Cerita Dibalik Situs Wisata Kawah Tengkurep, Cagar Budaya Makam Kesultanan Palembang

Senin, 31 Januari 2022 06:18 WIB

Penulis:Nila Ertina

Editor:Nila Ertina

Makam Kesultanan Palembang Darussalam
Makam Kesultanan Palembang Darussalam (WongKito.co/Melati Arsika)

PALEMBANG, WongKito.co - Kota Palembang dikenal dengan Sungai Musi yang membelah kota dan Jembatan Ampera yang penuh sejarah, tetapi juga terdapat beragam situs peninggalan yang menjadi cagar budaya. Salah satunya Kompleks Pemakaman Kesultanan Palembang, Kawah Tengkurep.

Berlokasi di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II Palembang, Kawah Tengkurep menjadi tempat peristirahatan terakhir para sultan Palembang, kerabat keluarga, panglima, bahkan guru-gurunya.

Makna nama "kawah" bukan karena adanya sebuah kawah atau bagian puncak gunung yang terbentuk akibat letusan, melainkan itu ialah penanak nasi atau kuali besar. Sedangkan 'tengkurep' artinya ialah terbalik. Menurut juru kunci Kawah Tengkurep, Iksan (50) mengatakan, pemberian nama tersebut memilki cerita.

"Konon, saat zaman sultan ada acara hajatan besar-besaran. Mereka masak nasi dengan kawah, lalu mengaduknya terlalu kuat, akhirnya penanak itu tumpah jadi kebalik," ujarnya, Minggu (30/1/2022).

Dibalik cerita turun-temurun tersebut, kata Iksan, kawah yang tertumpah itu mempunyai makna yang dalam. "Manusia di muka bumi ini yang memiliki jabatan, kecantikan, keindahan, akan habis cerita kalau sudah di alam kubur nanti," imbuhnya.

Baca Juga:

Kompleks pemakaman ini memiliki enam cungkup atau bangunan makam. Pada cungkup utama, bagian atasnya berbentuk seperti kawah tengkurep, yang cekung di dalam dan menyerupai kubah masjid bila dilihat dari luar.

Salah satu bagian dari pemakaman keluarga Kesultanan Palembang Darussalam

Pada cungkup utama tersebut terdapat enam makam yakni pertama makam Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo beserta empat istrinya yakni Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, Ratu Mas Ayu dari Cina, dan Nyai Mas Naimah dari Palembang. Terakhir, makam Imam Ali al Idrus yang merupakan guru besar Sultan Mahmud Badaruddin.

Cungkup tersebut Memiliki tebal dinding 1,2 meter,  tinggi 15 meter dan lebar 8x8 meter persegi. Menurut Iksan, cungkup ini dibangun dari kapur pasr, putih telur dan juga batu.

"Bangunan ini dari tahun 1728, masih asli sampai sekarang. Adapub perubahnnya hanya dicat ulang dan ganti lantainya. Dulunya itu papan, karena lapuk dan sebagian sudah rusak jadi dibongkar, lalu dipasang keramik dan dilapisi karpet," jelasnya.

Sementara cungkup lainnya diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Sultan Mahmud Badaruddin, kerabat keluarga dan abdi dalem. Sementara bagian depan bangunan terdapat makam dari para panglima kesultanan.

Sebagai informasi, tidak sembarang orang bisa dimakamkan di Kawah Tegkurep. Sebab, hanya yang memiliki garis keturunan para sultan saja yang boleh dikuburkan disana.

"Masing-masing keturunan kesultanan Palembang memiliki petak makam. Setiap petak sudah memiliki ahli waris masing-masing, sehingga tidak saling gannggu. Disini khusus keturunan, jadi masyarakat umum tidak bisa dikuburkan di sini," pungkas Iksan. (Melati Arsika).