Jumat, 02 Mei 2025 09:37 WIB
Penulis:Susilawati
JAKARTA – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati oleh masyarakat Indonesia setiap tanggal 2 Mei.
Peringatan Hardiknas tidak dapat dipisahkan dari peran Ki Hadjar Dewantara, yang merupakan pelopor pendidikan di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional berkat perjuangannya dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tanggal 2 Mei dipilih sebagai Hardiknas karena bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Keputusan ini secara resmi ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959.
Baca juga:
Terkait hal tersebut, berikut beberapa rekomendasi film Indonesia Pendidikan yang bisa kalian tonton untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional.
Berikut beberapa rekomendasi film Indonesia bertema Pendidikan:
Film ini menceritakan perjuangan seorang anak dari suku pedalaman Papua bernama Denias dalam meraih pendidikan yang layak. Seluruh latar tempat diambil di Pulau Cendrawasih. Ceritanya diadaptasi dari kisah nyata seorang anak Papua bernama Denias, yang berjuang untuk meraih pendidikan di tengah kondisi lingkungan yang sulit.
Selain menyajikan kisah inspiratif, film ini juga menampilkan keindahan alam Provinsi Papua yang terekam dengan sangat memukau.Sebagian besar proses syuting dilakukan di daerah kerja PT Freeport Indonesia, sementara adegan yang menampilkan kampung halaman Denias diambil di wilayah pegunungan Wamena.
Film ini disutradarai oleh John de Rantau dan diproduksi pada tahun 2006. Film ini menampilkan sejumlah aktor dan aktris, termasuk Albert Thom Joshua Fakdawer, Ryan Stevano William Manoby, Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, serta Marcella Zalianty.
Melalui film ini, penonton dapat memahami betapa besar peran pendidikan dalam mengubah kehidupan seseorang, sekaligus menggambarkan betapa mahalnya akses pendidikan di wilayah-wilayah terpencil Indonesia.
Laskar Pelangi merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada tahun 2008 dan disutradarai oleh Riri Riza. Naskah film ini ditulis oleh Salman Aristo bersama Riri Riza dan Mira Lesmana, diadaptasi dari novel berjudul sama karya Andrea Hirata.
Film ini bercerita tentang perjalanan sebuah sekolah di pelosok Belitong yang menghadapi berbagai hambatan demi memberikan pendidikan yang layak bagi para siswanya. Kisah ini juga menampilkan nilai-nilai persahabatan, semangat juang, dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan.
Dalam Laskar Pelangi, penonton diajak mengenal sosok-sosok inspiratif—mulai dari guru yang penuh dedikasi hingga anak-anak yang tak kenal lelah mengejar impian mereka. Berkat kebersamaan dan ketekunan, mereka mampu membawa perubahan besar bagi sekolah mereka dan meraih prestasi yang gemilang.
Film ini mengisahkan tentang tiga sahabat, Amek, Umbe, dan Acan, yang tinggal di sebuah kabupaten di Sumbawa Barat. Mereka dikenal sebagai serdadu kumbang karena sering bermain dengan mainan berbentuk kumbang.
Meskipun prestasi akademik mereka kurang memuaskan dan sering membuat keributan di sekolah, ketiga anak ini tetap memiliki cita-cita. Di desa mereka, terdapat sebuah pohon yang dikenal dengan nama pohon cita-cita, di mana anak-anak menggantungkan botol yang berisi kertas dengan cita-cita mereka tertulis di dalamnya.
Film ini lebih banyak berfokus pada kehidupan Amek, seorang anak dengan bibir sumbing yang bercita-cita menjadi penyiar berita di televisi. Amek juga berbakat dalam berkuda dan memiliki kuda kesayangan bernama Smodeng.
Suatu ketika, Amek hampir kehilangan kudanya karena ayahnya harus membayar hutang. Beruntung, kakaknya, Minun, rela membantu dengan menggunakan uang tabungannya untuk melunasi hutang tersebut.
Selain berkuda, Amek juga harus belajar keras untuk bisa lulus Ujian Nasional. Beruntung, ada Bu Guru Imbok yang dengan sepenuh hati mengajarkan semua siswanya, bahkan di luar jam pelajaran. Akhirnya, serdadu kumbang berhasil lulus dari SD dan berjanji untuk lebih giat belajar di SMP.
