10 Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia

Sekaten, tradisi Maulid Nabi di Yogyakarta. (muhammadiyah.or.id)

JAKARTA, WongKito.co – Tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali dikenal pada abad ke-11 M di Mesir, pada masa Dinasti Fatimiyah. Awalnya, perayaan ini ditujukan untuk mengenang kelahiran Rasulullah sekaligus memperkuat persatuan umat Islam.

Dilansir dari baznas.go.id, seiring waktu, tradisi tersebut menyebar luas ke berbagai belahan dunia Islam dan diadaptasi oleh beragam budaya Muslim di Asia, Afrika, hingga Eropa.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu tradisi penting yang dilaksanakan oleh umat Islam di berbagai belahan dunia. 

Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW melalui berbagai kegiatan keagamaan, seperti pembacaan salawat, pengajian, serta bersedekah. Sejumlah ulama menyebutkan, perayaan Maulid merupakan wujud kecintaan umat kepada Rasulullah.

Imam Jalaluddin al-Suyuti, salah seorang ulama besar dalam sejarah Islam, menegaskan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW termasuk amalan yang baik, selama pelaksanaannya diisi dengan kegiatan sesuai syariat, seperti pembacaan Al-Qur’an, shalawat, serta pengajian (al-Suyuti, Husnul Maqsid fi Amalil Maulid).

Berikut beberapa tradisi Maulid Nabi di Indonesia:

1. Sekaten

Sekaten merupakan salah satu tradisi adat yang berkembang di tengah masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Upacara ini dimaknai sebagai peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang secara rutin digelar setiap tahun pada tanggal 5 hingga 11 Rabi’ul Awal, atau dalam penanggalan Jawa dikenal sebagai bulan Mulud.

Untuk penutuan upacara Sekaten akan dilakukan pada 12 Rabi’ul Awal yang ditandai dengan upacara Garebeg Mulud. Awalnya, upacara Sekaten digelar setiap tahun oleh para raja di tanah Hindu, dengan mengadakan selamatan atau sesaji yang ditujukan kepada arwah leluhur.

Seiring perkembangan zaman, tradisi ini kemudian menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Perubahan tersebut menjadikan Sekaten sebagai salah satu sarana penyebaran agama Islam, salah satunya melalui pertunjukan kesenian gamelan.

2. Endog-endogan

Dilansir dari pn-banyuwangi.go.id, tradisi Endog-Endogan merupakan salah satu bentuk perayaan Maulid Nabi di Banyuwangi. Dalam tradisi ini, pohon pisang dijadikan simbol penting karena memiliki filosofi bahwa pohon pisang tidak akan mati sebelum berbuah.

Hal ini dimaknai sebagai ajaran agar manusia tidak meninggal sebelum banyak beramal dan berbuat kebaikan kepada sesama. Selain itu, buah pisang yang selalu merunduk dipahami sebagai pengingat untuk senantiasa rendah hati. Hal ini menandakan andhap asor, beretika, dan rendah hati. Jadilah seperti buah pisang.

Dalam prosesi Endog-Endogan, terdapat hiasan telur yang diletakkan di pohon jodhang. Dahulu digunakan telur bebek, namun kini lebih banyak memakai telur ayam. Pesan simbolisnya, manusia diajak untuk meneladani sifat bebek yang mudah diarahkan, sehingga diharapkan umat pun demikian, mudah digiring ke jalan kebaikan.

Telur-telur tersebut kemudian dihias dengan kertas berwarna-warni, melambangkan kecintaan umat Islam di Indonesia terhadap ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah insaniyah, sekaligus mencerminkan nilai persatuan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Selanjutnya, hiasan tersebut diarak berkeliling kampung menggunakan becak, sementara sebagian lainnya ditempatkan di masjid. Prosesi ini dilakukan sambil melantunkan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad yang diambil dari kitab Al-Barzanji.

3. Walima

Tradisi Walima merupakan perayaan Maulid Nabi yang diwariskan secara turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo. Diperkirakan, tradisi ini mulai dikenal masyarakat pada abad ke-17, bersamaan dengan masuknya ajaran Islam di wilayah tersebut.

Dilansir dari kampungkb.bkkbn.go.id, meski tergolong tradisi lama, hingga kini Walima tetap terpelihata dan dijalankan dengan baik. Rangkaian acaranya diawali dengan pembacaan Dikili, yakni tradisi dzikir masyarakat Gorontalo yang dilaksanakan di masjid-masjid.

Hampir seluruh masjid di Gorontalo dipenuhi dengan lantunan dzikir bersama warga. Sementara itu, di rumah-rumah, keluarga biasanya telah menyiapkan beragam hidangan atau kue tradisional khas Gorontalo untuk melengkapi perayaan tersebut.

4. Baayun Maulid

Baayun Maulid adalah tradisi mengayun bayi atau anak kecil sambil melantunkan syair Maulid sebagai perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal.

Tradisi yang berasal dari masyarakat Banjar ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi, sekaligus doa agar kelak anak-anak Banjar tumbuh meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW serta berbakti kepada orang tua.

