Simak Sejumlah Katalis Ini Bikin Saham BUMI Meledak 200 Persen dalam 3 Bulan

Rabu, 10 Desember 2025 13:16 WIB

Penulis:Susilawati

Bumi-Resources.jpg
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) baru saja melaporkan kinerja keuangan kuartal I-2024. Hasilnya, emiten tambang terafiliasi Grup Salim dan Bakrie ini sukses mencetak laba bersih yang naik signifikan di tengah penurunan pendapatan. (Dok/Ist)

JAKARTA - Transaksi saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kembali mencuri perhatian pasar. Hingga penutupan perdagangan sesi I, Rabu 10 Desember 2025, harga saham BUMI melesat 21,32% ke level Rp330 per saham. 

Dalam sepekan terakhir, saham ini sudah menguat 37,50%. Jika dihitung sejak satu bulan lalu, kenaikannya mencapai 134,04%. Bahkan dalam tiga bulan terakhir, saham ini sudah melonjak sekitar 200%. Adapun nilai transaksi emiten tambang milik Grup Salim dan Bakrie itu sudah menembus Rp5,20 triliun. 

Kebangkitan BUMI ini tak lepas dari sentimen positif terkait anak usahanya, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), yang baru-baru ini resmi masuk ke indeks MSCI Large Cap mulai 24 November 2025, naik kelas dari indeks Small Cap. Kabar tersebut memicu arus beli investor asing yang kini mulai memburu saham-saham tambang dalam ekosistem BUMI. 

Baca juga:

Pada perdagangan sebelumnya, investor asing juga mencatatkan net buy untuk saham ini. Meski begitu, belum ada penjelasan pasti mengenai pemicu utama kenaikan harga BUMI yang begitu agresif dalam beberapa hari terakhir.

Di sisi fundamental, BUMI sebenarnya sedang memasuki fase baru transformasi bisnis. Dalam paparan publik pada 1 Desember 2025, manajemen BUMI membeberkan strategi besar yang akan mengubah wajah perusahaan: dari perusahaan batu bara murni, menuju portofolio yang seimbang antara aset termal dan non-batu bara. Perseroan menargetkan komposisi pendapatan 50:50 pada tahun 2031.

Direktur BUMI, Christopher Fong, menjelaskan bahwa stagnasi produksi batu bara inti menjadi alasan utama diversifikasi ini. Produksi dari dua entitas utama PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia diproyeksi stabil di level 77–78 juta ton pada 2026, tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. “Fokus kami sekarang pada logam dan mineral serta kegiatan hilirisasi,” ujar Christopher.

Berikut ini adalah sejumlah katalis yang mendorong penguatan saham BUMI.

1. Akuisisi Tambang Emas di Australia

BUMI tengah menuntaskan akuisisi Jubilee Metals Limited (JML), perusahaan tambang emas tahap produksi di Australia. Setelah proses konversi utang dan pembelian saham rampung, BUMI akan menguasai 64,98% modal disetor JML pada 15 Agustus 2026. Proyek ini didanai lewat Obligasi Berkelanjutan I Tahap III 2025.

Direktur Rio Supin menegaskan fokus utama kini adalah memastikan operasional JML berjalan sesuai jadwal, seiring prioritas eksekusi di lapangan.

 

2. Ekspansi Bauksit melalui Laman Mining

Selain emas, BUMI juga mengakuisisi 45% saham PT Laman Mining, pemilik tambang bauksit di Kalimantan Barat, dengan nilai transaksi US$59,1 juta. Langkah ini menjadi pintu masuk BUMI ke bisnis aluminium dan alumina yang potensinya terus berkembang. Untuk saat ini, manajemen menegaskan belum ada rencana menambah porsi kepemilikan.

3. Peluang Tambahan Kepemilikan di Masa Depan

Meski fokus saat ini pada eksekusi, manajemen membuka peluang untuk meningkatkan kepemilikan di JML maupun Laman Mining jika kinerja kedua tambang tersebut memenuhi ekspektasi. “Setelah itu baru diputuskan apakah BUMI akan menambah kepemilikan atau tidak,” kata Rio.

Strategi diversifikasi BUMI ini disambut positif oleh analis. Riset BNI Sekuritas dan CGS International Sekuritas kompak memberi rekomendasi Spec Buy untuk saham BUMI. Target harga jangka pendek diproyeksikan bergerak di kisaran Rp250–Rp256 per saham, sejalan dengan prospek ekspansi non-batu bara dan kenaikan harga komoditas.

“Target terdekat harga saham BUMI bisa menyentuh Rp248–Rp254 per saham,” tulis analis BNI Sekuritas dalam laporan risetnya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Ananda Astri Dianka pada 10 Dec 2025