Suatu hari, Butet Manurung (Prisia Nasution) jatuh pingsan di tengah hutan akibat terserang malaria. Ia kemudian diselamatkan oleh seorang anak suku bernama Nyungsang Bungo yang belum pernah dikenalnya sebelumnya.
Bungo berasal dari kelompok Anak Dalam yang tinggal di hilir Makekal, sekitar tujuh jam berjalan kaki melalui hutan dari hulu Makekal—tempat Butet mengajar. Tanpa sepengetahuannya, Bungo sebenarnya telah diam-diam memperhatikan Butet saat mengajar anak-anak di hulu. Pertemuan ini membuat Butet terdorong untuk juga mengajar anak-anak dari kelompok Bungo di hilir.
Namun, niat baiknya tidak mendapat dukungan, baik dari atasannya di lembaga tempat ia bekerja maupun dari masyarakat kelompok Bungo, yang masih percaya bahwa kemampuan membaca dan menulis bisa mendatangkan musibah.
Meskipun menghadapi banyak penolakan, Butet tetap gigih mengajar karena terinspirasi oleh kecerdasan dan semangat belajar Bungo. Sayangnya, bencana yang selama ini ditakuti oleh kelompok Bungo akhirnya terjadi. Keadaan ini memaksa Butet meninggalkan komunitas hutan yang telah begitu ia cintai.
Sokola Rimba merupakan film bertema pendidikan yang layak disaksikan oleh siapa pun yang peduli terhadap isu pendidikan dan kesetaraan sosial, serta sangat relevan untuk ditonton dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional.
Menceritakan tentang Pulung, seorang siswa kelas 2 SMP, yang mengalami kesulitan dalam menghafal Pancasila dan memahami makna lambangnya karena daya ingatnya yang lemah. Meski begitu, Pulung dikenal sebagai anak yang baik hati.
Sepulang sekolah, sebelum pergi mengaji di surau, ia selalu membantu Abahnya mengumpulkan beras perelek—tradisi turun-temurun di kampung mereka. Dalam tradisi ini, warga meletakkan satu kaleng susu berisi beras di depan rumah mereka sebagai sedekah.
Beras tersebut dikumpulkan tiga kali seminggu untuk kemudian diserahkan kepada Pak RT, yang akan menjualnya dengan harga murah kepada warga kurang mampu. Hasil penjualannya digunakan sebagai dana pinjaman bagi warga yang membutuhkan modal usaha atau bantuan lainnya.
Karena sifatnya yang tulus, suka menolong, dan mudah bergaul, Pulung pun diusulkan sebagai calon ketua OSIS, bersaing dengan Asih dan Fandi—dua siswa berprestasi di sekolah.
Meski lemah dalam menghafal, Pulung memiliki keunggulan di bidang visual. Ia berbakat menggambar, dan setelah dibimbing oleh Pak Zul, ia berhasil memenangkan lomba menggambar antar siswa se-Cianjur. Atas kemenangannya, ia menerima piala dan sebuah sepeda.
Yang menyentuh, Pulung menghadiahkan pialanya kepada Maman, putra Pak Zul yang juga gemar menggambar namun kehilangan penglihatan akibat penyakit demam tinggi. Sementara sepedanya digunakan Pulung untuk membantu mengumpulkan beras perelek, menggantikan sepeda Abahnya yang sudah tua.
Astronomi telah menjadi minat Sekar Palupi sejak kecil, terinspirasi oleh ibunya yang buta huruf namun selalu mengajaknya untuk mengamati langit malam. Sang ibu, yang bekerja sebagai penjual tempe, bermimpi agar anaknya kelak bisa menjadi bintang paling terang di langit malam.
Ia menyebut bintang itu sebagai lintang lantip, atau bintang yang cerdas, meskipun yang ia lihat sebenarnya adalah planet Mars.
Sang ibu tidak pernah lelah berjuang untuk memastikan Sekar mendapatkan pendidikan yang layak. Setiap hari, ia dengan setia mengantarkan Sekar ke sekolah meskipun harus bersepeda sejauh 7 kilometer.
Usaha keras sang ibu akhirnya membuahkan hasil. Sekar berhasil meraih gelar master di bidang astronomi, dan ia tak pernah melupakan pengorbanan ibunya yang telah membesarkannya dengan penuh cinta.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 01 May 2025