Jumat, 15 Agustus 2025 09:34 WIB
Penulis:Nila Ertina
Di tengah sorotan publik terhadap kinerja kepolisian, sebuah film dokumenter berjudul "Mantra Berbenah" hadir bukan sekadar sebagai tontonan, tetapi sebagai seruan keras untuk perubahan. Film ini bukan hanya menyajikan data dan analisis, tetapi juga menghadirkan suara-suara korban, aktivis, akademisi, dan pegiat HAM yang selama ini berada di garis depan perjuangan reformasi institusi Polri.
Peluncuran perdana "Mantra Berbenah" digelar di Resonansi, Rumah Belajar milik Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, pada 13 Agustus 2025. Acara nonton bareng dan diskusi ini dihadiri lebih dari 80 peserta dari berbagai latar belakang—mahasiswa, jurnalis, buruh, akademisi, hingga masyarakat umum. Mereka datang bukan hanya untuk menonton, tetapi untuk menyimak, berdialog, dan menyuarakan keresahan bersama.
Baca Juga:
Koalisi Reformasi Fundamental Polri (RFP), yang terdiri dari 28 organisasi masyarakat sipil, berkolaborasi dengan Watchdoc untuk menggarap film ini. Diskusi peluncuran menghadirkan pemantik dari berbagai perspektif: Arif Maulana dari YLBHI, Ahmad Sofyan selaku ahli pidana, dan Siti Aminah Tardi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP. Tak ketinggalan, perwakilan korban turut berbagi kisah langsung tentang dampak kesewenang-wenangan aparat.
Menyingkap Luka, Menggugat Sistem
Film ini mengangkat berbagai kasus pelanggaran HAM, penyalahgunaan wewenang, dan brutalitas aparat yang selama ini kerap luput dari sorotan arus utama. Dari data KontraS, tercatat 4.118 praktik kekerasan oleh polisi sepanjang 2019–2025, dengan 6.513 korban luka. YLBHI mencatat 35 kasus penembakan dengan 94 korban tewas. Komnas HAM menerima 4.485 aduan pelanggaran HAM oleh Polri, sementara Ombudsman RI menempatkan Polri sebagai institusi paling banyak dilaporkan selama lima tahun terakhir.
Tak hanya itu, "Mantra Berbenah" juga menyoroti paradoks dalam proses legislasi RKUHAP yang dinilai serampangan dan justru memperluas kekuasaan kepolisian. Situasi ini memperlihatkan minimnya kontrol demokratis dan lemahnya komitmen politik dari pemerintah maupun DPR RI untuk mendorong reformasi yang substansial.
Dari Pati ke “Jolly Roger”: Simbol Kekuasaan yang Tak Terkendali
Peristiwa kontemporer seperti penembakan gas air mata secara berlebihan di Pati, Jawa Tengah, dan razia terhadap warga yang mengibarkan bendera "Jolly Roger" anime "One Piece" menjadi bukti terbaru dari praktik represif yang sarat nuansa politis. Kepolisian, dalam banyak kasus, tampak lebih sebagai alat kekuasaan daripada pelindung masyarakat.
Film ini mengajak publik untuk tidak lagi terbuai oleh “mantra” reformasi yang hanya menjadi jargon. Ia menuntut pembenahan sistemik dan fundamental, termasuk pengawasan independen, transparansi, dan keterlibatan komunitas dalam proses perubahan.
Baca Juga:
Tak berhenti di Jakarta, "Mantra Berbenah" akan diputar di sembilan kota besar lainnya seperti Makassar, Manado, Pontianak, Bali, Medan, Malang, Padang, Palembang, dan Samarinda. Koalisi RFP membuka ruang bagi komunitas di daerah lain untuk menyelenggarakan pemutaran dan diskusi serupa. Dalam waktu dekat, film ini juga akan tersedia secara publik melalui kanal YouTube, memperluas jangkauan dan membuka ruang dialog di ranah digital.
Lebih dari sekadar dokumenter, "Mantra Berbenah" adalah refleksi kolektif dan ajakan untuk bertindak. Ia menantang publik, pemerintah, dan DPR RI untuk tidak lagi menunda reformasi kepolisian. Karena di balik setiap data, ada wajah-wajah yang terluka. Dan di balik setiap luka, ada harapan yang menunggu untuk disembuhkan.(*)