Kamis, 17 Juli 2025 09:44 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito
JAKARTA, WongKito.co - Penurunan tarif Amerika Serikat terhadap produk dari Indonesia menjadi 19% membuka babak baru dalam lanskap ekonomi Indonesia. Kebijakan ini membawa angin segar bagi investasi dan perluasan sektor industri.
Di saat yang sama, hal ini menjadi tantangan serius bagi anak muda Indonesia yang tengah mencari kepastian karier di tengah arus perubahan global. Indonesia kini berpotensi menjadi tujuan investasi unggulan kedua di ASEAN setelah Singapura, melampaui Vietnam dan Thailand yang tarif ekspornya ke AS lebih tinggi.
Dengan daya saing tarif yang menguntungkan, relokasi industri dari kawasan seperti Thailand dan Kamboja diprediksi akan mengalir ke Tanah Air, khususnya di sektor elektronik dan otomotif.
Relokasi tersebut berpotensi menciptakan ribuan lapangan kerja baru pada 2025-2026. Anak muda diprediksi akan menjadi tenaga utama dalam sektor manufaktur, logistik, dan desain produk industri, terutama di wilayah yang sedang mengembangkan kawasan industri baru.
Industri alas kaki dan elektronik yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia ke AS masing-masing mencatat nilai ekspor Rp8,7 triliun dan Rp65 triliun per tahun. Stimulus tarif rendah akan mempercepat ekspansi sektor ini.
Anak muda yang menekuni bidang seperti supply chain management, industrial design, dan quality control akan semakin dibutuhkan. Tak hanya itu, investasi di bidang teknologi hijau seperti biodiesel dari kelapa sawit membuka peluang bagi profesi seperti insinyur kimia, teknisi energi terbarukan, dan ahli lingkungan hidup.
Ancaman: PHK dan Krisis Kualitas Kerja
Namun, tak semua kabar baik. Dibalik euforia investasi, terdapat ancaman serius: banjirnya produk impor dari AS, terutama elektronik dan komponen teknologi dengan tarif 0%, mulai menekan industri lokal. Sejak awal 2024, sedikitnya 24.000 pekerja tekstil telah kehilangan pekerjaan.
Kondisi ini menuntut anak muda untuk segera beradaptasi. Bidang pekerjaan yang tidak mudah tergantikan oleh mesin dan AI seperti customization product dan eco-friendly packaging menjadi pilihan yang lebih aman.
Selain itu, fakta bahwa 59% pekerja muda Indonesia masih berada di sektor informal memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah pekerjaan belum tentu sejalan dengan kualitasnya. Jika tak diimbangi dengan penguatan skill dan sistem jaminan sosial, anak muda bisa terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan minim perlindungan.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas, Harry, menyampaikan bahwa salah satu kekhawatiran utama terkait penurunan tarif impor adalah potensi masuknya daging ayam dari Amerika Serikat.
Ia menilai jika impor tersebut tidak dibatasi, industri perunggasan lokal Indonesia bisa mengalami kehancuran. Menurutnya, kondisi ini berimplikasi serius karena diperkirakan sekitar 5 juta lapangan kerja di sektor tersebut berisiko hilang dalam waktu singkat.
"Implikasinya sangat serius. Sekitar 5 juta lapangan kerja di sektor ini bisa hilang dalam waktu singkat," ungkap Harry.
Surplus perdagangan Indonesia dengan AS yang saat ini mencapai US$17,9 miliar juga diproyeksi menyusut hingga 20% akibat meningkatnya arus barang impor dari Amerika. Penurunan tarif AS bisa menjadi loncatan emas bagi anak muda Indonesia untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja global di bidang manufaktur dan teknologi hijau.
Namun, jika tidak diiringi oleh strategi peningkatan kualitas SDM, kebijakan ini dapat menjadi bumerang yang mempercepat deindustrialisasi dini dan menambah beban pengangguran generasi muda.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 16 Juli 2025.