Unicef: Potret Kekinian Akses Air Bersih dan Sanitasi Indonesia

Unicef: Potret Kekinian Akses Air Bersih dan Sanitasi Indonesia (Tangkapan layar)

PALEMBANG, WongKito.co - Organisasi Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Unicef mengungkap potret kekinian terkait dengan akses air bersih dan sanitasi di Indonesia, yang menjadi perharian dalam bidang kesehatan dan keselamatan.

Wash Specialist Unicef, Maraita Listyasari mengungkapkan sejak tahun 2.000, lebih dari 110 juta penduduk mendapatkan akses air minum yang layak, dan 148 juta mendapatkan akses sanitasi yang layak.

"Begitu juga dengan perilaku buang air besar sembarangan sudah menurun dari 30 persen menjadi 5,6 persen di tahun 2021," kata dia, dalam Webinar yang diselenggarakan AJI Indonesia dan Unicef, Selasa (17/5/2022).

Ia menjelaskan ada sejumlah faktor yang mesti diterapkan dalam mendukung akses air bersih dan sanitasi yang standar diantaranya penetapan dan penerapan prosedur, perbaikan manajemen operasi layanan serta penerapan metode non-tunai untuk memperlancar pembayaran.

Baca Juga:

Lalu, penggunaan teknologi untuk mempermudah pemesanan dan peningkatan upaya promosi, ujar dia.

Hal itu, menurut dia penting dilakukan untuk mendukung kemudahan akses air bersih dan sanitasi yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan rentan.

Dimana, kedua hal tersebut erat hubungannya dengan dampak perubahan iklim yang kini terus terjadi, tambah dia.

Maraita mengatakan sesuai dengan mandat komitmen global untuk menyediakan
akses air dan sanitasi yang aman, pemerintah juga hendaknya memastikan manfaat dapat dirasakan secara optimal dalam pelaksanaan program penyediaan air bersih sanitasi yang layak.

"Penting juga, mengukur potensi pengembangan ekonomi dari penyediaan penyediaan air, sanitasi dan perilaku hidup bersih dan
sehat serta mencegah risiko penularan penyakit," ujar dia.

Fakta yang ditemukan saat ini, tambah dia hanya tujuh dari 100 rumah tangga di Indonesia yang mengolah tinjanya, menyebabkan risiko pencemaran air dan lingkungan.

Sedangkan di sektor sanitasi, dari dari 100 puskesmas, puluhan diantaranya tidak memiliki sarana sanitasi yang memadai, papar dia.

Selain itu, di tengah pandemi COVID-19 meskipun sanitasi cenderung meningkat, tetapi 22% rumah tangga dan 40% sekolah tidak memiliki
sarana cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, tambah dia lagi.

Perubahan Iklim dan Kekeringan

Maraita menjelaskan salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kekeringan, dimana penyebabnya karena sumber mata air kurang bahkan hilang.

Baca Juga:

Minimnya, ketersediaan air bersih tentu sangat berpengaruh dalam mendukung pertumbuhan anak-anak Indonesia, karena banyak efek negatif yang dirasakan akibat kekurangan air bersih, seperti makanan yang tidak higienis dan MCK yang tidak standar, kata dia.

Perubahan iklim bukan hanya berdampak pada kekeringan tetapi juga memengaruhi intensitas hujan yang kerap menyebabkan banjir, lalu juga mengakibat kenaikan muka air laut.

Semua itu, tambah dia tentunya sangat erat dampaknya pada pertumbuhan anak-anak.

Karenanya, penting sekali dalam mendukung dan membangun program yang memudahkan akses air bersih dan sanitas yang layak.

Sementara Mitra Muda Unicef, Aema Redinatasya mengungkapkan sejauh ini mereka terus mengampanyekan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Upaya mendorong kemudaha akses air bersih dan sanitasi yang layak pun terus digaungkan.

"Kami masih fokus melakukan sosialisasi langsung ke permukiman-permukiman padat penduduk di Lampung," kata dia.(ert)


Related Stories