MTI Sumsel: Truk Batu Bara Lintasi Jalan Publik Langgar Pergub, Perlu Kajian Ulang

Ilustrasi (ist)

PALEMBANG - Kondisi lalu lintas Sumatera Selatan, terutama di jalan lintas tengah Sumatera dari Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim kini kembali terganggu akibat aktivitas truk pengangkut batu bara yang melintasi jalan publik tersebut.

Wakil Masyarakat Transportasi Indonesia, Sumatera Selatan Drs Syaidina Ali DIPI LL, MM mengatakan truk batu bara yang melintasi jalan publik tersebut telah melanggar komitmen yang telah dituangkan dalam Pergub Tahun 2018 tentang Jalan Khusus Batu  Bara sehingga perlu dilakukan pengkajian ulang.

"Hingga kini, kita tidak tahu siapa yang  bertugas mengawasi lalu lintas angkutan batu bara meskipun sudah ada regulasi," kata dia, Rabu (8/2/2023).

Ia menjelaskan, jalan publik baik yang dibangun pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota tentu secara konstruksi bukan untuk dilintasi angkutan komoditas.

Karena itu, penting sekali tindakan tegas dari pemerintah melakukan pengawasan guna memastikan jalan publik tidak digunakan oleh angkutan batu bara atau komoditas lainnya, seperi sawit yang selama ini banyak melintas sehingga menganggu aktivitas masyarakat dan merusak jalan, ujar dia.

Baca Juga:

Menurut mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan ini, pemprov perlu segera melakukan komunikasi dengan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota dengan melibatkan ahli untuk melakukan kajian ulang terkait regulasi angkutan batu bara.

"Bukan hanya menerapkan aturan yang telah ada yaitu Pergub 2018, tetapi bagaimana melakukan pengkajian terkait dengan transportasi batu baru secara konprehensif, dari dampak lingkungan maupun dampak lalu lintas," kata dia lagi.

Ia mencontohkan pemerintah sebagai pelayan publik harus memastikan bagaimana transportasi batu bara mulai diangkut dari tambang hingga sampai ke dermaga menuju Sungai Musi. Tentunya, dengan menggunakan jalan khusus komoditas.

Bahkan, jumlah angkutan dan nomor plat kendaraan pun, juga tonase batu bara yang diangkut harus terdata secara detail oleh masing-masing pemerintah daerah.

"Jangan hanya menganggap batu bara sebagai aset daerah, tetapi tidak tahu berapa banyak batu bara yang diangkut dan melewati jalan mana, karena pemerintah mestinya melakukan pengawasan optimal," ujar Syaidina Ali.


Gunakan Jalan Khusus, Dampak Lingkungan Batu Bara Berkurang

Sebenarnya, sejak 8 November 2018, Pemprov Sumsel telah mencabut Pergub Nomor 23/2013 tentang Tata Cara Pengangkutan Batu Bara di Jalanan Umum.

Baca Juga:

Dengan demikian, terhitung pada pencabutan Pergub tersebut, pemprov telah memberlakukan regulasi baru yaitu truk batu bara hanya boleh melintas di jalan khusus yang telah dibangun sepanjang 116 kilometer dari Desa Tanjung Jambu, Kabupaten Lahat sampai ke Pelabuhan Muara Lematang di Kabupaten Muara Enim.

Jalan tersebut saat ini di kelola oleh PT Titan.

Boni Bangun dari Perkumpulan Bersih Sumsel mengatakan jika Pergub 2018 diterapkan secara optimal maka akan mengurangi dampak lingkungan karena debu batu bara.

"Pergub 2018 tersebut sempat berlaku sehingga tidak ditemukan truk batu bara melintas jalan  umum, tetapi kondisi terkini truk kembali ramai," kata dia,

Ia mengungkapkan dari riset yang dilakukan Perkumpulan Bersih Sumsel, batu bara yang diangkut tersebut terbagi menjadi dua status tambang, yaitu tambang rakyat dan tambang milik perusahaan.

Sejauh ini, bukan hanya tambang rakyat tetapi tambang milik perusahaan pun melintasi jalan publik, meskipun saat ini truk-truk pengangkut batu bara sudah menggunakan penutup tetapi debu-debunya masih berterbangan karena memang tidak rapat penutupnya.

Dia bercerita bagaimana truk-truk pengangkut batu bara dari salah satu perusahaan dekat Bukit Serelo, Kabupaten Lahat menimbulkan debu-debu di sekitar jalan yang dilintasinya.

"Rumah-rumah warga terkena debu batu bara, bahkan penduduk jarang membuka jendela atau pintu rumah agar menghindari dampak debu emas hitam tersebut," papar dia.

Boni menambahkan mendesak sekali untuk dilakukan pengawasan yang tegas dan penerapan sanksi atas pelanggaran Pergub 2018 yang mewajibkan angkutan batu bara melalui jalan khusus tersebut.

"Seandainya semua aturan dan mekanisme diterapkan, optimistis dampak lingkungan dari aktivitas angkutan  batu bara dapat diminimalisir," kata dia.

Terkini, masyarakat masih terus terkena dampak polusi udara akibat paparan debu batu bara.

Di sisi lain, pengguna jalan juga mengeluhkan kemacetan lalu lintas, terutama mulai sore hari ketika truk batu bara melintas di jalan umum, demikian ungkap dia.(ert)
 

Editor: Nila Ertina

Related Stories