KabarKito
9 Dampak Negatif Jika Anak Masuk Sekolah Terlalu Pagi
JAKARTA , WongKito.co – Ada satu pertanyaan umum yang pasti pernah kita tanyakan dalam hidup kita, “Mengapa sekolah harus dimulai sepagi ini?” Sebagai seorang anak, kebanyakan dari mereka benci bangun pagi-pagi untuk bergegas ke sekolah.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menginginkan seluruh sekolah di provinsinya untuk memberlakukan jam masuk mulai pukul 06.30 WIB.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 58/PK.03/DISDIK yang mengatur mengenai jam efektif di satuan pendidikan yang berada di wilayah Jawa Barat.
Dalam SE tersebut, kegiatan belajar mengajar diberlakukan pada Senin hngga Jumat. Selan itu, jam sekolah PAUD hingga SMA/SMK dimulai pukul 06.30 WIB.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Imam Zanatul Haeri menilai, jam masuk sekolah tersebut dianggap terlalu pagi, bahkan tidak sesuai dengan standar umum yang berlaku secara internasional.
“Malaysia, China, Amerika Serikat rata-rata masuk sekolah sekitar 07.30 pagi.Sedangkan India, Rusia, Kanada, Korea Selatan masuk sekolah pukul 08.00 pagi. Lalu Singapura dan Jepang masuk pukul 08.30 pagi,” katanya.
Ia berpendapat penerapan jam masuk sekolah yang lebih siang di negara-negara tersebut tidak menghambat jalannya belajar mengajar.
Di sisi lain, perubahan jam masuk sekolah tersebut dinilai menimbulkan sejumlah persoalan. Salah satunya, tidak semua siswa dan guru berdomisili dekat dengan sekolah.
- Harga Emas Antam Naik Rp1.000 Pergram Hari ini, Cek Rinciannya
- Yuk Buat Bolu Gulung Pisang Krim Keju
- Hoaks: Video Candi Borobudur Kebakaran, Cek Faktanya Yuk!
P2G meminta Dedi Mulyadi untuk belajar dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang sebelumnya telah menerapkan kebijakan masuk sekolah lebih pagi.
Pada 2023, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, menginstruksikan agar kegiatan belajar mengajar bagi siswa SMA dan SMK di wilayah Kupang, NTT, dimulai pukul 05.00 WITA. Hal tersebut menjadi sorotan dari berbagai pihak.
“Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 Wita sehingga pukul 04.30 Wita mereka sudah harus jalan ke sekolah sehingga pukul 05.00 Wita sudah harus di sekolah supaya apa, ikut etos kerja,” kata Viktor.
“SMP nggak boleh, kalau SMA dia tidur, mulai tidur pukul 10.00 Wita jadi pukul 04.00 dia sudah harus bangun, cukup tidur enam jam. Mandi setengah jam, setengah jam perjalanan, di kota ini tidak jauh, 30 menit sudah sampai sekolah, pukul 05.00,” imbuhnya.
Setelah tahap uji coba dan evaluasi, jam sekolah diubah menjadi pukul 05.30 pagi. Dan pada akhirnya, kegiatan belajar mengajar kembali pukul 07.00 pagi.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut dampak negative jika anak masuk sekolah pagi:
1. Kurang Tidur
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Sleep Health tahun 2017 menunjukkan bahwa anak-anak yang memulai hari mereka di sekolah sebelum pukul 08.30 pagi cenderung sulit memenuhi kebutuhan tidur minimal yang dibutuhkan tubuh mereka, yaitu sekitar 8 hingga 10 jam per malam.
2. Prestasi Sekolah yang Menurun
Kurangnya waktu tidur dapat membuat anak-anak menjadi murung dan berdampak buruk pada kinerja mereka di sekolah. Selain itu, jam masuk sekolah yang terlalu pagi memberi tekanan pada pola tidur mereka, sehingga membuat mereka merasa lesu sepanjang hari.
Dilansir dari National Center For Health Research, tertidur di kelas membuat anak-anak tidak bisa belajar, tetapi itu bukan masalah terbesar bagi siswa yang mengantuk.
Yang lebih umum, kurang terlihat, dan karenanya menjadi masalah adalah siswa yang tidak tidur selama 8-9 jam merasa lebih sulit berkonsentrasi di kelas dan kemampuan mereka untuk mengingat apa yang mereka baca atau dengar pun terganggu.
