Pemilu 2024
Rabu, 21 Agustus 2024 10:39 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA —Partai politik berbondong-bondong bergabung ke dalam gerbong pemerintahan. Sampai dengan hari ini, hanya PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belum mendeklarasikan posisi politiknya.
Tanpa dua partai tersebut sekalipun, formasi KIM sudah sangat besar. Koalisi ini terdiri atas partai Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Garuda, Gelora, dan Partai Prima. Di sisi lain, pada Jumat 18 Agustus 2024, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan PDIP fokus menggerakan moral dan kebenaran.
Akan tetapi, partai berlogo banteng ini belum menentukan sikap resmi untuk bergabung atau menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Hasto mengatakan Presiden Soekarno berani keluar masuk penjara untuk mendapatkan kemerdekaan tanpa eksploitasi. Dia mengimbau masyarakat untuk tidak takut akan intimidasi.
“Buat apa mereka berjuang mengorbankan diri kalau akhirnya kekuasaan disalahgunakan dan konstitusi dimanipulasi? Kalau demokrasi dibelokkan? Kalau anggaran negara digunakan untuk politik elektoral?” ucap Hasto.
Sementara itu Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, mengatakan masih menunggu dinamika politik nasional untuk memutuskan bergabung pada koalisi atau menjadi oposisi. “Jadi oposisi enggak ada masalah, koalisi siap, kami lihat dinamikanya,” ucap Jazuli.
Dengan komposisi demikian, akankan oposisi masih bisa bertaji? Kehadiran oposisi dalam negara demokrasi amatlah penting. Menurut Pateman dalam bukunya yang berjudul “Participation and Democratic Theory”, kebebasan berpartisipasi dalam demokrasi-lah yang menciptakan oposisi, melalui perbedaan pendapat dan pandangan.
Kehadiran oposisi dalam demokrasi menjadi pembeda dengan pemerintahan yang demokratis dan tidak demokratis. Oposisi dalam demokrasi menjadi konsep pembagian kekuasaan. Lain halnya dengan negara tidak demokratis, di mana pembagian kekuasaan tidak berjalan beriringan sehingga kekuasaan hanya dipegang oleh penguasa saja.
Konsep oposisi dalam demokrasi sebagai penyeimbang dan pemberi kritik untuk pemerintah, dikarenakan pemerintahan tanpa oposisi hanya akan menjalankan segalanya dari satu sudut pandang saja.
Sehingga perbedaan pandangan dan komunikasi dihentikan dalam tubuh masyarakat, sehingga menghilangkan partisipasi masyarakat. Tentunya, hal demikian mencirikan kepemimpinan yang otoriter.
Baca Juga:
Oposisi juga menjalankan fungsi check and balances agar terjadi keberimbangan dan menjaga kontrol, agar memastikan pemerintah tidak berjalan dengan kepentingan pemerintahan saja. Serta memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat.
Demokrasi konseptual dengan kepemiluan pada intinya menjadikan kepemiluan sebagai inti dari demokrasi, konsep ini sering disebut sebagai demokrasi minimalis. Kemudian, konsep yang kedua memiliki budaya dan ideologi yang pada dasarnya menimbang nilai dari persamaan, partisipasi, kebebasan, toleransi, keadilan, hak universal, dan kesepakatan orang banyak.
Kesadaran beroposisi bisa dimulai dari setiap individu, dimulai dari penguatan kesejahteraan, kemandirian berpolitik, pendidikan politik, dan pemahaman atau kesadaran yang akan bermuara pada penguatan oposisi.
Kesadaran individu harus dilakukan tanpa patronasi, agar menciptakan oposisi organik yang tumbuh atas kesadaran individu akan politik. Patronasi juga seringkali ditunggangi oleh seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
Mengutip jurnal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), partai politik (parpol) menjadi kendaraan atau institusi oposisi dalam pemerintahan. Ada tiga hal yang diperlukan parpol untuk penguatan oposisi pada jiwa partai, pertama pemantapan ideologi, kaderisasi, dan kemandirian partai.
Baca Juga: Badan Gemuk Koalisi Indonesia Maju: PDIP Ditinggal Sendirian?
Pemantapan ideologi pada poin pertama mengacu pada keyakinan terhadap ideologi, dimulainya pemantapan terhadap ideologi dalam jangka waktu yang panjang tanpa harus melebur. Dengan begitu perbedaan warna oposisi dan petahana sangat kontras.
Bagi parpol yang memiliki kesamaan ideologi dapat membentuk koalisi untuk menguatkan daya tawar (bargaining position) kepada pihak lawan. Lalu, kaderisasi dalam partai harus dibentuk secara sistematis. Dengan kaderisasi yang sistematis akan menciptakan fungsionaris yang paham akan nilai, ideologi, dan tujuan partai.
Juga menjauhkan partai serta kader dari hal yang bersifat pragmatis dan sementara, selain itu tidak melupakan tujuan dan idealisme bersama. Selanjutnya, kemandirian partai terutama dalam keuangan menciptakan partai yang tidak dapat digerakan dan dipatronasi. Serta menjauhkan parpol dari hal yang bersifat mengikat dan utang budi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh trenasia pada 21 Aug 2024