Kamis, 30 Oktober 2025 12:58 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito

JAKARTA, WongKito.co - Media Inggris, The Guardian menggambarkan tiga tahun setelah diluncurkan, Ibu Kota Nusantara (IKN) menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Menurut The Guardian, kota yang sejak awal digadang-gadang sebagai simbol kemajuan teknologi dan keberlanjutan itu memang terlihat futuristik, namun minim aktivitas bak kota hantu.
Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran proyek ambisius ini dapat berakhir seperti “ghost city” jika tidak segera diimbangi dengan geliat ekonomi dan sosial yang lebih nyata.
The Guardian memaparkan, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dukungan fiskal untuk proyek ibu kota baru ini turun tajam. Pendanaan untuk proyek tersebut menunjukkan tren penurunan yang signifikan.
Pada tahun 2024, alokasi anggaran tercatat mencapai £2 miliar atau setara dengan sekitar Rp38,8 triliun (kurs Rp19.400). Namun pada 2025, jumlah itu merosot drastis menjadi £700 juta atau sekitar Rp13,58 triliun.
Masih menurut The Guardian, tekanan anggaran diperkirakan berlanjut hingga 2026, di mana pendanaan kembali turun menjadi hanya £300 juta atau sekitar Rp5,82 triliun.
Sementara itu, janji investasi swasta juga jauh dari harapan, target lebih dari £1 miliar gagal terpenuhi. Akibatnya, pemerintah menurunkan status Nusantara menjadi sekadar “ibu kota politik”, bukan pusat pemerintahan penuh seperti rencana awal.
“Ibu kota baru bukanlah prioritas bagi Prabowo. Secara politik, proyek ini seperti tidak mau mati tapi juga tidak mau hidup," kata Herdiansyah Hamzah, analis kebijakan publik dari Universitas Mulawarman, dikutip The Guardian, Rabu, 29 Oktober 2025.
Bantah Isu Kemunduran
Pemerintah menepis anggapan bahwa proyek Nusantara terancam gagal. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono, menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan pembangunan.
“Ini adalah komitmen saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan ini bahkan lebih cepat, dananya ada, komitmen politiknya ada. Mengapa kita harus meragukannya?” ujar Basuki. Menurut Basuki, pemerintah tidak memotong anggaran, melainkan mengalihkan untuk menyesuaikan prioritas pembangunan nasional.
Meski sudah diresmikan tiga tahun lalu, The Guardian juga menggambarkan IKN sebagai kota sepi. Hanya sekitar 2.000 ASN dan 8.000 pekerja yang kini tinggal di Nusantara, jumlah ini masih jauh dari target 1,2 juta penduduk pada 2030.
Banyak infrastruktur utama seperti jalan, perkantoran, dan jaringan listrik telah berdiri, namun sebagian besar wilayah kota masih dalam tahap konstruksi. Di malam hari, area yang dirancang sebagai distrik pemerintahan tampak sunyi, hanya diterangi lampu proyek.
Bisnis kecil di sekitar lokasi pembangunan yang dulu sempat booming kini terpuruk. Dewi Asnawati, pemilik warung di kawasan Sepaku, menyebut pendapatannya kini turun hingga setengahnya. “Sekarang, pendapatan saya turun hingga setengahnya,” kata Dewi Asnawati, pemilik warung di kawasan Sepaku.
Sementara pedagang setempat lainnya, Syarariyah, mengatakan bahwa setelah para pekerja pulang, aktivitas ekonomi di wilayah tersebut praktis terhenti. “Tapi ketika para pekerja pulang, semuanya berhenti,” tambah Syarariyah.
Pekerja konstruksi juga mulai merasakan dampak penghematan proyek. Lalu lintas kapal pengangkut material di pelabuhan sekitar pun menurun, membuat ekonomi lokal kian lesu.
Warga Adat dan Lingkungan Jadi Korban
Di sisi lain, warga adat Balik juga menyampaikan kekhawatiran serius terkait pemenuhan kebutuhan dasar, terutama akses air bersih. Salah seorang warga mengungkapkan selama ini pasokan air hanya mengalir ke kawasan proyek IKN. “Airnya hanya masuk ke IKN. Kalau berhenti, kami kehilangan segalanya. Tapi kalau terus berjalan, kami juga kehilangan.”
Kondisi ini memperkuat keresahan masyarakat lokal yang merasa tidak menjadi bagian dari pembangunan yang berlangsung di tanah mereka. Para aktivis lingkungan turut menyuarakan dampak ekologis yang kian mengkhawatirkan.
Mereka melaporkan bahwa lebih dari 2.000 hektare hutan mangrove telah hilang akibat ekspansi proyek, sehingga menurunkan fungsi perlindungan pesisir dan mengancam keanekaragaman hayati.
Perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menegaskan, masyarakat lokal berada dalam posisi yang paling dirugikan. "Masyarakat kehilangan dari sisi ekonomi dan kehilangan dari sisi lingkungan mereka rugi di dua sisi,” jelas Walhi dalam keterangan pers.
Sementara itu, pemerintah tetap mempertahankan narasi bahwa Nusantara akan menjadi “green capital” atau ibu kota hijau. Basuki Hadimuljono memastikan bahwa hanya 25% dari total 252.000 hektare lahan yang akan dikembangkan, sedangkan sisanya dipertahankan sebagai kawasan konservasi dan ruang hijau.
Namun, realitas di lapangan membuat para aktivis mempertanyakan sejauh mana keseimbangan antara pembangunan dan perlindungan ekosistem pesisir Kalimantan Timur benar-benar dijaga.
Di tengah polemik itu, sejumlah analis menilai perhatian Presiden Prabowo Subianto kini cenderung terfokus pada program makan bergizi gratis yang memiliki anggaran mencapai £15 miliar hingga akhir 2026, sehingga menjadi prioritas utama pemerintah. Dampaknya, proyek pembangunan Nusantara disebut perlahan kehilangan momentum politik.
Bagi sebagian pengunjung, Nusantara tampak seperti kota masa depan di tengah hutan Kalimantan. “Rasanya seperti Singapura, bersih, modern, seperti sesuatu yang mustahil di tengah hutan, tapi ini juga terasa aneh dan sepi. Belum ada siapa-siapa di sini," ungkap Clariza, pengunjung asal Surabaya.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 29 Oktober 2025.