Kamis, 06 November 2025 11:46 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito

JAKARTA, WongKito.co – Baru-baru ini kekhawatiran masyarakat semakin meningkat terkait banyaknya street photography (fotografi jalanan) yang mengambil orang tanpa izin, dan munculnya dugaan penyalahgunaan data pribadi melalui berbagai aplikasi digital dan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Bonifasius Wahyu Pudjianto menekankan, pentingnya etika dalam praktik street photography di Indonesia.
“Di beberapa negara yang sudah maju, kita mengambil foto orang saja harus ada permisi. Nah ini bagaimana dengan kita, ini terkait dengan budaya dan etika,” katanya, Jumat, 31 Oktober 2025.
Ia menegaskan, meski street photography merupakan bentuk ekspresi seni dan dokumentasi sosial, aspek privasi tetap harus dijaga. Mengambil gambar seseorang tanpa izin dapat menimbulkan risiko penyalahgunaan, termasuk penggunaan foto tersebut dalam konten digital atau aplikasi berbasis AI tanpa persetujuan dari pemilik wajah.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan, setiap kegiatan pengambilan gambar atau aktivitas fotografi di ruang publik harus mematuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Menjual atau menyebarkan foto seseorang tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Hak Cipta.
Meski dilakukan di ruang publik, setiap individu tetap memiliki hak atas privasinya. Terlebih jika foto tersebut digunakan untuk tujuan komersial atau dijual di platform digital demi keuntungan pribadi, tindakan tersebut tergolong sebagai pelanggaran hukum.
Street photography bukan sekadar foto candid orang-orang di jalan. Ia adalah cerminan diri fotografer sekaligus representasi kondisi manusia. Fotografer jalanan memberi kesempatan bagi generasi mendatang untuk melihat seperti apa kehidupan di masa tertentu, potongan nyata dari kehidupan sehari-hari. Di dalamnya ada keindahan, kebaikan, keburukan, dan sisi kelam masyarakat.
Aturan Fotografi Jalanan di Dunia
Dilansir dari Great Big Photography World, bagi para penggemar street photography, beruntung karena di Amerika Serikat kegiatan ini legal, mengingat tidak ada hak privasi yang diharapkan di ruang publik.
Artinya, fotografer jalanan diperbolehkan mengambil gambar orang lain tanpa izin di area publik, termasuk taman kota, trotoar, maupun jalanan. Banyak negara lain memiliki undang-undang serupa yang memperbolehkan kegiatan street photography. Namun, ada juga negara yang membatasi apa saja yang boleh difoto di ruang publik.
Misalnya, di beberapa wilayah Eropa seperti Prancis dan Jerman, street photography memang legal, tetapi terdapat sejumlah pembatasan. Di Jerman, misalnya, seseorang tidak boleh memotret orang lain dalam situasi yang tidak berdaya, seperti setelah mengalami kecelakaan.
Sementara itu di Prancis, mengambil foto seseorang yang dapat merugikan atau menyakiti perasaan mereka juga dianggap tidak pantas.
Dilansir dari Bob Books, di Korea Selatan, memotret seseorang bahkan di tempat umum tanpa izin dianggap sebagai tindak pidana. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berakibat hukuman penjara hingga lima tahun.
Negara-negara ini adalah contoh tempat yang memiliki batasan tertentu terhadap fotografi jalanan, meskipun secara umum sanksinya tidak terlalu berat, biasanya hanya berupa kemungkinan digugat secara perdata oleh individu yang merasa dirugikan.
Hukum dan peraturan terkait street photography berbeda-beda di setiap negara, mencerminkan perbedaan pandangan budaya terhadap fotografi, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berpendapat.
Bagi fotografer yang sering bepergian dan menekuni fotografi jalanan, memahami perbedaan ini sangat penting agar terhindar dari masalah hukum. Beberapa negara menerapkan undang-undang privasi yang ketat, menjadikan tindakan memotret seseorang yang dapat diidentifikasi tanpa izin tertulis sebagai pelanggaran hukum.
Salah satu contohnya adalah Uni Emirat Arab, di mana memotret seseorang tanpa persetujuan mereka dianggap sebagai tindakan pelanggaran hukum yang dapat dikenai denda serta hukuman penjara minimal enam bulan hingga satu tahun.
Beberapa negara memiliki pandangan budaya yang berbeda terhadap street photography, dan hal itu sering tercermin dalam kerangka hukum mereka. Di sejumlah negara, masyarakat mungkin lebih sensitif terhadap isu privasi dan merasa tidak nyaman jika difoto di tempat umum tanpa izin.
Misal, di Jerman, orang-orang cenderung lebih berhati-hati dan tidak terlalu suka difoto. Jika seseorang meminta kamu untuk menghapus foto mereka, sebaiknya turuti saja permintaan tersebut, tidak ada gunanya memicu konfrontasi hanya karena satu foto.
Sebaliknya, di beberapa negara lain, sikap terhadap street photography bisa jauh lebih santai. Kegiatan ini sering dipandang sebagai bentuk ekspresi artistik atau bagian alami dari kehidupan sehari-hari.
Di Amerika Serikat, undang-undang tidak mewajibkan seseorang untuk meminta izin saat mengambil foto di ruang publik. Artinya, fotografer jalanan bebas memotret orang secara spontan tanpa harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu.
Namun, perlu diperhatikan ketika meminta izin sebelum memotret seseorang, hal itu sebenarnya sudah keluar dari esensi street photography. Dengan meminta izin, kamu bisa kehilangan spontanitas dan kesan alami yang menjadi ciri khas utama dari gaya fotografi ini.
Tentu saja, pandangan tiap orang mengenai hal ini berbeda-beda. Sebagian fotografer berpendapat bahwa meminta izin adalah langkah yang paling tepat, sementara yang lain merasa bahwa foto candid lebih otentik dan sesuai dengan semangat sejati street photography.
Pada akhirnya, keputusan tersebut bergantung pada masing-masing fotografer, bagaimana mereka ingin memandang isu etika ini dan apa yang menurut mereka paling tepat.
Terlepas dari pandangan pribadi, penting untuk diingat bahwa tetap ada batasan yang harus dihormati terkait perilaku yang dianggap pantas bagi fotografer di ruang publik. Meskipun izin tidak diwajibkan, rasa hormat terhadap privasi dan kenyamanan orang lain tetap perlu dijaga.
Dalam praktik street photography, penting untuk diingat bahwa tidak ada hak privasi yang dapat diharapkan di ruang publik. Secara umum, seseorang tidak memiliki perlindungan hukum untuk melarang dirinya difoto di area yang dapat diakses publik. Namun, hanya karena kamu boleh memotret seseorang secara hukum, bukan berarti kamu harus melakukannya.
Sebagai fotografer jalanan, perlu tetap memperhatikan dan menghormati orang lain. Seperti halnya dalam konteks apa pun, sedikit etika dalam street photography dapat memberikan dampak besar. Gunakan pertimbangan pribadi dan pikirkan dampak dari foto yang diambil.
Dengan bersikap bijak dan penuh rasa hormat saat memotret orang di ruang publik, hal ini turut berkontribusi dalam menciptakan budaya street photography yang positif, etis, dan menghargai sesama.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 3 November 2025.