3. Kurang Aktif
Kurang tidur akibat jam sekolah yang dimulai terlalu pagi dapat menyebabkan tubuh kekurangan energi untuk menjalani aktivitas harian.
Kondisi ini bisa mengakibatkan anak kehilangan semangat dan dorongan untuk tetap aktif. Akibatnya, anak tampak lesu saat mengikuti berbagai kegiatan
4. Kurang Waspada
Ketika anak harus masuk sekolah terlalu pagi, tingkat konsentrasinya bisa menurun, sehingga kewaspadaannya pun berkurang saat melakukan berbagai aktivitas.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya hal-hal berbahaya, seperti cedera atau kecelakaan, terutama jika anak bepergian sendiri atau mengendarai kendaraan menuju sekolah.
5. Gangguan Mental
Dilansir dari Sleep Foundation, kurangnya waktu tidur bisa meningkatkan risiko munculnya gejala depresi dan gangguan kecemasan pada anak-anak. Bahkan, kurang tidur dapat meningkatkan risiko anak melakukan percobaan bunuh diri, yang tentu sangat membahayakan.
Selain itu, anak yang kurang tidur berisiko menjadi ketergantungan pada obat penenang atau obat tidur untuk mengatasi kecemasannya. Penggunaan obat-obatan tersebut secara tidak tepat justru dapat memperburuk kondisi anak, membuat mereka semakin gelisah dan sulit tidur.
- Data Jumlah Pengangguran Pemerintah dan IMF Beda, Siapa yang Bisa Dipercaya?
- Update Harga Pasar KM 5 Palembang: Ayam dan Telur Naik, Cabai dan Bawang Stabil
- Malam Takbiran Iduladha: Warga Padati Masjid Agung Palembang, Antusias Beri Makan Hewan Kurban
Penelitian dalam jurnal Eur Child Adolesc Psychiatry juga menunjukkan remaja laki-laki berusia 16 hingga 18 tahun lebih berisiko mengalami insomnia dan depresi dibandingkan remaja perempuan.
Di sisi lain, beberapa anak mungkin menunjukkan perilaku mirip dengan gejala ADHD, seperti menjadi lebih rewel atau hiperaktif.
6. Hilangnya Kehidupan Sosial
Dilansir dari Shemford Futuristic School Gurugram, orang tua kesulitan menjalani aktivitas sosial di hari kerja karena anak-anak harus bangun pagi untuk sekolah keesokan harinya.
Anak-anak pun sering melewatkan acara keluarga di malam hari. Bahkan, jika mereka tidur terlalu larut, mereka cenderung tertidur di dalam bus sekolah, yang dapat meningkatkan risiko cedera.
7. Tidak Ada Waktu Berkualitas Bersama Keluarga
Pagi hari biasanya dihabiskan orang tua untuk menyiapkan anak-anak dan mengantar mereka ke halte bus, lalu bersiap untuk aktivitas mereka sendiri. Rutinitas ini menjadi tantangan tersendiri.
Jika jam masuk sekolah disesuaikan dengan jam kerja orang tua, pagi hari bisa dimanfaatkan untuk berolahraga, belajar mandiri, berjalan-jalan pagi, atau menikmati fasilitas di sekitar lingkungan.
8. Berperilaku Menyimpang
Selain berdampak buruk pada kesehatan mental, kurang tidur juga dapat mendorong munculnya perilaku menyimpang pada anak.
Beberapa bentuk perilaku menyimpang tersebut seperti peningkatan risiko anak memiliki kebiasaan merokok, serta mengonsumsi minuman beralkohol atau zat seperti ganja.
Semakin sering mereka mengonsumsinya, semakin larut mereka tidur, dan semakin lelah saat harus bangun untuk sekolah keesokan harinya.
9. Obesitas
Remaja yang kurang tidur juga lebih berisiko mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Kurangnya waktu tidur menyebabkan perubahan hormon dalam tubuh mereka, yang membuat mereka merasa lebih lelah dan lebih sering lapar. Anak akan lebih seing makan dengan porsi banyak.
Karena tubuh terasa lelah, mereka cenderung kurang berolahraga dan lebih sering mengonsumsi minuman berkafein tinggi gula. Hal ini memicu siklus buruk seperti berat badan bertambah, stres meningkat, dan tidur pun jadi semakin berkurang.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Distika Safara Setianda pada 10 Juni 2025.