BucuKito
Apa itu Spyware Pegasus? Berikut ini Penjelasannya
JAKARTA- Dilaporkan ke polisi karena digunakan untuk memata-matai puluhan warga Israel, lantas menjadi berita utama Pegasus, spyware kini kembali ramai jadi pembahasan.
Sebagaimana dilaporkan Al Jazeera Selasa 8 Februari 2022, mereka termasuk pejabat senior pemerintah dan pengunjuk rasa yang menentang mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Laporan tersebut seperti mengingatkan skandal internasional selama berbulan-bulan menyusul laporan bahwa spyware ini digunakan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk memata-matai para aktivis, jurnalis, dan bahkan kepala negara.
Apa itu Pegasus? Apa fungsinya?
NSO Group, didirikan pada 2010 dan menggambarkan dirinya di situs webnya sebagai "teknologi yang membantu lembaga pemerintah mencegah dan menyelidiki terorisme dan kejahatan untuk menyelamatkan ribuan nyawa di seluruh dunia".
Pegasus adalah spyware yang dapat menyusup ke ponsel dan mengambil data pribadi dan lokasi, dan dapat mengontrol mikrofon serta kamera ponsel tanpa sepengetahuan atau izin pengguna.
Baca Juga:
- 15 Start Up Siap Go Public
- Asyik! Pemerintah Perpanjang Diskon PPN Rumah 50 Persen sampai September 2022
- Perluas Pangsa Pasar, Mitra UMKM Binaan Pertamina Patra Niaga Sumbagsel Ikuti Festival Sekanak Lambidaro
Beberapa informasi yang dapat diakses Pegasus termasuk foto, pencarian web, kata sandi, log panggilan, komunikasi, dan posting media sosial. Spyware dirancang untuk melewati deteksi dan menutupi aktivitasnya.
Para peneliti telah menemukan beberapa contoh alat canggih NSO Group menggunakan apa yang disebut eksploitasi “zero click” yang menginfeksi ponsel yang ditargetkan tanpa interaksi pengguna.
Ini berarti bahwa serangan spyware pada ponsel hanya membutuhkan sistem operasi yang diinstal atau aplikasi rentan tertentu.
Siapa yang menjadi sasaran?
Investigasi oleh 17 organisasi berita ke lebih dari 50.000 nomor diterbitkan oleh jurnalisme yang berbasis di Paris, Forbidden Stories dan Amnesty International. Dalam investigasi itu ditemukan bahwa lebih dari 1.000 individu di 50 negara diduga dipilih oleh klien NSO untuk pengawasan potensial sejak 2016.
Daftar itu mencakup 189 jurnalis, lebih dari 600 politisi dan pejabat pemerintah, dan beberapa kepala negara, termasuk Emmanuel Macron dari Prancis, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan.
Para jurnalis termasuk karyawan dari Al Jazeera, The Associated Press, Reuters, CNN, The Wall Street Journal, Le Monde dan The Financial Times. Setidaknya 65 eksekutif bisnis dan 85 aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia juga menjadi sasaran.
- Beli Reksa Dana di Jenius Cukup Modal Rp10.000
- Marc Marquez Tiba di Lombok, Siap Jajal Sirkuit Mandalika
- Rupiah Kembali Melemah, Dampak Kenaikan Inflasi Global dan PPKM
Laporan konsorsium media mengatakan sebagian besar klien Pegasus berada di 10 negara yakni Azerbaijan, Bahrain, Hungaria, India, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Rwanda, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Apa reaksinya?
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah publikasi laporan tersebut, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard menolak klaim NSO bahwa teknologinya digunakan untuk pekerjaan penegakan hukum.
“NSO Group tidak bisa lagi bersembunyi di balik klaim bahwa spyware-nya hanya digunakan untuk memerangi kejahatan – tampaknya Pegasus juga merupakan spyware pilihan bagi mereka yang ingin mengintai pemerintah asing,” kata Callamard.
Kelompok pengawas The Citizen Lab mengatakan proliferasi Pegasus di antara negara-negara dengan catatan pelanggaran hak asasi manusia "melukiskan gambaran suram tentang risiko hak asasi manusia"
Pada Juli 2021, kantor kejaksaan Paris membuka penyelidikan atas tuduhan bahwa dinas intelijen Maroko memata-matai beberapa jurnalis Prancis. Maroko telah membantah tuduhan itu.
November lalu 2021 lalu Departemen Perdagangan AS memasukkan NSO Group ke daftar hitam, melarangnya mengakses teknologi AS setelah mengatakan alatnya telah digunakan untuk "melakukan penindasan transnasional".
Apple kemudian menggugat perusahaan tesebut dan menyebutnya sebagai "tentara bayaran abad ke-21 yang amoral".
Baca Juga:
- Yuk Nikmati, Telkomsel Hadirkan Pilihan Voucher Andalan Untuk Internet
- 11 Kabupaten Sumsel Terapkan PPKM Level 2
- Masuk 10 Besar, Aset Kripto ini Kalahkan Bitcoin
Facebook juga menggugat NSO Group di pengadilan federal AS karena diduga menargetkan sekitar 1.400 pengguna WhatsApp.
Tuntutan hukum juga diajukan pada 2018 di Israel dan Siprus oleh jurnalis Al Jazeera, serta jurnalis dan aktivis Qatar, Meksiko, dan Saudi lainnya yang mengatakan spyware perusahaan digunakan untuk meretas perangkat mereka.
Apa yang dikatakan NSO?
NSO telah membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak mengidentifikasi kliennya. Ia menyatakan bahwa produknya dimaksudkan untuk digunakan melawan penjahat dan "teroris", dan bahwa ia menjual produknya hanya kepada badan-badan keamanan negara atas persetujuan kementerian pertahanan Israel.
Perusahaan tersebut menggambarkan laporan oleh organisasi media sebagai "penuh dengan asumsi yang salah dan teori yang tidak mendukung".
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 09 Feb 2022