Suara dari Si Anak Bumi, Deforestasi dan Krisis Lingkungan Sebabkan Bencana Sumatera

Dimas Cahaya Putra (24) (Foto istimewa)

Dimas Cahaya Putra (24) menjadi salah satu suara muda yang konsisten menyerukan kepedulian terhadap lingkungan. Melalui akun media sosialnya, @sianakbumi, ia membagikan potret keindahan alam Nusantara sekaligus keresahan yang selama ini jarang diungkapkan. Baginya, mencintai alam bukan sekadar hobi melainkan kebutuhan hidup.

Sebagai konten kreator yang tumbuh dekat dengan hutan dan gunung, Dimas melihat sendiri bagaimana Indonesia kini berada dalam kondisi yang ia sebut sebagai darurat bencana.

Beberapa waktu terakhir, kabar duka kembali datang dari berbagai wilayah, Aceh yang dilanda banjir dan longsor, Sumatera Barat yang diguncang banjir lahar dingin hingga menelan korban jiwa, serta Sumatera Utara yang terus berhadapan dengan banjir bandang dan kerusakan ekosistem. Setiap kali membaca berita itu, dada Dimas terasa sesak.

“Miris banget,” ujarnya dengan raut serius. “Karena banyak bencana di Indonesia bukan murni dari alam. Ada campur tangan manusia deforestasi, penambangan, sampai alih fungsi hutan jadi kebun sawit. Kita bisa lihat sendiri dari berbagai laporan media nasional yang kredibel, bagaimana kerusakan itu membuka jalan bagi bencana.”

Baca Juga:

Menurutnya, tragedi di berbagai daerah Sumatera tersebut menjadi bukti bahwa krisis lingkungan bukan isu yang jauh. Aceh kehilangan hutan hujan tropisnya, Sumatera Barat berhadapan dengan perubahan kontur alam akibat ulah manusia, sementara Sumatera Utara terus bergulat dengan kerusakan daerah aliran sungai. Semua itu, kata Dimas, memperlihatkan bahwa bencana bukan sekadar “kejadian,” melainkan konsekuensi dari kebijakan dan perilaku manusia.

“Hal yang bikin kesal adalah, sebagian dari penyebabnya dilakukan demi kepentingan pribadi dan para petinggi,” ujarnya kecewa. “Padahal masyarakat yang akhirnya jadi korban.”

Karena itu, ia berharap pemerintah lebih bijaksana dalam memberikan hak guna lahan dan lebih tegas dalam mencabut izin yang dapat membahayakan hutan. Namun Dimas juga percaya bahwa menjaga alam tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau aktivis. Setiap orang punya peran.

“Kalau tidak bisa ikut turun langsung melakukan penghijauan, kita masih bisa membantu lewat digital mengajak orang tidak membuang sampah sembarangan, mengedukasi soal lingkungan,” katanya. Ia yakin langkah kecil, jika dilakukan banyak orang, tetap akan memberi dampak.

Baca Juga:

Di balik semua keresahan itu, Dimas menyimpan harapan sederhana namun besar: agar kekayaan alam Indonesia dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. “Saya bukan cuma orang yang menyukai alam,” tutupnya. “Saya merasa saya membutuhkan alam. Dan saya yakin, kita semua juga begitu.”  

Perspektif HAM

Terkait sistem HAM di Indonesia ia menilai, masih kategori lemah, ia mencontohkan, dari kasus banjir yang terjadi di Aceh banyak masyarakat yang bungkam atas penebangan pohon dan bagaimana menanggapinya.

"Masyarakat tidak bisa bersuara, karena pemahaman terbatas terkait Hak Asasi Manusia, mereka bungkam saat terjadi deforestasi," kata dia.

Ia berharap, dalam perspektif  HAM  benar – benar berjalan dengan sesuai harapan masyarakat.

Karena masyarakat berharap berjalan secara adil dan tidak ada lagi pembatasan dalam berbicara dan berpendapat, dan tidak ada batasan untuk membela keadilan,  kata dia.(Senia Aprinia Sari)


Related Stories