Perkembangan Ojek Online: Dari Bisnis Transportasi hingga Ekosistem Raksasa

Selasa, 20 Mei 2025 14:40 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

ojol
Massa yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON)melakukan aksi damai dikawasan Jl Medan Merdeka. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan di antaranya meminta pemerintah untuk melegalkan ojek daring dan menuntut revisi serta penambahan Pasal Permenkominfo No 1 Tahun 2012 tentang layanan tarif pos komersial untuk mitra ojek daring dan kurir di Indonesia lebih rinci. Kamis 29 Agustus 2024. (TrenAsia/Panji Asmoro)

JAKARTA - Kemacetan di kota-kota besar Indonesia, terutama Jakarta, telah lama menjadi masalah kronis. Di tengah keterbatasan sistem transportasi publik dan tumbuhnya kebutuhan mobilitas cepat, masyarakat sejak lama mengandalkan ojek konvensional. 

Namun, layanan ini kerap tidak terorganisir, dengan tarif yang tidak transparan dan aksesibilitas yang terbatas. Dari kondisi inilah lahir gagasan yang akan mengubah wajah transportasi Indonesia secara drastis: ojek berbasis aplikasi atau ojek online. 

Dari yang awalnya hanya layanan pemesanan motor lewat telepon, kini menjadi bagian dari superapp dengan ekosistem luas yang mencakup pembayaran digital, pengiriman barang, bahkan layanan keuangan. Artikel ini mengulas sejarah ojek online di Indonesia berdasarkan perkembangan waktunya.

2009 - 2010: Kelahiran Gojek

Cikal bakal ojek online di Indonesia dimulai sekitar tahun 2009 hingga 2010. Pada masa itu, layanan transportasi berbasis aplikasi belum dikenal luas. Namun, seorang pemuda bernama Nadiem Makarim melihat potensi besar dalam sistem transportasi informal ini. 

Ia kemudian mendirikan Gojek pada tahun 2010, awalnya hanya sebagai layanan pemesanan ojek melalui call center. Dengan jumlah pengemudi yang sangat terbatas dan tanpa aplikasi, Gojek versi awal hanya menawarkan layanan yang menghubungkan penumpang dengan pengemudi melalui sambungan telepon.

Perubahan besar terjadi pada tahun 2015, ketika Gojek meluncurkan aplikasi mobile untuk Android dan iOS. Peluncuran ini menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya masyarakat bisa memesan ojek, memantau keberadaan pengemudi secara real-time, serta membayar layanan dengan lebih mudah. 

Tidak hanya menyediakan layanan transportasi, Gojek juga memperkenalkan layanan lain seperti pengiriman barang (GoSend), pemesanan makanan (GoFood), dan belanja kebutuhan harian (GoMart). Konsep superapp mulai diperkenalkan, menjadikan satu aplikasi untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat urban.

Baca Juga:

Kompetitor Asing ‘Turun ke Jalan’ pada 2015

Masih pada tahun yang sama, perusahaan asing pertama masuk ke pasar Indonesia. Grab, yang berasal dari Malaysia dan sebelumnya bernama GrabTaxi, mulai berekspansi ke Indonesia pada 2015. Awalnya mereka fokus pada layanan taksi online, namun segera memperkenalkan GrabBike, layanan ojek online, untuk menyaingi GoJek. 

Kehadiran Grab membawa persaingan yang ketat. Keduanya mulai berlomba dalam menarik pengguna dengan berbagai strategi promosi seperti diskon besar, bonus untuk pengemudi, serta ekspansi cepat ke berbagai kota.

Memasuki tahun 2016, pertarungan pasar ojek online di Indonesia semakin memanas. Gojek dan Grab mulai mendominasi kota-kota besar dan merambah ke kota-kota lapis kedua. Jumlah pengemudi meningkat secara signifikan dan masyarakat mulai mengandalkan aplikasi ini untuk kebutuhan harian mereka, mulai dari transportasi hingga pengiriman makanan.

Pada tahun 2017, Uber, perusahaan ride-hailing asal Amerika Serikat, mencoba masuk ke sektor ojek online Indonesia dengan meluncurkan UberMotor. Namun kehadiran Uber tergolong terlambat. Meski sempat mencoba menyaingi dominasi Grab dan Gojek, Uber kesulitan mengembangkan jaringan pengemudi dan pengguna. 

