Masyarakat Adat
Kamis, 10 Agustus 2023 17:23 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA, WongKito.co - Komnas Perempuan kembali menyerukan kepada semua elemen bangsa untuk menjadikan peringatan hari masyarakat adat internasional 2023 sebagai momentum untuk terus menguatkan upaya-upaya pengakuan dan perlindungan terhadap perempuan adat.
Komnas Perempuan terus mengapresiasi keteguhan perempuan masyarakat adat, dan mengakui peran penting perempuan masyarakat adat sebagai penjaga garda depan dalam merawat bumi dan menjaga keseimbangan kehidupan manusia dan alam semesta di tengah perubahan iklim yang melanda secara global dan berdampak buruk pada kehidupan manusia. Komnas Perempuan juga mengakui perempuan masyarakat adat juga memiliki peran vital merawat nilai-nilai luhur tradisi yang melekat kuat.
Namun di sisi lain, masyarakat adat khususnya perempuan rentan mengalami berbagai diskriminasi dan kekerasan yang berdampak pada situasi rentan dan kemiskinan. Sebab hingga saat ini masih terjadi pengabaian terhadap pengakuan identitas, kebudayaan dan keyakinan masyarakat adat, sebagaimana disampaikan oleh Dewi Kanti Komisioner Komnas Perempuan.
Baca Juga:
Dari berbagai konsultasi yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, perempuan masyarakat adat menghadapi lapisan persoalan serius antara lain belum adanya payung hukum untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, termasuk pada pemenuhan dan pengakuan hak identitas. Tumpang tindihnya UU di tingkat nasional di berbagai sektor yang justru merentankan pada bentuk-bentuk penggerusan kehidupan dan potensi pemidanaan pada perempuan masyarakat adat. UU Pertambangan Minerba, UU Cipta Kerja, UU Agraria, UU perkebunan, UU Kehutanan, dan lainnya adalah beberapa contoh kebijakan yang merentankan masyarakat adat khususnya perempuan adat.
Komnas Perempuan juga mencatat bahwa suara dan pengalaman perempuan adat masih belum menjadi pijakan dalam tata kelola kebangsaan, dan pembangunan berkelanjutan, sehingga berbagai situasi konflik yang dihadapi perempuan masyarakat adat terkait dengan sumber daya alam, tata ruang wilayah membawa situasi kerentanan berlapis yang dapat membawa perempuan masyarakat adat menghadapi krisis ekstrim sebagaimana yang dinyatakan oleh PBB.
Veryanto Sitohang Komisioner Komnas Perempuan menjelaskan bahwa Catatan Tahunan 2023 Komnas Perempuan mencatat perempuan masyarakat adat menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan mengalami dampak lanjutan atas berbagai kebijakan yang dilahirkan yang mengabaikan pengakuan dan perlindungan serta pengalaman perempuan masyarakat adat.
Komnas Perempuan mencatat bahwa persoalan seperti pembangunan dan politik infrastruktur yang ekspansif dan massif yang tidak diiringi dengan ketidakpatuhan dalam memenuhi due dilligence tanggung jawab negara pada pemenuhan hak asasi manusia, termasuk adanya impunitas dan supremasi korporasi memberikan kontribusi besar melahirkan bentuk-bentuk kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan masyarakat adat.
Beberapa kasus yang dihadapi perempuan masyarakat adat di tahun 2023 antara lain kasus Pertambangan di Pulau Kecil dan Wilayah Pesisir, Konstruksi Pertambangan Timah Hitam dan Seng di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara, Deforestasi dan Perampasan Tanah di Wilayah Sumatera Utara, Pembangunan Bendungan sebagai Proyek Strategis Nasional di Nusa Tenggara Timur
Komnas Perempuan mencatat terdapat ketidaksesuaian peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah serta perlakuan dan pelayanan yang diskriminatif terhadap perempuan penganut agama leluhur, misalnya: a) pelayanan di Kementerian Agama hanya fokus pada agama mayoritas; b) pencatatan perkawinan penganut agama leluhur/kepercayaan dapat dicatat dengan syarat pemuka agama terdaftar dalam organisasi yang disahkan oleh negara; c) kolom layanan/aplikasi masih belum termasuk. a) hambatan pemakaman, b) Hambatan dalam pencatatan perkawinan bagi perempuan berdampak lebih jauh dalam memperoleh dokumen penting lainnya (akte kelahiran anak, KK, dll), yang juga berdampak pada akses pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, politik, dll. yang membutuhkan dokumen-dokumen yang diperlukan tersebut di atas.
Komnas Perempuan mengingatkan kepada pemerintah Indonesia telah menjadi salah satu negara yang mendukung menandatangani Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat (Declaration on the rights of Indigeneous Peoples- UNDRIP) yang ditetapkan Majelis Umum PBB pada 13 September 2007). Berpijak dari persoalan tersebut Komisioner Imam Nahei menyatakan bahwa Komnas Perempuan merekomendasikan:
Baca Juga:
Pertama: Pemerintah dan DPR melakukan pembahasan segera RUU Masyarakat Adat yang mencantumkan perlindungan secara khusus terhadap perlindungan perempuan masyarakat adat.
Kedua: Pemerintah sebagai negara anggota yang telah meratifikasi UNDRIP menindak-lanjuti komitmen deklarasi dalam berbagai sektor kebijakan yang tidak tumpang tindih dan berpijak pada suara dan pengalaman perempuan masyarakat adat.
Ketiga: Pemerintah membangun pemahaman pada kebijakan pembangunan yang berkelanjutan yang melibatkan secara aktif masyarakat adat dan kedaulatanya untuk mendukung kedaulatan bangsa dan upaya berdikari serta menciptakan perdamaian dunia.
Keempat: Para penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) agar mendukung partisipasi bermakna masyarakat adat termasuk dalam menyerap aspirasi dan persoalan yang dihadapi perempuan masyarakat adat.(ril)