lingkaran (menyerupai mahkota), piringan yang diletakkan di dahi atau pangkal hidung, dan 29 barang berharga lainnya.

“Penemuan tak terduga ini memperkuat dugaan bahwa perempuan memegang kekuasaan politik di masyarakat El Argar di kawasan itu, yang berlangsung sekitar 4.220 hingga 3.570 tahun yang lalu,” jelas Vicente Lull, penulis utama penelitian yang tayang di jurnal Antiquity (2014) tersebut. (Eff)

 

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 27 Jun 2022 

Bagikan

Related Stories