Dewan Pers
Sabtu, 18 Maret 2023 14:05 WIB
Penulis:Nila Ertina
Editor:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Muhammad Zidane Alif, siswa SMA Negeri 3 Palembang, saat ini tergabung dalam kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS di sekolahnya. Disibukkan dengan kegiatan organisasi terutama bidang Bela Negara membuat Zidane bertumbuh dan mengenal pelajaran demokrasi.
Tahun depan Zidane akan berusia 17 tahun seperti teman-teman seangkatannya. Dia cukup tahu bahwa usia 17 tahun merupakan batas minimal mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 mendatang.
Sejauh ini, dia sudah banyak mendapatkan informasi tentang isu politik Indonesia dan tokoh-tokohnya dari menonton talk show di televisi.
Sama halnya dengan Amalia Zaskiannisa, siswa SMAN 3 Palembang lainnya. Informasi terkait politik dan Pemilu cukup banyak ia dapat dari media.
Ketertarikan pada hal ini disalurkannya dengan menonton televisi, mendengarkan podcast, dan memantau media sosial.
Baca Juga:
Ia menyadari, untuk informasi Pemilu memang sebaiknya mencari di platform resmi agar tak termakan hoaks.
Diketahui, partisipasi politik masyarakat menjadi hal yang penting dalam proses Pemilu, tak terkecuali partisipasi Gen Z seperti Zidane dan Amalia.
Sebagai pemilih pemula, generasi yang lahir antara tahun 1997 - 2012 ini dinilai perlu perhatian lebih terkait tingkat partisipasi politiknya karena rentan terpapar hoaks. Kurangnya kesadaran berpolitik, dikhawatirkan akan menurunkan tingkat partisipasi politik pemilih pemula pada Pemilu Tahun 2024.
“Bagaimana agar berpartisipasi aktif dalam Pemilu sudah kami pelajari dari simulasi pemilihan ketua OSIS. Mulai dari mengenal calon kandidat sampai tata cara nyoblos. Di setiap kelas disediakan bilik suara, ada kertas suaranya dan tinta, jadi sudah ada bayangan Pemilu seperti apa,” ungkap Aisha Jingga Kinaya selaku Sekretaris Umum OSIS SMA Negeri 3 Palembang, saat dibincangi WongKito.co bersama pengurus OSIS lainnya belum lama ini.
Diakuinya, KPU dan Bawaslu sudah melakukan sosialisasi dengan memasang banner di sekolah dan mengundang pengurus OSIS dalam seminar tentang Pemilu. Namun, Jingga tidak menampik apabila hoaks terkait politik dan Pemilu cukup banyak diterima teman-temannya.
“Kami mendapati isu hoaks politik tentang tiga periode presiden. Saya paham kalau itu hoaks setelah mengikuti pemberitaan lanjutannya, ada klarifikasi dari partai-partai terkait dan dari presiden sendiri bahwa tidak akan ada tiga periode,” ujarnya.
Senada dikatakan Frizkhaylla Octara Ramadhani, siswa kelas XII SMAN 3 Palembang. Dia menuturkan, pernah ada tugas dari guru pelajaran PKN untuk menggali isu hoaks terkait Pemilu.
Ia mendapati informasi bahwa Pemilu 2024 akan diundur ke tahun 2029, yang artinya jabatan Presiden Jokowi akan sampai tiga periode. “Bersosial media memang mudah menemukan isu-isu hoaks seperti itu,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Khaylla sendiri mengaku sudah mencari tahu tentang politik, mengingat Pemilu 2024 merupakan momen nyoblos perdana baginya.
Isu hoaks lain yang ditemukan Gen Z, sambung Jingga, yakni terkait sabotase Pemilu. Media sosial banyak menyebut bahwa kandidat A pasti akan menang kalau maju mencalonkan diri karena adanya koneksi “backup” tokoh besar.
Dia tetap bakal menang walaupun peserta Pemilu memilih yang lain atau tidak memilih sama sekali.
“Banyak teman-teman yang termakan isu hoaks seperti ini. Apalagi di media sosial terlihat partai tertentu sudah mengusung calon kandidatnya, untuk apa memilih kalau sudah ditentukan Presidennya,” katanya.
