GayaKito
Risiko Kesehatan dari Thrifting Pakaian Bekas yang Perlu Diwaspadai
JAKARTA, WongKito.co – Thrifting bukan konsep baru, tapi belakangan ini semakin populer, terutama di kalangan generasi muda. Bagi mereka, membeli pakaian bekas atau second hand bukan semata-mata untuk berhemat, tetapi lebih sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Industri fast fashion telah merusak lingkungan secara signifikan, dan generasi Z merasa bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Selain itu, pakaian bekas juga menjadi tren fashion karena gaya yang populer di masa lalu kini kembali diminati, dan cara terbaik untuk mendapatkan item asli adalah melalui thrifting.
Namun, satu hal yang perlu diperhatikan sebelum pergi berbelanja thrifting adalah kenyataan bahwa banyak pakaian tersebut belum dibersihkan atau disanitasi dengan baik sebelum dijual.
Pakaian bekas bisa menjadi tempat berkembangnya kuman dan, jika tidak disanitasi dengan benar sebelum bersentuhan dengan kulit, berpotensi menimbulkan berbagai masalah kulit.
Pakaian bekas yang tidak dibersihkan dengan benar dapat berisiko menularkan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit, serta memicu kondisi non-infeksi seperti dermatitis.
Adissa Tiara Yulinvia, MD, dokter spesialis kulit dan kelamin dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK UGM), menyatakan, penyakit kulit menular melalui kontak langsung antara pakaian bekas yang tidak bersih dengan kulit pemakainya.
“Pakaian bekas yang tidak dibersihkan dengan benar mungkin mengandung organisme atau zat menular yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau iritasi jika bersentuhan dengan kulit pemakainya,” katanya, dilansir dari ugm.ac.id.
Berikut deretan bahaya thrifting baju bekas bagi kesehatan:
1. Sarang Parasit Penyebab Kudis
Pakaian bekas yang tidak disterilkan dengan baik bisa menjadi penyebab penyakit scabies atau kudis. Penyakit ini biasanya menimbulkan rasa gatal intens, terutama saat malam hari, dan disertai munculnya ruam kemerahan. Jika tidak segera ditangani, infeksi tersebut dapat menular dan menyebar ke anggota keluarga lainnya.
2. Lesi Bersisik atau Melingkar
Lesi kulit yang berbentuk lingkaran bersisik dapat menjadi tanda adanya infeksi jamur, seperti tinea atau kurap. Infeksi ini umumnya menyebar melalui kontak langsung dengan pakaian yang terpapar jamur atau tidak dicuci dengan bersih.
3. Potensi Penyebaran Virus Pernapasan
Sejumlah penelitian mengungkapkan pakaian bekas bisa menjadi perantara penyebaran virus, termasuk virus influenza. Karena telah berpindah tangan berkali-kali sebelum sampai ke pembeli, pakaian tersebut berisiko menjadi sumber penularan infeksi tanpa disadari.
- Komitmen Iklim Indonesia di COP 30 Minim Keadilan Bagi Perempuan
- Ratusan UMKM Binaan BRI Unjuk Karya di Festival Kemudahan dan Perlindungan Usaha Mikro
- Mahasiswa UIN Raden Fatah: Maknai Hari Pahlawan Sebagai Momentum Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme dan Kepedulian Sosial
4. Terjadi Setelah Mencoba Baju Bekas Langsung di Kulit
Dilansir dari Antara, mencoba pakaian bekas tanpa mengenakan lapisan pakaian dalam meningkatkan risiko penyebaran kuman, terutama pada area sensitif seperti ketiak dan daerah intim. Sebaiknya hindari mencoba pakaian bekas langsung di kulit, atau gunakan lapisan pakaian dalam sebagai pelindung.
5. Paparan Bahan Kimia dari Cairan Disinfektan
Untuk menjaga pakaian terlihat tetap bersih, beberapa penjual kerap menyemprotkan bahan kimia atau disinfektan secara berlebihan. Uap dari zat-zat tersebut bisa menimbulkan efek samping, seperti sakit kepala, pusing, mual, hingga masalah pernapasan jika terhirup dalam jangka waktu lama.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 15 November 2025.

