BucuKito
Rumah Baba Ong Boen Tjit, Harmoni Akulturasi Budaya Melayu dan Tionghoa yang Terjaga
Oleh: Astridda Rochmah*
SIANG itu, suasana rumah Baba Ong Boen Tjit tampak begitu sepi, bangunan yang kini menjadi salah satu heritage di Kota Palemban tersebut menghadap langsung ke Sungai Musi. Ketika berada di area rumah, suara pembakaran mesin dari manuver kapal batu bara yang melintas menambah ke eksotisan rumah tepi sungai ini.
Halamannya cukup luas, terdapat jemuran daun nipah yang hampir memenuhi setengah dari halaman rumah itu. Daun nipah menjadi salah satu mata pencarian masyarakat sekitar rumah Baba Ong Boen Tjit.
Sekilas tampak depan rumah Baba Ong Boen Tjiet bergaya khas rumah limas Palembang. Rumah panggung dengan ornamen kayu yang di rawat dengan baik, serta tanaman adas yang berjejer rapi di depan rumah.
Baca Juga:
- Hoaks: Video Tsunami di Rusia 2025, ini Faktanya
- Suzuki Fronx Dominasi Test Drive GIIAS 2025, Ini Keunggulan yang Bikin Penasaran
- Mudahkan Pelanggan, Telkomsel Luncurkan Paket Bundle Premium ShortMax
Perpaduan gaya bangunan khas Melayu dan Tionghoa, sangat kentara diaplikasikan di rumah Baba Ong Boen Tjiet. Tampak ukiran ornamen Cina dan guci yang didatangkan langsung dari negeri Tirai Bambu.
Di balik keunikannya, rumah ini juga memiliki aturan tersendiri, dimana setiap pengunjung yang melintas di bagian tengah rumah ini, harus sedikit menundukkan kepala sebagai bentuk menghormati sesama.
Hamparan karpet, patung-patung dewa dan lilin serta dupa tampak menyambut pengunjung yang datang.
Tradisi menjaga peninggalan leluhur dipertahanan, walaupun Anik beserta keluarganya beragama islam, di mana mereka merawat rumah peninggalan ini sebagai bentuk menjaga Aset daerah Kota Palembang.
"Dulu suami saya penganut Budha, tapi kini kami sekeluarga Muslim," jelas Anik, istri generasi ke-6 serta sebagai pengurus rumah Baba Ong Boen Tjit.
Bertahan Lebih 300 Tahun
Anik bercerita, dulu hanya terdapat tiga bangunan permanen di kota ini, Masjid Agung, Kantor Walikota dan Rumah Baba Ong Boen Tjit. Rumah ini sudah berumur 300 tahun, pemilik rumah itu merupakan saudagar rempah yang berasal dari Cina.
"Zaman itu belum ada jalan raya, akses yang ada saat itu hanya sungai, hingga rumah menghadap ke Sungai Musi," katanya.
Di beberapa titik terlihat jelas jika bangunan rumah ini sudah sangat tua, bahkan ada beberapa ornamen yang sudah di ganti dengan yang baru, namun tidak mengubah bentuk asli rumah ini.

Saking tuanya bangunan rumah ini, bagian lantai yang berasal dari kayu harus melakukan pergantian kayu selama 10 tahun sekali dengan harga yang lumayan menguras kantong.
Meskipun rumah Baba Ong Boen Tjit ini sudah di akui oleh dinas terkait setempat, sebagai salah satu Destinasi Wisata yang harus di lestarikan, hingga detik ini pengelolaan rumah ini masih sendiri.
"Saya sudah sering melapor terutama masalah akses transportasi namun belum ada tanggapan," keluhnya.
Baca Juga:
- Kenalkan Kartu Perdana Terbaru, Telkomsel Selenggarakan Undian SIMPATI HOKI
- Data Pribadi RI Akan Ditransfer ke AS, Simak 12 Cara Lindungi Privasimu
- Hoaks: Tarif Denda Tilang Lalu Lintas Juli 2025, Cek Faktanya
Sebelum di bukanya rumah Baba Ong Boen Tjit ini, sempat di buka sebuah pasar Baba Boen Tjit yang menawarkan makanan khas Palembang pada tahun 2017. Namun hanya bertahan hingga 9 bulan saja.
Karena Anik beserta sekeluarga mengaku kewalahan dan merasa tidak adanya hari libur pada masa itu "Setelah kami bermusyawarah akhirnya kami mengalihkan pasar itu menjadi rumah Baba Ong Boen Tjit," tuturnya.
Rumah Baba Ong Boen Tjit merupakan salah satu wujud bangunan dengan akulturasi dan wujud toleransi yang tinggi, dimana tidak adanya kesenjangan sosial yang dapat menimbulkan sebuah konflik.
*Mahasiswi Prodi Jurnalistik UIN Raden Fatah Palembang, Angkatan 2023