Simak Penjelasan OJK Terkait Trump Effect dan Dampaknya terhadap Perbankan Indonesia

Rabu, 12 Februari 2025 08:20 WIB

Penulis:Nila Ertina

Logo OJK
Logo OJK (Ist)

JAKARTA - Beragam kebijakan baru yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menuai beragam tanggapan, di seluruh penjuru dunia. Termasuk di sektor ekonomi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan optimisme terhadap kinerja perbankan di tahun 2025. Dian menargetkan pertumbuhan kredit tetap berada di angka dua digit, yakni di kisaran 9-11%.

“Kita optimistis. Target pertumbuhan kredit tetap double digit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga diperkirakan tumbuh cukup signifikan,” ujar Dian dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 yang digelar di Jakarta, Selasa (11/ 2/2025). 

Dia menegaskan pentingnya rasio permodalan yang tinggi sebagai bantalan menghadapi tantangan di tahun 2025.

Dinamika Suku Bunga dan Likuiditas Perbankan

Dian menyoroti tantangan yang dihadapi industri perbankan, termasuk tren suku bunga yang masih tinggi. “Rencana penurunan suku bunga yang awalnya diprediksi agresif ternyata tidak terjadi. Kita kemungkinan tetap berada dalam era suku bunga tinggi,” jelasnya.

Baca Juga:

Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif membuka peluang bagi perbankan untuk memanfaatkan pasar domestik. Dian berharap adanya investor asing dan domestik yang masuk untuk ekspansi usaha akan meningkatkan permintaan kredit.

“Sebenarnya masih ada harapan terhadap penurunan suku bunga domestik, yang diharapkan dapat menurunkan biaya dana. Namun, perbankan perlu mempertimbangkan tingkat suku bunga yang tetap menarik,” tambahnya.

OJK juga terus memantau ketersediaan likuiditas, yang menjadi faktor penting dalam penyaluran kredit. “Jika likuiditas tetap terjaga, maka penyaluran kredit dapat berjalan dengan baik,” ujarnya. Selain itu, perbankan diharapkan turut berpartisipasi dalam program-program prioritas pemerintah, seperti pengadaan perumahan, hilirisasi industri, pengembangan UMKM, dan program makan bergizi gratis.

Dampak “Trump Effect” dan Ketidakpastian Global

Dalam paparannya, Dian juga menyinggung potensi dampak terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Menurutnya, ketidakpastian kebijakan ekonomi AS dapat mempengaruhi inflasi global, memperkuat dolar, dan menyebabkan arus modal keluar (capital outflow).

“Terpilihnya Trump kemungkinan akan me-reverse peraturan-peraturan sebelumnya, sehingga wajar jika terjadi ketidakpastian” kata Dian.

Selain itu, keputusan Federal Reserve terkait suku bunga juga berpotensi berdampak pada investasi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Dian menegaskan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian dalam sektor perbankan harus tetap menjadi prioritas utama. 

“Sejak reformasi 2008, kita telah menerapkan standar internasional dan itu menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian,” ujarnya.

Konsolidasi Perbankan dan Penguatan Kapasitas BPR

Dalam aspek konsolidasi, Dian menilai bahwa tahun lalu industri perbankan relatif sepi dari aksi merger dan akuisisi. Namun, pada 2025, konsolidasi perbankan tetap menjadi kebijakan berkelanjutan. “Pemenuhan modal oleh perbankan dan bank daerah telah mencapai angka Rp3 triliun,” jelasnya.

Selain itu, konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga sedang berlangsung secara besar-besaran. “Ini akan meningkatkan kapasitas BPR sehingga mereka bisa berperan lebih optimal dalam ekosistem keuangan,” katanya.

Dian juga menyoroti kebijakan spin-off bank syariah, yang diperkirakan akan mendorong konsolidasi dua bank syariah pada tahun ini. Lebih lanjut, ia berharap dalam beberapa tahun ke depan ada bank yang bergeser dari Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) III ke KBMI IV. 

“Semakin besar bank, maka semakin efisien. Dan ini penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi,” tegasnya.

Target Pertumbuhan Kredit UMKM dan Regulasi Baru

Perkembangan sektor UMKM juga menjadi perhatian OJK. Dian menyebut bahwa berdasarkan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang diajukan, target pertumbuhan kredit UMKM pada 2025 diperkirakan mencapai 9%.

“Kami sedang menggodok Peraturan OJK (POJK) yang akan mempercepat akselerasi pertumbuhan UMKM. Regulasi ini akan mencakup seluruh siklus kredit, termasuk perencanaan, penilaian, evaluasi, serta pemanfaatan teknologi informasi,” ujar Dian.

Ia menekankan bahwa target pertumbuhan UMKM bukan hanya sekadar peningkatan kredit, tetapi juga harus sehat dan berkelanjutan. Efisiensi dan pendampingan akan menjadi bagian dari regulasi baru ini. “Salah satu poin baru tahun ini adalah memasukkan target pertumbuhan kredit UMKM ke dalam RBB masing-masing bank,” katanya.

Baca Juga:

Meskipun ada penurunan kredit di beberapa sektor UMKM, Dian menilai hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang tidak merata. “Untuk tahun 2025, sektor perdagangan besar dan eceran masih menjadi kontributor utama dalam penyaluran kredit UMKM,” tambahnya.

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi 8% di 2029

Sebagai penutup, Dian optimistis bahwa perbankan dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan strategi yang tepat, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 8% pada 2029.

“Peluang bisnis domestik perbankan masih terbuka luas, apalagi jika ditambah dengan program hilirisasi dan kebijakan lainnya. Jika dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, pertumbuhan sektor perbankan akan menjadi pendorong utama perekonomian nasional,” pungkasnya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 12 Feb 2025