Klaim Asuransi tak Bisa Lagi Dibatalkan Sepihak, Simak Keputusan Mahkamah Konstitusi

Senin, 06 Januari 2025 18:24 WIB

Penulis:Nila Ertina

insurance-agent-working-site-car-accident-claim-process-people-car-insurance-claim.jpg
Ilustrasi klaim asuransi mobil. (Freepik)

JAKARTA -  Permohonan uji materi terhadap Pasal 251 KUHD yang diajukan oleh Maribati Duha dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024 dan diputuskan pada Jumat (3/1 /2025).

MK resmi memutuskan bahwa norma Pasal 251 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 secara bersyarat. Dengan putusan ini, perusahaan asuransi tidak lagi diperbolehkan membatalkan klaim asuransi secara sepihak.

MK Tegaskan Perlunya Kesepakatan dalam Pembatalan Pertanggungan

Pada keterangan resminya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan.'"

Baca Juga:

Norma dalam Pasal 251 KUHD dianggap tidak memberikan kepastian hukum karena membuka ruang interpretasi yang beragam, terutama terkait mekanisme pembatalan perjanjian asuransi. Pasal ini juga tidak secara eksplisit mengatur tata cara pembatalan apabila ditemukan hal-hal yang disembunyikan oleh tertanggung, meskipun hal tersebut dilakukan dengan iktikad baik.

Kelemahan Pasal 251 KUHD Menurut Mahkamah

Mahkamah Konstitusi mencermati bahwa Pasal 251 KUHD hanya memberikan pilihan dampak terhadap perjanjian, yaitu perjanjian dapat dibatalkan atau dibuat dengan syarat yang berbeda apabila ditemukan hal-hal yang keliru atau disembunyikan. Namun, tidak ada aturan tegas mengenai tata cara pembatalan akibat kesalahan tersebut.

Akibatnya, norma ini dinilai tidak memberikan perlindungan hukum yang adil, khususnya bagi pihak tertanggung. Dalam hubungan perjanjian, seharusnya ada prinsip keseimbangan posisi antara penanggung dan tertanggung. Namun, Pasal 251 KUHD terkesan hanya mengutamakan kepentingan penanggung dengan memberikan peringatan kepada tertanggung tanpa memastikan hak-hak mereka terlindungi.

Baca Juga:

Pentingnya Prinsip Keseimbangan dalam Perjanjian

MK menegaskan bahwa setiap perjanjian harus didasarkan pada prinsip kebebasan berkontrak dan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Pasal 251 KUHD dianggap gagal mencerminkan prinsip tersebut, sehingga menciptakan ketimpangan dalam hubungan antara penanggung dan tertanggung.

"Pasal ini seolah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung, tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama penanggung," jelas MK dalam putusannya.

Ketidakseimbangan ini menyebabkan Pasal 251 KUHD dianggap tidak memenuhi prinsip keadilan dan perlindungan hukum, khususnya bagi tertanggung yang seharusnya memiliki hak yang setara dalam kontrak asuransi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 06 Jan 2025