Selasa, 04 November 2025 19:33 WIB
Penulis:Nila Ertina

LAHAT, WongKito.co – Anak Padi bersama petani, masyarakat, dan mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Lahat melakukan aksi bentang spanduk di Jembatan Gantung Desa Telatang, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, yang berdekatan langsung dengan kawasan PLTU Keban Agung, sebagai rangkaian kampanye Toxic20.
Aksi pasang spanduk tulisan:“Racun PLTU Membunuh Sunga Pendian, Pule, dan Lematang” dengan membentangkan spanduk berukuran 4 x 8 meter. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari peluncuran kampanye nasional “20 PLTU Berbahaya di Indonesia” yang menyoroti dampak serius operasi PLTU terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di berbagai daerah, secara serentak, Selasa (4/11/2025).
Para peserta aksi menyuarakan keresahan atas kondisi lingkungan sekitar yang semakin rusak akibat aktivitas PLTU, terutama pencemaran yang telah merambah ke sungai-sungai yang menjadi sumber kehidupan warga.
Baca Juga:
Reza Yuliana, selaku koordinator aksi, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengingatkan publik dan pemerintah tentang ancaman serius dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Di PLTU Keban Agung, kami menyaksikan langsung bagaimana sungai-sungai yang dulunya menjadi sumber air bersih dan penghidupan warga kini berubah menjadi tempat pembuangan limbah,” ujar Reza.
Berdasarkan hasil uji laboratorium Kimia Analisis dan Instrumentasi FMIPA Universitas Sriwijaya, diketahui bahwa Sungai Pule memiliki pH 4,3 dengan status tercemar berat. Temuan ini telah dilaporkan oleh Anak Padi kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumatera Selatan, pada Agustus 2025, namun hingga kini belum ada tanggapan maupun tindakan lanjutan dari pihak berwenang.
Reza menegaskan bahwa kondisi ini merupakan bukti nyata dari kelalaian dan ketidakbertanggungjawaban korporasi dalam mengelola limbah batu bara, termasuk Fly Ash dan Bottom Ash (FABA). Limbah beracun tersebut terus mencemari tanah dan air tanpa adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah maupun perusahaan.
“Aksi ini adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan ekologis. Alam bukanlah korban, dan masyarakat tidak seharusnya menjadi pihak yang menanggung akibat dari kelalaian industri ekstraktif,” tambah Reza.
Anak Padi bersama peserta aksi juga menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan pemensiunan segera 20 PLTU berbahaya di Indonesia, termasuk PLTU Keban Agung yang telah lama meresahkan masyarakat sekitar.
Sementara itu, Eko, mahasiswa Universitas Terbuka Lahat sekaligus demisioner Duta Inisiatif Indonesia, menyampaikan harapannya agar kawasan sekitar Muara Maung dapat kembali menjadi lingkungan yang hijau, asri, dan bebas dari pencemaran limbah batu bara, sehingga warga dapat beraktivitas seperti sedia kala sebelum hadirnya industri batu bara.
“Harapan kami sederhana, lingkungan kembali pulih seperti dulu, udara bersih, sungai tidak tercemar, dan masyarakat dapat hidup sehat tanpa rasa khawatir terhadap dampak limbah batu bara. Aksi bentang spanduk hari ini adalah bentuk kepedulian agar suara masyarakat tidak lagi diabaikan,” ujar Eko.
Ia menambahkan, ke depan diharapkan tidak ada lagi pencemaran di sekitar lingkungan PLTU, serta masyarakat dapat terhindar dari berbagai penyakit dan dampak buruk akibat aktivitas batu bara, demi terwujudnya lingkungan yang aman, sehat, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Dalam dokumen AMDAL yang diterbitkan tahun 2009, pada pembahasan BAB Rona Lingkungan Hidup, diungkapkan aktivitas PLTU akan berdampak pada penurunan kualitas air, tak hanya kualitas air permukaan, seperti anak sungai dan Sungai Lematang tetapi juga air tanah, termasuk sumur warga.
Sesuai dengan dokumen AMDAL, ada 4 tahap RPL dan RKL PT Priamanaya yaitu tahap pra kontruksi, tahap konstruksi, tahap operasi dan tahap pascaoperasional, ditemukan pada tahap kontruksi perusahaan dan tahap operasi membahas penurunan kualitas air sungai, dan tahap operasi.
Dokumen menegaskan akan terjadi penurunan kualitas air Sungai Lematang pada tahap konstruksi dan melakukan tindakan pembuatan drainase sebagai bagian RPL lalu, RKL-nya pemantauan kualitas dan kuantitas biota air Sungai Lematang pada titik sebelum dan sesudah lokasi proyek serta evaluasi efektivitas drainase yang dibuat.
Sedangkan tahap operasional dampak penting terjadi penurunan kualitas air Sungai Lematang, karena kegiatan operasional PLTU dan transportasi serta penanganan limbah.
Baca Juga:
Adapun parameter yang terkena dampak, kualitas permukaan air dengan kekeruhan, kandungan Cu, pH dan Zn serta sejumlah zat lainnya yang terkandung.
Perusahaan diarahkan untuk mengelola air limbah dengan baik, penglolaan limbah batu bara dan pelaksanaan 3R. Kemudian, pemantauan kualitas air limbah yang dibuang ke Sungai Lematang.
Dokumen AMDAL menyebutkan pada tahap operasi terjadi penurunan kualitas udara ambien, akibat pengadaan batu bara, pengoperasian PLTU, transportasi daan penanganan limbah.(ril)