Taman Kota Baturaja: Ruang Kehidupan di Jantung OKU

Sabtu, 28 Juni 2025 12:20 WIB

Penulis:Nila Ertina

Editor:Nila Ertina

Suasana sore di Taman Kota Baturaja, salah satu ruang terbuka hijau yang menjadi tempat rekreasi dan aktivitas masyarakat, Jum'at (27/06/25).
Suasana sore di Taman Kota Baturaja, salah satu ruang terbuka hijau yang menjadi tempat rekreasi dan aktivitas masyarakat, Jum'at (27/06/25). (Foto : Febri Afensi Juniansyah)

Oleh: Febri Afensi Juniansyah*

TAMAN Kota Baturaja bukan taman terbesar dan terbagus di dunia, tapi bagi warga Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), taman ini adalah pusat kehidupan kota. Di sinilah orang-orang bertemu, beristirahat, berolahraga, dan sekadar menikmati sore yang damai ditemani semilir angin.

Letaknya strategis, tepat di tengah Baturaja Lama. Dulunya, taman ini dikenal sebagai Lapangan A. Yani—nama yang masih akrab di telinga warga senior.

Di masa lalu, sebuah patung Jenderal Ahmad Yani berdiri kokoh di tengah lapangan, namun kini telah diganti dengan tugu jam besar dan payung putih raksasa.

Pergantian patung dengan tugu jam bukan tanpa alasan. Saat itu, warga dan tokoh agama merasa tidak nyaman karena posisi patung menghadap kiblat, padahal lapangan sering digunakan untuk salat Idulfitri. Sejak diganti, suasana terasa lebih luas dan cocok untuk kegiatan ibadah massal.

Baca Juga:

Taman ini selalu hidup, terutama saat sore menjelang malam. Ramai anak-anak berlarian, ibu-ibu menggelar tikar, dan remaja sibuk memilih filter terbaik untuk foto selfie mereka. Suasana riuh tapi menyenangkan, khas ruang publik yang dirindukan.

“Kalau sore ke sini tuh rasanya adem banget. Anak-anak bisa main, kita bisa duduk-duduk sambil makan gorengan,” kata Rina (43), warga Air Gading yang rutin mengajak keluarganya ke taman setiap akhir pekan.

Semakin membuat betah berlama-lama di taman, karena di sekeliling taman bermunculan pedagang kaki lima yang menyajikan aneka jajanan dari pentol, tahu pedas, hingga es doger. Beberapa lapak bahkan sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Dengan cita rasa khas pedagang kaki lima, rasa tetap enak meskipun Harga dibanderol terjangkau.

“Saya udah jualan di sini sejak tahun 2001. Dulu cuma bawa gerobak mi ayam, sekarang alhamdulillah udah punya tenda,” cerita Herman, salah satu pedagang yang dikenal pelanggan tetapnya sejak kecil.

Tak hanya kuliner, taman ini juga menyediakan area bermain anak. Ada perosotan, jungkat-jungkit, dan ayunan.

Walau kadang alat bermainnya kerap "diinvasi" orang dewasa yang ikut mencoba biasalah, nostalgia masa kecil tapi suasana tetap seru.

Di beberapa sudut taman, ada bangku-bangku taman estetik dan lampu taman yang menyala cantik saat malam datang. Tempat ini jadi area favorit pasangan muda, pencinta fotografi, dan mereka yang cuma ingin menenangkan pikiran.

Saat Lebaran, taman ini berubah fungsi menjadi tempat salat Idulfitri berjamaah. Ribuan orang berkumpul di atas rumput, berdiri bersisian dalam suasana penuh syukur. Di malam takbiran, lampu warna-warni dan gema takbir menambah hangat suasana kota.

Bangun 32 Taman

Taman Kota bukan sekadar tempat bersantai, tapi juga cerminan peradaban lokal. Di sinilah warganya bebas mengekspresikan diri, berjualan, berolahraga, bermain, bahkan berdiskusi politik ringan sambil menyeruput kopi kemasan.

Sejak 2016, Dinas Perkim OKU aktif mengembangkan taman-taman kota. Total ada 32 taman dibangun, termasuk taman tematik, seperti Taman Bunga Kemiling yang tak jauh dari pusat kota. Ini semua demi menciptakan ruang terbuka yang ramah dan hijau.

Taman Bunga sendiri jadi pelengkap Taman Kota. Ada bunga kertas warna-warni, taman baca, gazebo untuk bersantai, dan kolam kecil tempat anak-anak bermain air. Tak heran, banyak keluarga menjadikannya destinasi wajib akhir pekan.

Kehadiran taman-taman ini membuat suhu Baturaja jadi terasa lebih bersahabat. Udara yang tadinya kering, sekarang terasa lebih sejuk—terutama saat berada di bawah rindangnya pohon trembesi yang berjajar rapi.

Baca Juga:

Bagi warga Baturaja, taman kota adalah ruang publik yang membawa banyak cerita. Dari tempat janjian teman SMA, lokasi buka bersama massal, hingga titik temu para komunitas—semuanya berakar dari tempat sederhana ini.

“Taman ini bukan cuma tempat jalan-jalan. Buat saya, ini bagian dari kenangan masa kecil dan tempat kita melepas penat,” kata Rizki (27), warga Sukajadi yang sering datang ke taman setelah pulang kerja.

Dan meski zaman terus berganti, taman ini tetap jadi saksi bisu perkembangan kota. Dari masa analog hingga digital, dari permainan kelereng hingga TikTok, Taman Kota tetap berdiri sebagai panggung utama kehidupan warga.

Taman Kota Baturaja bukan sekadar tempat menunggu senja. Ia adalah ruang hidup yang terus tumbuh bersama warganya. Tempat di mana setiap langkah, tawa, dan cerita menjadi bagian dari denyut kota kecil yang penuh kehangatan.

*Mahasiswa Prodi Jurnalistik UIN Raden Fatah Palembang, Angkatan 2023