3 Perusahaan Diminta Ganti Kerugian Korban Kabut Asap Karhutla di Sumsel

Tim kuasa hukum warga penggugat dan tim Greenpeace berikan keterangan pers usai sidang di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (12/12/2024) (Foto WongKito.co/Yulia Savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Perjalanan sidang gugatan kabut asap karhutla yang diajukan 11 warga Sumatera Selatan berlanjut dan didukung penggugat intervensi.

Agenda pembacaan gugatan warga terhadap tiga  perusahaan  bertempat di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (12/12/2024). Terpantau, pihak tergugat dari salah satu perusahaan turut hadir di ruang sidang.

Dalam persidangan, kuasa hukum membacakan kerugian materil dan imateril dari para penggugat akibat kabut asap karhutla. Nilai kerugian materil berbeda-beda, merentang dari kisaran Rp200 ribu hingga Rp200 juta. Adapun kerugian imateril dari tiap penggugat nilainya mencapai Rp10 miliar. Kerugian imateril ini berangkat dari rasa sakit emosional para penggugat serta hilangnya hak atas kesehatan dan udara bersih yang membuat mereka tak mampu beraktivitas secara normal akibat kabut asap.

Baca Juga:

Anggota tim kuasa hukum warga penggugat, Caesar Aditya mengungkapkan, pihaknya menyayangkan sikap kuasa hukum tergugat yang tidak profesional di persidangan. Menurutnya, ada indikasi menghambat proses sidang dengan meminta diundur sampai dengan awal tahun. "Padahal kita ada kesempatan satu minggu ke depan untuk melaksanakan persidangan dengan agenda mendengarkan jawaban dari tergugat," ujarnya ditemui usai sidang.

Sebelumnya, para tergugat tidak hadir di sidang pertama dan kedua. Pada sidang ketiga, hanya satu tergugat yang menghadiri undangan pengadilan. Selanjutnya para tergugat tidak menjawab resume mediasi para penggugat, hingga proses mediasi berakhir dan berlanjut dengan pemeriksaan pokok perkara.

Sementara itu, Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik mengatakan, pihaknya mendukung warga dengan menjadi penggugat intervensi. Melalui gugatan intervensi,  bisa disuarakan lebih kencang di ruang pengadilan tentang pentingnya pemulihan bagi korban kabut asap akibat karhutla. Menurut Kiki, negara semestinya menghukum perusahaan bukan hanya untuk mengganti kerugian warga, tapi juga memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi.

"Tanpa penggugat intervensi sebenarnya gugatan warga ini kuat, tapi kita tidak tahu nanti perjalanan sidang seperti apa karena warga menghadapi perusahaan yang besar. Kita tentu antisipasi hal yang tidak diinginkan," jelas Kiki dibincangi di Palembang.

Dia memastikan, tuntutan finansial yang besar dari warga ini dipastikan tidak menjadi masalah untuk perusahaan. "Apabila gugatan masyarakat menang, perusahaan harus membayar ganti rugi ke masyarakat. Jika perusahaan tidak menjalankan hasil putusan, maka citra perusahaan ini bisa menjadi sorotan sebagai perusahaan tidak benar."

Konsesi perusahaan kayu alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman industri (HTI) jelas berdampak mengikis keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, yang ujungnya berdampak memperparah pemanasan global.

Baca Juga:

Alih fungsi lahan untuk tanaman monokultur ini pula yang merusak ekosistem, sebab acapkali perusahaan mengeringkan gambut dengan membangun kanal. Walhasil, ekosistem gambut rentan terbakar. Dalam kurun 2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu hektare, atau setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL. Dari angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi dalam periode 2015-2020. Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175 ribu hektare.

Dari temuan tersebut, Greenpeace Indonesia menilai bahwa aktivitas usaha tersebut merupakan salah satu sumber pencemar signifikan untuk kualitas udara dan ekosistem wilayah KHG SSSL. Selain berimbas ke kesehatan publik, aktivitas perusahaan hingga kabut asap karhutla dari konsesi mereka pun berkontribusi besar terhadap krisis iklim. Emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap jelas menghambat upaya penurunan emisi, bahkan menggagalkan target iklim pemerintah Indonesia. (yulia savitri)

Editor: Redaksi Wongkito
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories