Anti bullying
Sabtu, 07 Desember 2024 12:59 WIB
Penulis:Nila Ertina
Oleh: Aulia Ghaniya Putri, Fahrianda Arzetti, Hanim *Fadhilah, Selfi Widiastuti, dan Siti Khoirunnisa"
BULLYING sampai kini menjadi permasalahan yang kerap ditemui di lingkungan, terutama di kalangan anak-anak yang masih labil yang belum tahuapa itu benar dan yang salah. Yang baik dan buruk. Yang lucu dan tidak seharusnya dibuat gurauan. Bullying tidak hanya melukai fisik, bullying juga menyisakan luka emosional yang sangat amat mendalam.
Di Musholla Sirojul Huda, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, anak-anak diberi ruang untuk menyampaikan pengalaman mereka tentang bullying lewat seni menggambar dan fotografi (photovoice).
Metode Photovoice ini memungkinkan mereka untuk bercerita secara kreatif dan jujur tentang apa yang mereka alami dan rasakan melalui goresan lembut dan semangat yang mereka ukir di sepucuk lembar kertas putih yang akan menjadi memori bukti mengenai pengalaman mereka.
Baca Juga:
Salah satu anak yang menarik perhatian dalam karya seni Photovoice ini adalah Rani.
Rani adalah seorang anak biasa dengan latar belakang sederhana di mana pada kesempatan kali ini Rani dengan
penuh semangat dan senyum bahagia bersama teman lainnya menggambarkan bullying yang sering ia alami baik dia sendiri maupun teman-teman sebayanya.
Di dalam gambarnya, ia mengilustrasikan tentang ejekan yang sering ia terima, seperti “sok cantik”, “rumahnya jelek”, hingga “tidak pantas.”
Rani menyatakan bahwa ia kerap kali sering menerima perundungan yang diakibatkan karena statusnya sebagai anak yatim dan kondisi ekonominya yang terbatas.
Ia juga menjadi bahan olok-olokan karena dinilai tidak cantik oleh teman sebayanya.
Meskipun pengalaman ini membuatnya kehilangan kepercayaan diri, Rani tetap menyampaikan pesan positif melalui gambarnya: “Sebagai orang baik, kita tidak boleh membully orang lain karena itu bukan hal yang terpuji.”
Pesan ini menggambarkan harapan besar Rani untuk memiliki lingkungan yang saling menerima dan mendukung satu sama lain. Tanpa melihat miskin dan kaya maupun cantik dan buruk rupa penampilan seseorang dari luar.
Rani hanya ingin mereka berteman dan bermain
bersama tanpa melihat perbedaan di antara mereka semua.
Bermain dan bahagia dalam rangkulan hangat perbedaan yang menjadi satu kesatuan keberagaman yang ada di sekitar mereka.
Di sisi lain, saat melakukan banyak kegiatan photovoice, anak-anak diberi kesempatan untuk memotret benda-benda di sekitar mereka yang memiliki makna mendalam. Rani beserta anak-anak lainnya banyak memilih untuk memotret sebuah batu besar di dekat Musholla Sirojul Huda.
Beberapa anak menyatakan bahwa batu tersebut adalah pangkal dari tempat bermain mereka bersama-sama.
Meskipun pengalaman ini membuatnya kehilangan kepercayaan diri, Rani tetap menyampaikan pesan positif melalui gambarnya: “Sebagai orang baik, kita tidak boleh membully orang lain karena itu bukan hal yang terpuji.” Pesan ini menggambarkan harapan besar Rani untuk memiliki lingkungan yang saling menerima dan mendukung satu sama lain. Tanpa melihat miskin dan kaya maupun cantik dan buruk rupa penampilan seseorang dari luar.
Rani hanya ingin mereka berteman dan bermain bersama tanpa melihat perbedaan di antara mereka semua. Bermain dan bahagia dalam rangkulan hangat perbedaan yang menjadi satu kesatuan keberagaman yang ada di sekitar mereka.
