KabarKito
Data Jumlah Pengangguran Pemerintah dan IMF Beda, Siapa yang Bisa Dipercaya?
JAKARTA, WongKito.co - Lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook edisi April 2025, memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 5%. Angka ini menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Asia, hanya sedikit lebih rendah dari China yang diperkirakan stagnan di angka 5,1% sejak 2024 hingga 2026.
Tren peningkatan ini bukan tanpa dasar. Dalam dua tahun terakhir, IMF mencatat bahwa tingkat pengangguran Indonesia naik tipis, dari 4,9% pada 2024 menjadi 5% di tahun ini, dan bahkan diprediksi mencapai 5,1% pada 2026.
Namun, Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan arah sebaliknya. Menurut BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) justru mengalami penurunan dari 4,82% menjadi 4,76% pada Februari 2025.
Tak hanya itu, proporsi pekerja penuh waktu juga meningkat dari 65,6% menjadi 66,2%, menandakan semakin banyak warga bekerja dengan jam kerja normal. Sementara itu, jumlah setengah penganggur menurun dari 8,5% menjadi 8%.
Meski demikian, Hasan mengakui adanya peningkatan jumlah pengangguran secara absolut, yakni sekitar 83.000 orang dibanding tahun sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa lonjakan ini bukan semata karena pemutusan hubungan kerja (PHK), melainkan juga karena masuknya angkatan kerja baru seperti lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang belum terserap pasar kerja.
Baca Juga:
- Melemah Rp16.000 pergram, Berikut Daftar Harga Emas Antam Hari Ini
- Batik Parang UMKM Kaliurang Kian Moncer Berkat BRI
- Hoaks: Tautan Rekrutmen Relawan Baznaz untuk Iduladha
“Jadi memang ada PHK, tapi penciptaan lapangan kerja baru juga terjadi dan jumlahnya lebih banyak,” ujar Hasan.
Data Pengangguran Versi BPS
Data lebih lengkap disampaikan langsung oleh Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti. Ia menyebut bahwa jumlah pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, meningkat sekitar 83.450 orang dibanding Februari 2024. Kenaikan ini terjadi di tengah meningkatnya total angkatan kerja yang kini mencapai 153,05 juta orang, bertambah 3,67 juta dari tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari wilayah, tingkat pengangguran masih lebih tinggi di daerah perkotaan dengan angka 5,73%, meskipun telah turun dibandingkan 5,89% pada Februari 2024. Sementara itu, di pedesaan, angka pengangguran tercatat 3,33%, juga mengalami penurunan dari 3,37% tahun lalu.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa hingga 20 Mei 2025, terdapat 26.455 kasus PHK. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah PHK terbanyak, yaitu 10.695 kasus, disusul Jakarta dengan 6.279 kasus, dan Riau sebanyak 3.570 kasus. Sektor-sektor yang paling terdampak meliputi industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta sektor jasa.
Baca Juga:
- Update Harga Bahan Pangan: Cabai Burung dan Bawang Putih Turun
- Festival Budaya Palembang, Chef Profesional Jadi Juri di Lomba Masak Tradisional Bingen
- PERMAMPU Rayakan Hari Lansia: Perimenopause, Menopause dan Post Menopause dengan Sehat
Namun, data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi. Mengacu pada klaim BPJS Ketenagakerjaan, Apindo mencatat sebanyak 73.992 kasus PHK terjadi antara 1 Januari hingga 10 Maret 2025.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menjelaskan bahwa perbedaan data ini disebabkan oleh perbedaan metode pengumpulan. Apindo mengandalkan data klaim jaminan sosial, sementara Kemnaker menggunakan laporan resmi dari Dinas Ketenagakerjaan daerah.
Dengan dua sumber data yang berbeda ini, situasi ketenagakerjaan Indonesia menjadi kompleks. Pemerintah mengklaim masih ada penciptaan lapangan kerja baru, sementara tren PHK terus terjadi di sejumlah sektor. Yang pasti, dinamika ini perlu terus diawasi untuk memastikan keseimbangan antara masuknya angkatan kerja baru dan tersedianya lapangan kerja yang memadai.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Debrinata Rizky pada 4 Juni 2025.