Pasar Cinde
Jumat, 07 November 2025 11:28 WIB
Penulis:Nila Ertina
Editor:Nila Ertina

JANJI tinggal janji. Delapan tahun sudah berlalu, pedagang Pasar Cinde masih berjualan di lahan parkir yang seharusnya hanya menjadi lokasi sementara selama setahun. Hingga kini, nasib ratusan pedagang masih menunggu tanpa kepastian, sementara kasus dugaan korupsi pemindahan pasar sudah sampai pada tahap penetapan tersangka.
Liputan di lokasi pada Jumat (7/11/2025) menunjukkan kondisi pasar yang jauh dari harapan. Sepinya pengunjung menjadi keluhan utama para pedagang yang sudah bertahun-tahun menunggu janji pemerintah.
Padahal, sebelum upaya revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Pemkot Palembang, yang kini akhirnya mangkrak, Pasar Cinde dikenal sebagai tempat belanjanya ibu pejabat dan orang kaya, karena menawarkan ragam bahan pangan yang berkualitas paling bagus.
Baca Juga:
Sophia (55), salah satu pedagang yang telah berjualan sejak 1995, menyaksikan langsung perubahan drastis kondisi pasar.
"Kalau dikatakan tidak ada orang yang berbelanja, sangat berbeda sekali dengan sebelum dipindahkan ke sini. Dulu ramai sekali, sekarang sepi," ujarnya dengan nada kecewa.
Perempuan yang telah mengabdikan 30 tahun hidupnya di Pasar Cinde itu tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap janji pemerintah. "Katanya dulu hanya satu tahun dipindahkan, namun sekarang sudah delapan tahun berlalu, tetapi kami masih di sini," tegasnya.
Sophia juga menyoroti minimnya tindak lanjut dari pemerintah meski kasus dugaan korupsi sudah terungkap. "Tidak ada (turun tangan pemerintah). Walaupun kemarin sudah ada beritanya ada yang ditangkap, namun di sini tetap sama. Nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang berubah," katanya.
Bertahan dengan Sikap Syukur
Berbeda dengan Sophia, Wancik (60), tukang sol sepatu, memilih bersikap lebih pasrah dengan kondisi yang ada. Ketika ditanya mengenai kondisi pasar saat ini, ia menjawab diplomatis, "Untuk pengunjung, ya dibilang ramai tidak juga, dibilang standar tidak juga. Kalau rezeki, pasti ada saja," katanya.
Pria berusia 60 tahun itu mengaku hanya melayani satu hingga dua pelanggan per hari. "Tidak dapat dipastikan. Kitamemperbaiki sol sepatu berbeda dengan menambal ban. Paling satu atau dua orang sehari, itu sudah sangat bersyukur," tuturnya.
"Disyukuri saja. Kalau bersyukur, kita tenang hidup. Kita orang yang cukup saja, tidak ada gunanya kaya kalau tidak bahagia," tambahnya dengan filosofi hidup yang sederhana.
Baca Juga:
Wancik sebenarnya bukan tukang sol sepatu sejak awal. Ia dulunya berdagang kopi yang cukup ramai. "Alhamdulillah dulu ramai. Karena kebutuhan orang yang mau minum (kopi). Namun karena COVID-19, orang-orang menjadi kesusahan semua, termasuk saya. Jadi berganti menjadi sol sepatu," ungkapnya.
Pria yang mengaku memiliki banyak keterampilan itu menyebut dirinya tidak hanya bisa mengesol sepatu. "Saya juga bisa jadi tukang, supir, jahit baju dan celana," jelasnya.(Mg/M.Ridho Akbar)
5 jam yang lalu
5 bulan yang lalu