Di sisi lain, saat melakukan banyak kegiatan photovoice, anak-anak diberi kesempatan untuk memotret benda-benda di sekitar mereka yang memiliki makna mendalam.
Rani beserta anak-anak lainnya banyak memilih untuk memotret sebuah batu besar di dekat Musholla Sirojul Huda.
Beberapa anak menyatakan bahwa batu tersebut adalah pangkal dari tempat bermain mereka bersama-sama.
Namun untuk bagi Rani, batu ini adalah simbol kebahagiaan dan kebersamaan. Di tempat itu, ia dan teman-temannya sering bermain dan melupakan tentang hal-hal yang tidak mengenakkan yang selalu mereka lalui setiap harinya.
Dimana mereka melepas tawa dan saling merangkul dalam setiap permainan yang mereka mainkan bersama tanpa memperdulikan lagi ‘Siapa Aku’ diantara mereka.
Namun bagaimanapun juga, kebahagiaan tidak berlangsung lama, hal ini disebabkan oleh sering munculnya bayang-bayang ejekan dan perundungan yang terus menghantui mereka. Sebentar tanpa masalah mungkin itulah yang mereka pikirkan mengenai tempat bermain tersebut dengan ciri khas batu besar yang menjadi penanda bahwa tempat tersebut adalah surga kecil bermain bagi mereka.
Seorang anak bahkan berkata, “Kami ingin tempat ini selalu jadi tempat yang aman, di mana semua orang bisa bermain dan belajar tanpa takut di bully kalau bisa kita jangan saling ejek ya!.”
Pernyataan ini menunjukkan betapa besarnya harapan anak-anak untuk memiliki lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan, baik fisik maupun verbal. Walaupun sebenarnya mereka tahu apa yang mereka alami tapi tetap saja mereka tetap bungkam dan memilih untuk menyimpan apa yang terjadi pada mereka.
Membangun Lingkungan yang Lebih Peduli
Cerita dan karya anak-anak ini menunjukkan betapa pentingnya peran orang dewasa dalam melindungi mereka dari bullying.
Dalam salah satu gambar, Rani juga menggambarkan seorang guru yang memberikan nasihat bijak, mengajarkan bahwa keburukan tidak boleh dilawan dengan keburukan. Peran guru dan orang dewasa lainnya sangat penting untuk memberikan rasa aman dan dukungan kepada anak-anak.
Namun, banyak anak merasa takut atau malu untuk bercerita, yang pada nantinya mereka pikir akan menjadi beban bagi orang lain. ‘Apakah aku pecundang?’ atau ‘Apakah itu kenyataan yang harus saya terima’. Ketakutan akan dihakimi tentu menjadi beban sendiri di pikiran mereka. Sehingga banyak sekali dari mereka memilih menyimpan sendiri pengalaman buruknya.
Hal ini menunjukkan pentingnya kegiatan seperti ini untuk membuka ruang komunikasi antara anak-anak dan orang dewasa. Orang tua juga memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam pembentukan karakter anak pada anak sedini mungkin. Dengan memberikan contoh perilaku yang penuh kasih sayang dan saling menghormati, mereka dapat menanamkan nilai-nilai empati sejak dini.
Baca Juga:
Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dan diperankan secara aktif dalam pembentukan lingkungan yang aman bagi anak-anak, seperti menyediakan ruang bermain yang bebas dari intimidasi ataupun menjadi pondasi utama dan pertama pendidikan untuk anak-anak mereka.
Kegiatan seperti olahraga, seni, atau permainan bersama bisa menjadi cara efektif untuk membangun solidaritas dan kebersamaan. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang tidak hanya aman, tetapi juga mendukung mereka untuk tumbuh dengan percaya diri dan saling menghormati satu sama lain.
Melalui seni dan cerita anak-anak di Musholla Sirojul Huda, kita bisa belajar banyak tentang betapa berharganya mendengarkan suara mereka. Mereka tidak hanya berbagi pengalaman, tetapi juga harapan untuk masa depan yang lebih baik, di mana bullying tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan mereka.
*Mahasiswa FKM Unsri