Perempuan
Rabu, 18 Desember 2024 17:35 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, Wongkito.co - Ketika fotografi masih didominasi laki-laki, bingkai peristiwa hanya akan terkonstruksi oleh mata lelaki. Seiring perkembangan peralatan foto yang memudahkan, saat ini sudah banyak perempuan menekuni fotografi dengan kepekaan dan sudut pandang yang berbeda. Namun, tidak dipungkiri fotografer perempuan masih berhadapan dengan banyak tantangan.
Seperti cerita Dewi Andriani, seorang fotografer stage asal Bali yang sekarang menetap di Palembang. Diakuinya, fotografer stage atau fotografer panggung masih dominan laki-laki. Tak heran, untuk memotret acara musik harus berstamina karena akan wara-wiri agar bisa mendapatkan momen bagus sesuai hentakan musik.
“Orang-orang masih memandang perempuan pasti cepat capek, mudah mengeluh, menye-menye kalau jadi fotografer. Padahal saat ini sudah ada kok fotogafer stage perempuan, termasuk official band perempuan juga ada,” kata Dewi dalam acara bincang-bincang di Musi Fotografis Festival “Memoar” 2024, bertempat di Gedung Kesenian Palembang, Selasa (17/12/2024) malam.
Baca Juga:
Terkait tantangan sebagai fotografer stage perempuan, Dewi menyampaikan ia harus bisa menjaga diri dari pelecehan. Apalagi, acara gigs umumnya berada di panggung rendah dan berskala kecil. Dia pernah menerima “cat calling” ketika di lokasi. Namun, ia tidak mengalami hal yang lebih buruk dari itu karena teman-teman di sana sudah paham pekerjaannya.
“Perempuan ada yang berani menghadapi dan ada yang nge-freez ketika mendapat pelecehan, baik fisik atau verbal. Saya sendiri termasuk yang berani untuk menegur bahkan menendang si pelaku dan melanjutkan memotret setelah itu. Akhirnya teman-teman pun paham untuk bisa menjaga sikap mereka. Band dan organizer juga mesti memastikan kenyamanan penonton perempuan,” jelasnya.
Karya-karya foto Dewi ditampilkan dalam acara tersebut. Terlihat dia banyak bermain di warna hitam putih dengan detail pada ekspresi. Untuk dapat menghasilkan foto-foto apik tersebut, Dewi memulai perjalanannya sebagai fotografer dari bawah.
Berawal dari hobi menonton gigs, Dewi berkeinginan untuk memotret band-band yang tampil. Dengan bekerja di perhotelan Bali akhirnya dia bisa membeli kamera. Dari sana terbuka jalan baginya bekerja sebagai fotografer dan sudah menerbitkan zine foto bertema Alerta pada tahun 2023.
Di kesempatan yang sama, Feny Selly, pengajar yang lama menekuni fotografi jurnalistik sebagai fotografer di kantor berita Antara menyampaikan, pergerakan fotografer perempuan terutama foto jurnalis cukup terbatas, ada area-area liputan dimana perempuan tidak bisa masuk. Contohnya haul di lingkungan Kampung Arab.
Baca Juga:
Feny juga mengakui, karya fotonya masih terpengaruh sudut pandang laki-laki. Rutinitas liputan yang menuntut foto berita juga mempengaruhi hasil foto. Beda ketika memotret untuk foto feature, lebih leluasa untuk dapat momen yang dicari dari sudut pandang perempuan.
“Saya pernah dikritik dan dinilai kehilangan sudut pandang perempuan dari foto saya. Alasannya ternyata karena saya banyak memotret di lapangan bersama rekan-rekan fotografer laki-laki. Lalu, disarankan untuk memisahkan dari fotogrefer lain. Jadi diri sendiri saja ketika di lapangan,” kata dia.
Meski belum terhimpun jumlahnya, Feny meyakini saat ini banyak fotografer perempuan. Apalagi sekarang jurnalis perempuan sudah bisa ambil foto bahkan video karena dipermudah dengan perkembangan kamera yang lebih ringan. Menurutnya, era sekarang jurnalis adalah fotogafer dan videografer, sekaligus jurnalis teks. Jadi, mereka dituntut multitasking dan menunjukkan kepekaannya dari suatu momen.
“Mungkin mereka tidak menamakan diri fotogafer, padahal mereka juga memotret,” ulasnya. (yulia savitri)