Akhirnya, pada Maret 2018, Uber resmi meninggalkan pasar Asia Tenggara setelah bisnis regionalnya diakuisisi oleh Grab. Keputusan ini sekaligus menandai berakhirnya persaingan tiga arah di sektor ride-hailing Indonesia.

2018: Dari Bisnis Ojek hingga Ekosistem Raksasa

Tahun 2018 hingga 2019 menjadi periode konsolidasi dan ekspansi ekosistem layanan. GoJek dan Grab mulai mengembangkan bisnis mereka di luar transportasi. Mereka memperkuat dompet digital masing-masing, GoPay dan OVO, memperluas layanan pengiriman makanan, bahkan masuk ke sektor keuangan mikro. 

Baca Juga:

Pada periode ini juga muncul pesaing baru seperti Maxim, aplikasi asal Rusia, yang menawarkan tarif murah dan sistem komisi ringan untuk pengemudi. Meski belum sebesar dua raksasa sebelumnya, Maxim berhasil menarik pengguna di beberapa wilayah.

Pandemi COVID-19 yang melanda pada tahun 2020 membawa dampak signifikan terhadap sektor transportasi, termasuk ojek online. Pembatasan sosial dan kekhawatiran terhadap penularan virus membuat jumlah penumpang menurun drastis. Dalam kondisi ini, GoJek dan Grab mengalihkan fokus ke layanan pengiriman makanan dan logistik. Mereka juga memperkenalkan fitur-fitur baru untuk memastikan keamanan layanan, seperti pengecekan suhu tubuh pengemudi dan kewajiban penggunaan masker.

Persaingan di Lantai Bursa Saham, IPO Gojek dan Grab

Tahun 2021 menjadi tahun penting bagi Go-Jek karena perusahaan tersebut melakukan merger dengan Tokopedia, membentuk entitas baru bernama GoTo Group. Langkah ini bertujuan memperkuat ekosistem digital yang terintegrasi, dari e-commerce hingga transportasi dan pembayaran digital. Tahun berikutnya, GoTo resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia pada 11 April 2022. 

Sebelumnya, Grab mencatat tonggak sejarah sendiri dengan melakukan penawaran saham perdana (IPO) di bursa saham Amerika Serikat, Nasdaq, pada 2 Desember 2021. Ini memperkuat posisinya sebagai pemain teknologi terkemuka di Asia Tenggara selain Gojek.

Otak-atik Regulasi

Dengan perkembangan yang sedemikian rupa, pemerintah mulai mengambil peran aktif dalam mengatur industri ojek online. Mulai tahun 2022 hingga 2023, Kementerian Perhubungan memberlakukan sejumlah regulasi, termasuk tarif batas atas dan bawah, perlindungan asuransi bagi penumpang dan pengemudi, serta standarisasi keselamatan berkendara. Aturan-aturan ini bertujuan menciptakan ekosistem transportasi online yang lebih adil dan berkelanjutan.

Hingga hari ini, ojek online terus berkembang. Isu-isu seperti elektrifikasi kendaraan, integrasi dengan sistem transportasi publik, penggunaan kecerdasan buatan untuk efisiensi operasional, dan peningkatan kesejahteraan pengemudi menjadi fokus ke depan. Ojek online bukan lagi sekadar moda transportasi alternatif, melainkan bagian dari infrastruktur mobilitas digital yang menjadi tulang punggung ekonomi modern Indonesia.

Dari sebuah layanan telepon sederhana di tahun 2010 hingga menjadi superapp yang digunakan oleh jutaan orang setiap hari, sejarah ojek online di Indonesia mencerminkan kekuatan inovasi lokal dan adaptasi terhadap kebutuhan zaman. 

Persaingan dengan pemain asing mendorong lahirnya solusi-solusi kreatif, sementara regulasi pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan teknologi dan perlindungan masyarakat. Masa depan ojek online tampaknya akan terus bergerak maju, seiring dengan berkembangnya ekonomi digital Indonesia.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Ananda Astri Dianka pada 20 Mei 2025.