BRI
Senin, 01 Juli 2024 09:22 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA, Wongkito.co - Hasil riset atau kajian perkumpulan Aksi Ekologi, Emansipasi Rakyat atau AEER menemukan banyak perusahaan nikel di Sulawesi dan Maluku Utara serta Papua yang belum memenuhi Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) sesuai ketentuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Koordinator AEER, Pius Ginting mengungkapkan banyak temuan di lapangan yang menunjukan kalau masih banyak perusahaan nikel yang buruk dalam konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan, investasi maupun bisnis yang berkelanjutan sesuai dengan tiga kriteria tersebut yaitu lingkungan, sosial serta tata Kelola atau ESG.
ESG juga termasuk dengan bagaimana standar yang digunakan untuk mengelola investasi berdasarkan kebijakan perusahaan dengan penuh tanggung jawab, kata Pius menjelaskan, Sabtu (29/6/2024).
Baca Juga:
Ia menjelaskan dari hasil kajian yang dilakukan peneliti AEER ada berbagai permasalahan social dan lingkungan yang berdampak buruk terhadap keberlangsung hidup masyarakat dan lingkungan di daerah tempat beroperasinya perusahaan nikel.
Dia mencontohnya masyarakat di desa yang lokasinya tidak jauh dari kawasan PT Indonesia Morowali Industry Park (IMIP) mengeluhkan banyak perubahan buruk yang kini dialami warga akibat beroperasinya perusahaan tersebut, mulai dari lahan yang tidak produktif lagi untuk bercocok tanam dan berdampak juga pada menurunkan Kesehatan anak dan lansia.
Apalagi, operasional perusahaan itu juga mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batu bara atau biasa disebut PLTU Captive, ujar Pius.
Menurut Pius komitmen dunia meningkatkan produksi kendaraan listrik (EV) yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon global kontradiksi dengan nikel yang digunakan karena diproduksi dari energi dari batu bara.
Tak hanya itu, praktik-praktik yang tidak mengedepankan ESG menjadikan produsen EV sebagai penerima nikel untuk baterai memiliki andil dalam memengaruhi pasar dan standar nikel dengan menghentikan suplai nikel “kotor” tersebut untuk produksi EV mereka, tambah pius.
Karena itu, AEER melihat perlunya mendorong tiga oerusahaan produsen EV teratas yakni Tesla, VW, BYD untuk menghentikan suplai baterai maupun komponen baterai yang bersumber dari industri tambang dan pengolahan yang berkinerja buruk secara sosial ekologis serta tidak mempraktikkan aspek keberlanjutan dalam produksinya.
Baca Juga:
Untuk itu, AEER menyampaikan empat rekomendasi bagi BYD, Tesla dan VW sebagai berikut:
1. Menghentikan pasokan baterai dan komponen baterai dari nikel yang bersumber industri pertambangan dan pengelolaan yang berperformance buruk secara ESG dengan PROPER buruk yaitu merah dan hitam.
2. Menghentikan pasokan baterai dan komponen baterai dari sumber energi dari pembakaran batu bara, yang tentunya bertentangan dengan program dekarbonisasi.
3. Transparansi praktik berkelanjutan dari perusahaan pemasok nikel di Indoneisa. Hal ini, dapat dipenuhi dalam bentuk laporan tahunan perusahaan, keberlanjutan perusahaan, publikasi praktek ESG melalui media komunikasi perusahaan yang dapat diakses dengan mudah oleh publik.
4. Mendorong inisiatif untuk mengurangi ketergantungan pada tambang nikel primer. Upaya meningkatkan siklus nikel dengan daur ulang baterai. Karena nikel menjadi bagian penting dari solusi transisi energi global menuju arah yang lebih hijau dan berkelanjutan.(ert)
7 hari yang lalu
8 hari yang lalu