Ekonomi dan UMKM
BBM Naik, UMKM Langsung Kena Imbas
PALEMBANG, WongKito.co - Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Palembang, Sri Rahayu mengungkapkan dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dipastikan akan dirasakan langsung oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sehingga produktivitas akan mengalami kelesuan.
"Pelaku UMKM dalam memasarkan produknya tentunya membutuhkan transportasi, sementara sektor ini paling awal yang terkena dampak kenaikkan harga BBM," katanya saat diwawancarai, Selasa (6/9/2022).
Berdasarkan fakta lapangan yang terjadi itu, dia mengatakan kebijakan tersebut akan dirasakan UMKM karena cost produksi yang turut melambung. Apabila hal ini terjadi secara bersamaan maka akan menyebabkan melonjaknya seluruh harga barang di pasar hingga kelangkaan produk dan bahan baku produksi suatu barang.
"Ini sudah menjadi hukumnya, kalau harga jual naik maka permintaan akan turun dan bila ini terjadi secara bersamaan tentunya ekonomi akan melesu, sebagian UMKM memang sekarang masih ada yang punya stok lama sehingga ada yang belum terasa," ungkapnya.
Baca Juga:
- Pengacara: Kasus Meninggalnya Anak Soimah Diteruskan ke Ranah Hukum
- Yuk Intip Dari Dekat Perakitan Mobil Listrik Peugeot
- Pemkot Palembang Siapkan Pasar Murah Dampak Kenaikkan BBM
Dia menjelaskan pemerintah daerah harus bisa menyiasati agar pelaku UMKM tidak gulung tikar alias tetap bertahan di tengah kenaikkan harga BBM.
Dengan langkah menyisihkan sebesar 40 persen dana APBD untuk melakukan pembelanjaan di sektor UMKM, sehingga pelaku usaha masih semangat dalam berproduksi dan membangkitkan ekonomi.
"Pemerintah harus segera merealisasikan dana sebesar 40 persen untuk melakukan pembelian produk UMKM, ini menjadi salah satu solusi. Kenapa saya menyasar ke UMKM, karena benar bahwa mereka turut menyokong perekonomian daerah," ujarnya pula.
Tidak hanya itu, dari sisi lain Sri juga menyebutkan subsidi yang ada saat ini akan lebih bijak apabila diberlakukan terhadap masyarakatnya dan bukan terhadap produk atau barang yang nantinya dikhawatirkan justru salah sasaran.
"Saya lebih sependapat apabila yang menerima subsidi itu langsung kepada masyarakat yang menerima, bukan malah barangnya yang disubsidi. Kenapa demikian, karena ini nantinya akan turut dinikmati oleh orang yang tidak seharusnya menikmati, seperti BBM subsidi misalnya," terang dia.
Kemudian runutan pemberian subsidi pun, lanjutnya, harus jelas dan transparan. Seperti program cash transfer dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) yang saat ini menjadi solusi lain atas kenaikan harga BBM, tentunya pemerintah pusat melaui pemerintah daerah harus kembali mengroscek data angka kemiskinan di setiap daerah.
"Kemudian penyaluran BLT yang disebutkan kemarin juga harus diperhatikan apakah sudah tepat sasaran atau malah tidak. Sekarang apakah sudah disurvei dengan benar, itu jangan-jangan di beberapa kantor pekerja yang tercatat gajinya di bawah Rp 3,5 juta hanya pendapatan pokok mereka, belum termasuk tunjangan lainya," katanya lagi.
Diakui Sri, melonjaknya harga BBM saat ini cukup memperkeruh kondisi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sebelumnya, sehingga masyarakat yang dalam hal ini konsumen dan produsen kembali ngos-ngosan setelah hampir bangkit dari keterpurukan dampak pandemi COVID-19.
"Harapannya pemerintah pusat dapat memberikan otonomi yang kuat terhadap pemerintah daerah dengan memastikan kembali penyaluran dana bantuan dan penggunaan dana 40 persen dari APBN tadi bagi UMKM," tutupnya.(rosi)