Segunung Derita Petani di Lingkar PLTU, Terdampak Praktik Energi Kotor

Sabtu, 25 Oktober 2025 09:31 WIB

Penulis:Nila Ertina

Editor:Nila Ertina

PLTU Keban Agung
PLTU Keban Agung (Foto WongKito.co/Magang/Joka Munir)

LAHAT, WongKito.co – Para Petani di Desa Telatang, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan menyuarakan keresahan atas penurunan produktivitas pertanian yang semakin terasa sejak beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah tersebut. Kondisi lahan yang tidak lagi subur, pencemaran air sungai, serta paparan debu yang terus menerus menyebabkan  turunnya hasil panen secara drastis.

Ahmad Supri (75), salah seorang  petani menjelaskan  sebelum PLTU Keban Agung beroperasi pada tahun 2012, masyarakat dapat menikmati hasil pertanian yang stabil dan juga berkecukupan.

Baru-baru ini Supri bercerita, dulu setiap musim panen setidaknya dalam satu bidang sawahnya, bisa mendapatkan  tujuh kwintal padi. Namun, setelah adanya aktivitas industri energi kotor tersebut, jumlah panen menurun signifikan.

"Kadang kami hanya panen sekitar dua kuintal saja," ucap dia lirih.

Baca Juga:

Ia menyebut kondisi menurunnya produktivitas lahan dan tanaman terus berlangsung sepanjang tahun.

Bahkan, ada petani yang terpaksa  membiarkan lahan terbengkalai, karena modal habis untuk membeli bibit dan pupuk tapi hasilnya tidak ada, ujar dia. 
 

Selain menghadapi permasalahan hasil panen, warga juga kesulitan mendapatkan akses air bersih. Sungai Pendian yang selama bertahun-tahun menjadi sumber air utama kini tidak lagi dapat dimanfaatkan.  Supri menerangkan bahwa limbah dari kolam penampungan PLTU kerap dialirkan ke sungai sehingga menyebabkan air keruh, hitam dan meninggalkan bau yang tidak sedap.

Ahmad Supri (75) salah seorang petani di lingkar PLTU Keban Agung. Foto WongKito.co/Magang/Miftahur Rizki 

Dampaknya cukup parah karena ikan yang dibudidayakan petani di kolam sekitar sungai mati. Petani pun kini menggali sumur untuk bisa memenuh kebutuhan air bersih, di kebun.

Ia menambahkan sebelum berdirinya PLTU, air sungai masih layak konsumsi dan menjadi sumber kehidupan masyarakat. Kini seluruh kebutuhan air bersih bergantung pada kondisi alam, seperti hujan.

Ketika hujan turun pada malam hari, warga menampung air karena hanya itu satu-satunya peluang mendapatkan pasokan air yang lebih layak.

Keluhan senada disampaikan juga oleh Semi (55), petani perempuan yang telah lama menafkahi keluarga dengan mengandalkan tanaman sayuran sebagai sumber penghasilan. Menurutnya, tanah kebun sudah tidak lagi subur sejak beroperasinya  PLTU.

Dia mengungkapkan tanaman cabai yang ditanamnya sering kali  gagal  panen,  karena sejak berbunga sudah mulai berguguran."Bunga layu, lalu gugur,  belum sempat menjadi buah cabai," kata dia belum lama ini.

Menurut dia dari satu bidang tanaman cabai biasanya hanya sekitar 30 persen saja cabai yang bisa dipanen.  

Penurunan hasil panennya terjadi secara bertahap sejak beberapa tahun terakhir, dan kini hasil yang diperolehnya hanya berkisar 4 karung dalam sekali panen. Pada massa sebelum PLTU berdiri, ia mampu memanen antara 12 sampai 20 karung cabai.

Tanaman kacang tanah milik petani di lingkar PLTU Keban Agung.Foto WongKito.co/Joka Munir

Tuntut Pemulihan Lahan Pertanian

Situasi ini semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sebagian besar bergantung bergantung pada sektor pertanian sebagai mata pencarian utama. Mereka harus menghadapi biaya perawatan lahan yang meningkat dan hasil panen yang menurun drastis, sementara itu kebutuhan hidup semakin tinggi.

Baca Juga:

Warga berharap berharap pemerintah daerah maupun pihak perusahaan dapat memberikan solusi konkret, khusunya dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi udara.

Masyarakat menuntut agar mekanisme pengelolaan lingkungan yang lebih ketat diterapkan demi memulihkan kualitas tanah dan air menjadi sumber kehidupan mereka.

Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan, menegaskan bahwa kondisi petani di Muara Maung dan desa-desa tetangga, seperti Desa Telatang dan Desa Kebur ini sudah dalam tahap serius. “Kami terus mendampingi petani yang terdampak PLTU Keban Agung, karena kerusakan nyata tanaman dan tanah petani yang tidak produktif lagi,” ungkapnya.

Ia menuntut pemerintah dan pihak perusahaan segera mengambil langkah pemulihan agar lahan kembali  bisa diandalkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalis dan petani dapat terselamatkan.(Mg/Luthfiah Revalina)