Dilansir dari diskominfomc.kalselprov.go.id, tradisi Baayun Maulid biasanya dilaksanakan di masjid. Ayunan yang digunakan terbuat dari kain sarung wanita atau tapih bahalai yang diikat pada bagian ujungnya dengan tali atau pengait.

Ayunan tersebut terdiri atas tiga lapis kain, dengan lapisan teratas berupa kain sarigading atau sasirangan, tenun khas Banjar. Hiasan ayunan biasanya dilengkapi janur pohon nipah, enau, atau kelapa, serta aneka simbol panganan seperti buah pisang, kue cucur, kue cincin, ketupat, dan ornamen lain.

5. Nyiram Gong

Tradisi ini dilakukan oleh Keraton Kanoman di Cirebon, Jawa Barat, dalam bentuk ritual pembersihan gamelan sekaten yang bertempat di kompleks keraton. Makna dari ritual tersebut adalah simbol penyucian diri untuk menyambut Maulid Nabi.

Bagi masyarakat Cirebon, momen ini juga menjadi kesempatan langka untuk menyaksikan gong pusaka yang hanya diperlihatkan sekali dalam setahun.

Prosesi pencucian gong pusaka diawali dengan doa dan shalawat, lalu dilanjutkan dengan penggunaan air bunga dari sumur Langgar Alit, air kelapa hijau yang telah difermentasi, serta bubuk batu bata merah. Pembersihan dilakukan dengan mengusapkan tepes (kulit kelapa kering) pada gamelan yang diletakkan di atas balok.

Bahan-bahan tersebut dipercaya dapat mencegah gong pusaka berkarat sehingga suaranya tetap jernih dan tidak fals.

6. Masak Kuah Beulangong

Dilansir dari Kemendikbud, salah satu kuliner khas Aceh yang populer adalah kuah beulangong, hidangan tradisional yang biasanya hadir dalam perayaan hari-hari besar Islam, termasuk Maulid Nabi Muhammad SAW. Masakan ini berasal dari Aceh Besar dan umumnya menggunakan daging sapi, kambing, atau kerbau.

Istilah beulangong sendiri diambil dari kata belanga yang berarti kuali besar, karena hidangan ini dimasak dalam jumlah besar hingga mencapai sekitar 200 porsi, sehingga membutuhkan wadah berukuran besar. Proses memasaknya memakan waktu kurang lebih dua jam serta membutuhkan banyak tenaga.

Tradisi memasak kuah beulangong biasanya dilakukan oleh kaum lelaki, yang menjadi bagian dari filosofi kuliner ini. Selain disajikan saat Maulid Nabi, kuah beulangong juga kerap dihidangkan pada acara buka puasa, Idulfitri, Iduladha, maupun pesta pernikahan, meski untuk acara terakhir biasanya daging kambing diganti dengan daging sapi.

7. Buat Ketupat

Kabupaten Sampang di Madura, Jawa Timur, memiliki tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW yang masih dijaga hingga kini adalah membuat ketupat dari janur atau daun kelapa muda.

Tradisi ini tidak berhenti pada proses pembuatan ketupat. Setelah ketupat selesai dianyam dengan penuh ketekunan, warga kemudian bergotong royong mengantarkannya ke pondok pesantren terdekat.

Pondok pesantren memiliki peran sentral dalam rangkaian Maulid, karena di sanalah shalawat dikumandangkan dan doa-doa dipanjatkan untuk menyambut kelahiran Nabi.

Ketupat yang dibuat menjadi simbol selamatan sekaligus bentuk penghormatan masyarakat kepada pesantren dan para santrinya.

Uniknya, ketupat khas Sampang ini benar-benar menggunakan janur sebagai pembungkus beras, berbeda dengan ketupat modern yang kadang memakai plastik atau bahan lain. Hal ini menegaskan nilai keaslian dan keberlanjutan dalam tradisi tersebut.

8. Tradisi Grebeg Maulud

Salah satu tradisi yang tetap terjaga di Yogyakarta dan Surakarta adalah Grebeg. Tradisi ini bermakna partisipasi masyarakat yang mengikuti Sultan serta para abdi dalem saat keluar dari keraton menuju masjid untuk melaksanakan upacara Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebelum mencapai puncak acara, terdapat sejumlah tahapan yang harus dijalani dalam prosesi ini.

9. Tradisi Maulid Bale Saji

Mengarak Bale Saji adalah salah satu tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang hingga kini tetap dijaga oleh masyarakat Bali. Bale Saji berisi hiasan bunga yang dipadukan dengan telur dan kertas, yang dimaknai sebagai simbol kelahiran.

10. Tradisi Karts Rammang-rammang

Tradisi Karts Rammang-rammang dirayakan dengan mengarak ratusan paket makanan menggunakan lebih dari 50 perahu yang melintas di sepanjang sungai. Perayaan ini menjadi ungkapan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW sekaligus wujud syukur atas berkah sungai yang telah menjadi sumber penghidupan masyarakat. Prosesi tersebut semakin meriah dengan hiasan ribuan telur.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Distika Safara Setianda pada 5 September 2025.

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories