Senin, 29 September 2025 11:50 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito
JAKARTA, WongKito.co – Apakah kamu sering menolak tanggung jawab tambahan di kantor, tidak tertarik mengejar posisi manajerial, dan lebih mengutamakan kehidupan pribadi di luar jam kerja ketimbang karier? Jika iya, mungkin kamu termasuk dalam kategori career minimalism.
Menurut laporan terbaru Glassdoor yang dirilis pada Agustus, career minimalism menjadi istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan sikap generasi Z (Gen Z) terhadap dunia kerja.
Minimalisme sendiri adalah pilihan gaya hidup yang berfokus pada hal-hal esensial, mengurangi hal yang berlebihan, dan hanya mempertahankan hal-hal yang benar-benar membawa kebahagiaan.
Kehidupan sederhana tanpa keruwetan ini lebih mengutamakan hal mendasar, seperti hubungan, minat, dan perkembangan diri, daripada kepemilikan materi. Kini, sebagian orang menilai prinsip tersebut juga bisa diterapkan dalam karier.
Alih-alih mengejar jabatan bergengsi dan menanggung tanggung jawab tambahan tanpa bayaran lebih, sebagian generasi Z memilih menyederhanakan karier mereka dan menyimpan minat serta ambisi sejati untuk waktu di luar jam kerja.
Dilansir dari Fast Company, peneliti utama di Glassdoor Chris Martin mengatakan kepada Fast Company bahwa strategi ini muncul karena adanya perubahan cara pandang.
“Ini merupakan perubahan sadar dari ketergantungan berlebihan pada satu pemberi kerja, menuju batasan yang lebih jelas, definisi alternatif tentang kepuasan profesional, serta portofolio sumber pendapatan potensial untuk stabilitas finansial,” kata Martin.
“Bukan berarti generasi Z menolak bekerja. Mereka menolak versi kerja kuno yang selama ini dijual kepada mereka.”
Telah terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam definisi kesuksesan profesional di ekonomi saat ini, meninggalkan budaya hustle dan rise and grind yang mewarnai pengalaman banyak milenial dan menyebabkan banyak dari mereka mengalami burnout.
Saat ini, ketika pekerja muda menghadapi tantangan seperti pemutusan hubungan kerja massal, AI, dan ketidakstabilan ekonomi, respons mereka bukan bekerja lebih keras atau mengejar promosi.
Bahkan, menurut survei Glassdoor, 68% mengatakan mereka akan secara aktif menghindari posisi manajerial. Hal ini menunjukkan perbedaan jelas dengan ambisi karier generasi sebelumnya, yang masih melihat posisi kepemimpinan sebagai tujuan utama.
“Tangga karier tradisional menjanjikan pensiun, stabilitas, dan prestise sebagai imbalan atas komitmen jangka panjang. Generasi pekerja sebelumnya telah menyaksikan janji-janji ini hancur atau kehilangan maknanya, sehingga pandangan generasi Z pun berubah,” ujar Martin.
“Bagi banyak pekerja muda, tawaran gelar manajer tanpa kenaikan gaji terdengar seperti penurunan, tanggung jawab lebih besar tanpa manfaat tambahan. Definisi kesuksesan mereka lebih terkait dengan keseimbangan hidup dan keamanan finansial,” tambahnya.
Menurut data Glassdoor, ini bukan berarti generasi Z tidak ambisius. Meskipun disebut career minimalist, 57% karyawan Gen Z memiliki setidaknya satu pekerjaan sampingan, dibandingkan 48% milenial, 31% Gen X, dan 21% baby boomer.
Career minimalism bagi generasi Z berarti menjaga kesederhanaan di pekerjaan utama, yang membayar tagihan dan memberikan keamanan, sambil menginvestasikan waktu dan energi pada minat sejati di luar kantor.
Seorang anggota komunitas Glassdoor mengatakan, “Saya selalu bercanda bahwa saya tidak bermimpi tentang kerja keras. Jika orang benar-benar mencintai pekerjaan mereka, pekerjaan itu tidak akan membayar apa pun. Passion ada untuk jam 5 sampai 9 setelah jam 9 sampai 5.”
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 29 September 2025.