Potret Gagap Penanggulangan Galodo

Selasa, 23 Desember 2025 19:33 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

IMG20251220181413.jpg
Fotografer asal Padang Rafdhi Rahmadi dalam pameran Musi Fotografis Festival 2025 yang digelar di Rumah Campus Palembang, 19-21 Desember 2025. (wongkito.co/yulia savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Gelondong kayu yang terbawa banjir bandang di penghujung November lalu menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana ini di Bumi Andalas, Sumatera Barat. Hal ini diungkapkan fotografer muda asal Padang, Rafdhi Rahmadi, dalam pameran Musi Fotografis Festival 2025 yang digelar di Rumah Campus Palembang, 19-21 Desember 2025.

Rafdhi bercerita bahwa galodo, sebutan banjir bandang di Minangkabau, menyebabkan puluhan orang meninggal dunia, kehilangan tempat tinggal, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat sekitar. Satwa liar juga kehilangan habitatnya akibat deforestasi yang ugal-ugalan. Ia menyebut galodo menggambarkan sikap penguasa yang gagap, lamban, dan omong doang.

Foto aliran Sungai Batu Busuk, aktivitas warga di pengungsian, rumah rusak, hingga boneka usang diambil Rafdhi di Kota Padang dan Malalak Timur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dia mendapat rekomendasi menuju ke Malalak karena termasuk daerah terdampak parah galodo pada Rabu, 26 November 2025 sore. 

Diakuinya, perjalanan dari Kota Padang menuju Malalak tanpa persiapan maksimal menjadi kendala selama di sana. Rafdhi sempat tertahan tiga hari karena jembatan putus dan intensitas hujan masih tinggi saat itu. Menjadi pengalaman berkesan bagi Rafdhi memotret kondisi bencana di daerah sendiri. 

“Foto galodo sesuai dengan tema festival, dan isu banjir bandang perlu disuarakan karena pemerintah gagap dalam penanggulangan bencana, terlalu banyak seremoni,” ungkapnya dibincangi di Palembang, Sabtu (20/12/2025).

Hal ini diungkapkan Rafdhi karena sudah melihat sendiri kondisi di lapangan. Dia bahkan mendapati ada warga yang datang dengan putus asa dari wilayah sebelah setelah menerobos sungai akibat putusnya jembatan. Warga ini datang karena sudah tidak bisa bertahan lagi di daerah asal.

Awalnya, Rafdhi cukup menerima bahwa bantuan datang terlambat karena semua daerah Sumatera Barat terdampak. Namun, ketika bantuan sudah datang, koordinasi tidak terarah sehingga beberapa barang menumpuk dan lama didistribusikan ke masyarakat terdampak.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan korban banjir Sumatera dari tiga provinsi (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) terus bertambah. Tercatat pertanggal 20 Desember 2025, 1.090 orang meninggal dunia dan 186 orang hilang.

Meski korban dan kerusakan bertambah, pemerintah belum juga menetapkan status bencana nasional. Padahal warga terdampak semakin menderita seperti yang ditunjukkan fotografer Rafdhi.  Sejumlah organisasi masyarakat sipil sudah menyampaikan seruan dan desakan agar Presiden Prabowo segera menetapkan status darurat bencana nasional. Penetapan tersebut disebut sebagai prasyarat penting untuk memastikan respon darurat yang terukur dan terkoordinasi.

Hingga akhirnya, warga Sumatera Barat secara resmi mengajukan notifikasi gugatan (CLS) atas dugaan kelalaian negara dalam mencegah dan menangani bencana ekologis yang terjadi, sebab seruan publik tidak kunjung direspon. Melalui CLS, warga meminta negara mengevaluasi kinerja perizinan, menghentikan pelanggaran tata ruang, serta melaksanakan pemulihan yang berkeadilan.

Butuh Respon Cepat dan Ekstra

Fajrillah, warga Aceh Tamiang, mengungkapkan melalui ruang rapat virtual pada Minggu (7/12/2025) bahwa banjir ini merupakan tsunami kedua bagi Aceh sehingga butuh respon penanggulangan yang cepat dan ekstra. Terutama penanganan kebutuhan kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan hamil, lansia, dan disabilitas.

Disinggung kebutuhan atas akses air bersih, Fajrillah mengatakan, banjir menyebabkan sumur tertimbun lumpur dan berbau. Sementara PDAM mati total karena tempat pengelolaan airnya yang berlokasi di Desa Terawang juga terbenam. Hal ini dibuktikannya dalam bentuk foto yang diterima WongKito.co di hari yang sama.

“Untuk suplai air bersih, ada bantuan dari warga melalui lembaga swadaya berupa penampungan air yang disalurkan ke empat desa. Setelah itu, barulah datang bantuan air bersih dari PUPR dan PMI,” kata dia.

Dari Sumatera Selatan, donasi bantuan untuk warga terdampak banjir Sumatera banyak dibuka oleh berbagai pihak. Seperti yang dilaksanakan di Musi Fotografis Festival 2025, anak-anak muda diajak berempati tidak hanya melalui foto tetapi dengan aksi nyata.

Dari kalangan ojek online juga terpantau memberikan membuka donasi untuk masyarakat terdampak di Sumatera Barat. Donasi yang terkumpul diwujudkan dalam bentuk 1.100 paket sembako, obat-obatan, perlengkapan bayi, pembalut wanita, detergen, hingga uang tunai.

Dari dunia kampus juga sudah bergerak, seperti Universitas Sriwijaya (Unsri) menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa obat-obatan, air bersih, masker, sembako, serta perlengkapan ibadah kepada korban bencana banjir di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, pada Sabtu (13/12/2025).

Klaim Pemerintah

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menanggapi opini publik yang menyebut pemerintah lambat dalam merespon bencana Sumatera. Dia menjelaskan, sejak hari pertama seluruh unsur pemerintah mulai dari TNI, Polri, Basarnas, hingga BNPB telah bergerak melakukan penanganan. “Tanpa kamera,” sebutnya dalam keterangan pers, Jumat (19/12/2025), dikutip dari laman Setkab.

Dia juga menyampaikan, Presiden dan Wakil Presiden telah turun langsung meninjau wilayah terdampak dan berulang kali mengunjungi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, termasuk ke wilayah dengan akses paling sulit.

Terkait status bencana nasional, dia menjelaskan, penanganan bencana di ketiga provinsi sejak awal sudah dilakukan dengan skala nasional. Dia menepis anggapan bahwa tanpa status bencana nasional, dukungan anggaran pusat tidak dapat disalurkan. “Semua langsung mobilisasi nasional, semuanya menggunakan dana pusat sebesar Rp 60 triliun, disaluran berangsur untuk rumah sementara, hunian tetap, fasilitas semuanya,” ungkap dia.

Dilansir dari Antara, Selasa (23/12/2025), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Agam, Sumatera Barat memperpanjang masa tanggap darurat bencana selama 14 hari ke depan, mulai dari 23 Desember 2025 hingga 5 Januari 2026. Bupati Agam, Benni Warlis menyampaikan alasannya bahwa masih banyak kegiatan yang harus dilaksanakan dalam penanganan bencana. Perpanjangan ini juga bisa dimanfaatkan sbeagai masa persiapan menuju tahapan transisi. (yulia savitri)