Simak Isi RUU Pertekstilan, Menjaga Sandang Sejajar Pangan dan Papan

Suasana aktivitas di salah satu pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil yang diputus pailit karena kesulitan keuangan. (Dokumentasi Internal Sritex)

JAKARTA – Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Meski pertumbuhan pada kuartal II/2025 masih mencatatkan angka positif, sektor padat karya ini terus dibayangi penutupan pabrik hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang kian menurun semakin memperkuat kekhawatiran akan terjadinya deindustrialisasi dini pada sektor yang selama puluhan tahun menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Sebagai respons, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan hadir untuk memberikan payung hukum komprehensif. Regulasi ini dirancang untuk mengembalikan daya saing sekaligus memperkuat kemandirian industri tekstil nasional.

Baca juga:

Menjaga Pasar Domestik

Salah satu fokus utama RUU ini adalah melindungi pasar domestik. Selama bertahun-tahun, produk impor baik legal maupun ilegal membanjiri pasar dan menekan kelangsungan usaha lokal.

RUU Pertekstilan mengamanatkan pembatasan impor serta mendorong pemanfaatan bahan baku lokal agar rantai industri, dari hulu hingga hilir, semakin kokoh. Perlindungan terhadap kebutuhan sandang juga ditegaskan sejajar pentingnya dengan pangan dan papan.

Insentif untuk Pertumbuhan

Untuk meningkatkan daya saing, RUU ini menyiapkan sejumlah insentif bagi pelaku usaha. Insentif tersebut meliputi pengurangan bea masuk bahan baku yang belum diproduksi di dalam negeri, super deduction tax bagi industri padat karya, subsidi bunga kredit untuk UMKM, hingga tax holiday terbatas di sektor hulu.

Investasi mesin hemat energi dan ramah lingkungan juga didorong agar industri tekstil mampu memenuhi standar keberlanjutan global yang semakin ketat.

 

Kelembagaan dan Inovasi

RUU Pertekstilan mengusulkan pembentukan lembaga khusus yang menangani sektor ini secara terintegrasi. Lembaga tersebut diharapkan dapat mengatasi tumpang tindih regulasi dan memperkuat koordinasi kebijakan, mulai dari produksi bahan baku hingga distribusi.

Selain itu, aspek inovasi juga mendapat perhatian. Digitalisasi proses produksi, riset bahan baku alternatif, hingga penguatan pendidikan vokasi diarahkan untuk melahirkan sumber daya manusia yang lebih kompeten dan adaptif.

Dampak Ekonomi dan Investasi

Jika diimplementasikan konsisten, regulasi ini diyakini membawa dampak signifikan bagi perekonomian. Dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal akan menjadikan industri TPT kembali kompetitif, baik di pasar domestik maupun global.

Kontribusi terhadap pertumbuhan manufaktur diperkirakan meningkat, sementara penyerapan tenaga kerja dapat terjaga bahkan diperluas. Dari sisi investasi, RUU ini memberi kepastian hukum dan arah yang lebih jelas bagi penanam modal, terutama di sektor hulu serta pengembangan tekstil teknis yang selama ini kurang dilirik.

Selain modal segar, masuknya investasi berpotensi mempercepat transfer teknologi yang akan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk tekstil nasional.

 

Hambatan Implementasi

Meski prospeknya menjanjikan, tantangan besar tetap menghadang. Penegakan hukum terhadap impor ilegal masih menjadi pekerjaan rumah utama. Biaya logistik yang tinggi menambah beban produksi, sementara koordinasi antar kementerian kerap menghambat implementasi kebijakan.

Selain itu, perlindungan pasar domestik berpotensi menjadi proteksi berlebihan jika tidak dibarengi peningkatan daya saing nyata.

Harapan Reindustrialisasi

RUU Pertekstilan tidak sekadar regulasi sektoral, melainkan kebijakan strategis yang menempatkan sandang sejajar dengan pangan dan papan dalam prioritas pembangunan.

Harapannya, regulasi ini dapat menjadi titik balik reindustrialisasi tekstil di Indonesia. Dari pelaku usaha besar hingga UMKM, dari produsen bahan baku hingga penjahit rumahan, semua pihak diharapkan merasakan manfaat positif.

Jika implementasinya konsisten, industri tekstil Indonesia bukan hanya diselamatkan dari krisis, tetapi juga dipersiapkan menghadapi masa depan yang lebih berdaya saing dan berkelanjutan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Sep 2025 

Bagikan

Related Stories