Tantangan Pengguna Kendaraan Listrik

Tantangan Pengguna Kendaraan Listrik (Ist)

JAKARTA, WONGKITO.CO - Peralihan dari mobil yang menggunakan bahan bakar minyak ke mobil listrik, masih menghadapi sejumlah tantangan yang cukup rumit.

Kesiapan infrastruktur mobilitas mobil listrik belum sepenuhnya tersedia, ini yang menyebabkan masyarakat masih enggan menggunakan mobil listrik. Kita tahu menggunakan mobil listrik mengurangi emisi gas karbon di udara.

Partner dan Global Head of Arthur D. Little’s Automotive Practice, Andreas Schlosser, mengatakan masih ada setidaknya lima tantangan dasar terhadap peralihan Indonesia menuju mobilitas listrik. Rabu, 3 agustus 2023.

“Industri otomotif merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca paling signifikan di Indonesia, yakni sebesar 27 persen dan menempati peringkat kedua sebagai penghasil emisi terbesar. Mengingat target Net Zero pemerintah pada tahun 2060, dekarbonisasi sektor transportasi memiliki peran penting,” katanya saat ditemui di Jakarta.

Baca juga

Berdasarkan laporan ADL bertajuk “Unleashing Indonesia’s Electric Mobility Potential”, tantangan pertama yang dihadapi Indonesia adalah adanya ketergantungan yang kuat pada produksi Original Equipment Manufacturer (OEM) otomotif yang terbatas.

Disusul oleh terbatasnya pengembangan infrastruktur pengisian daya  yang masih belum memadai. Infrastruktur pengisian daya dikatakan sebagai ganjalan besar bagi pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.

Selanjutnya, laporan ini menilai bahwa pemrosesan nikel untuk kebutuhan baterai di Indonesia kurang berkembang. Kemudian, baterai lithium ferro phosphate dinilai sebagai ancaman bagi keberadaan nickel manganese cobalt. 

Terakhir, keseimbangan antara keterkaitan regional dan prioritas nasional. Asal tahu saja, Indonesia memang memiliki sumber daya nikel, namun masih tergantung pada negara terdekat untu mendapatkan mineral lainnya. Sehingga hal ini dianggap akan mengganggu keseimbangan antara keterkaitan regional dan perioritas sumber daya nasional.

Berdasarkan publikasi ADL terbaru ‘Global Electromobility Readiness Index (GEMRIX) edisi 2022 – 2023’, Indonesia termasuk dalam pasar EV yang sedang berkembang dengan skor 43 dari 100 untuk kesiapan Battery Electric Vehicle (BEV). Hal ini sejalan dengan negara-negara, seperti Uni Emirat Arab dan Thailand. 

Baca juga

Namun demi mempercepat adopsi kendaraan listrik, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mengembangkan rantai pasokan kendaraan listrik end-to-end sejak 2013.

Sementara sampai dengan 2030, Kementerian Perindustrian telah menetapkan target produksi sebanyak 600 ribu kendaraan listrik roda empat dan 2,45 juta kendaraan listrik roda dua. Target yang ambisius ini juga merupakan hasil dari Indonesia Battery Corporation (IBC) yang berencana membangun pabrik baterai dengan kapasitas awal sebesar 10-15 GWh, yang diharapkan dapat digenjot hingga 20 GWh.

Berdasarkan hasil analisis ADL, Indonesia membutuhkan produksi minimal 340.000 kendaraan listrik (56% dari target semula 600 ribu) untuk memenuhi kapasitas 15 GWh dari permintaan domestik.

Namun, terlepas dari pendekatan komprehensif dan berbagai langkah yang ditawarkan oleh pemerintah melalui dorongan regulasi, tingkat adopsi EV di Tanah Air masih rendah karena berbagai tantangan mendasar.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky 

Editor: admin

Related Stories