Jingga juga menemukan, ada beberapa teman yang akhirnya tidak peduli sama sekali dengan Pemilu. Padahal informasi tentang Pemilu cukup mudah ditemukan di media sosial. “Jiwa demokrasinya sudah tidak ada karena atmosfer demokrasi di Indonesia yang banyak permainan. Mereka berpikir untuk apa memilih?”
Zidane menambahkan, beberapa temannya juga ada yang terpengaruh isu hoaks calon presiden.
“Sebagai pemilih pemula, Gen Z perlu bijak bermedia sosial, lebih banyak kroscek kebenaran suatu informasi politik. Tahu konsekuensi dari yang dipilih,” tegas Zidane.
Karenanya, Zidane menambahkan biasanya sering berdiskusi bersama kawan-kawan sesama pengurus OSI jika mendapatkan konten hoaks.
“Biasanya kami akan mengecek asal usul konten tersebut, lihat dari sumber medianya atau juga mencari informasi yang sama di media arus utama,” ujar dia
Ketua Bawaslu Palembang Muhammad Taufik menyampaikan, Gen Z memiliki angka cukup tinggi sebagai pemilih.
Dia mengingatkan agar Gen Z sebagai pemilih pemula jangan sampai tidak menyalurkan suaranya.
Menurutnya, Gen Z sangat dekat dengan medsos dan dunia digital.
Ia mengharapkan Gen Z bisa menjadi agen pengawasan apabila ada isu hoaks dan menjadi penangkal di masyarakat. Bawaslu mengaktifkan medsos juga untuk mendekatkan diri ke Gen Z.
“Bawaslu menganggap generasi ini masih idealis. Diharapkan partisipasi aktifnya sebagai pemilih sekaligus pengawas,” ujarnya.
Mengingat pentingnya partisipasi politik Gen Z sebagai pemilih pemula ini, KPU Palembang selaku penyelenggara Pemilu juga melaksanakan sosialisasi menjelang Pemilu 2024.
Selain sebagai pendidikan politik, sosialisasi ini juga untuk mengetahui kesiapan para pemilih pemula dalam menggunakan hak pilih pada pemilihan umum tahun 2024.
“Tentu dari coklit bisa diketahui warga 17 tahun itu bisa terdaftar jadi pemilih pemula pada tahun depan. Selanjutnya, data itu bisa digunakan KPU untuk menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan warga dapat menggunakan hak pilihnya saat Pemilu berlangsung,” jelas Pantarlih TPS 014 Kelurahan Sukabangun, Mei Sumarna.
Tips Agar Terhindar dari Hoaks Pemilu
Dosen FISIP UIN Raden Fatah Palembang, Yulion Zalpa mengatakan sebagai pemilih pemula tentunya gen Z kerap kali menjadi sasaran penyebaran konten hoaks.
"Biasanya konten banyak beredar di media sosial yang memang tidak bisa lepas dari keseharian gen Z," kata dia.
Karena itu, Yulion yang juga trainer cek fakta dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengajak gen Z aktif agar melakukan upaya mencegah terpapar hoaks dengan melakukan beberapa hal berikut ini.
Baca Juga:
Pertama: menyaring setiap informasi yang diterima, hal ini menjadi langkah penting untuk mendukung pemilih pemula tidak mudah terpapar hoaks, terkhusus saat pemilu.
Kedua: jika mendapatkan konten yang dicurigai mengandung hoaks, pastikan untuk melakukan pengecekan asal usul apakah dari media sosial atau website abal-abal.
Ketiga: bertanya kepada guru atau narasumber yang terpercaya lainnya juga sangat penting untuk menghindari hoaks.
Keempat: penting sekali generasi Z untuk sering mengakses situs resmi, seperti kpu.go.id dan bawaslu.go.id guna mengetahui lebih lanjut berkaitan dengan tahapan pelaksanaan pemilu.
Kelima: aktif berdiskusi sesama calon pemilih pemula dengan melibatkan narasumber yang terpercaya juga menjadi cara agar terus mendapatkan informasi terbaru dan benar menuju pelaksanaan pesta demokrasi.
"Jika kelima hal tersebut dilakukan, bisa dipastikan generasi Z akan kebal dari paparan hoaks," ujar Yulion.(yulia savitri)