Begini Syarat Kontraktor untuk Pindah ke Skema Gross Split Baru

Ilustrasi industri migas (Dok/Ist)

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan penyesuaian terkait aturan investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) melalui penawaran skema gross split baru yang digadang-gadang lebih fleksibel.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024. Inti perbaikan skema bagi hasil gross split adalah memberikan kepastian bagi hasil sekitar 75-95 persen bagi kontraktor, membuat Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional (MNK) lebih menarik, menyederhanakan parameter, dan memberikan pilihan yang lebih fleksibel (agile) kepada kontraktor.

Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto mengungkapkan. implementasi kebijakan tersebut, sambung Ariana, berlaku bagi yang kontrak yang ditandatangani pasca Peraturan Menteri Nomor 13 tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Sedangkan untuk kontraktor migas eksisting yang kontraknya ditandatangani sebelum Peraturan Menteri tersebut terbit dapat beralih ke kontrak gross split baru dengan beberapa catatan.

Baca juga:

Syarat pertama, kontrak skema gross split lama untuk MNK, termasuk gas metana batu bara dan shale oil/gas dapat beralih ke skema gross split baru.

"Ini seperti proyek MNK Gas Metana Batu bara di Tanjung Enim. Itu akan segera beralih ke gross split baru agar bisa jalan karena keekonomiannya membaik," jelas Ariana dalam keterangan resmi dilansir pada Senin, 7 Oktober 2024.

Kedua, kontrak skema cost recovery dapat beralih ke skema gross split baru, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari Pemerintah. 

"Adapun untuk kontrak skema gross split lama atau eksisting yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema gross split baru, namun dapat berubah ke kontrak skema cost recovery," ungkap Ariana.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat lima kontraktor atau blok yang menyatakan minat untuk menggunakan skema gross split baru, sesuai Peraturan dan Keputusan Menteri ESDM tersebut.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang ditandatangani sejak 12 Agustus 2026. Peraturan Menteri ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang telah beberapa kali disesuaikan.

Selain itu, telah ditetapkan juga Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Apa Itu Gross Split?

Gross split merupakan suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di mana perhitungan terjadi antara pemerintah dan kontraktor migas diperhitungkan di muka.

Adapun skema ini diatur melalui Kementerian ESDM lewat Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil Gross Split. Permen ini menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil yang memuat persyaratan antara lain: kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor; serta pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas. 

Permen tersebut menjawab kekhawatiran hilangnya peran SKK Migas setelah diterapkannya kontrak bagi hasil gross split.  SKK Migas masih akan mengawasi pengajuan Plan of Development (POD), peningkatan lifting migas, keselamatan kerja migas, termasuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) serta pengawasan terhadap tenaga kerja dan aset-aset. 

Dengan semakin fokusnya tugas dan fungsi SKK migas, maka business process bagi para kontraktor (KKKS) pun akan lebih cepat. Disamping itu, Permen tentang gross split tersebut juga sudah mengantisipasi rendahnya harga minyak, sehingga rendahnya harga minyak bukan menjadi kendala untuk bereksplorasi.

Kelebihan Gross Split

Melalui skema gross split, negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Sehingga penerimaan negara menjadi lebih pasti. 

Negara pun tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil masih di tangan negara. Oleh karenanya, penerapan skema ini diyakini akan lebih baik dari skema bagi hasil sebelumnya.

Lalu, bagaimana perhitungan skema gross split? Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada presentase base split.

Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian negara sebesar 52% dan bagian kontraktor sebesar 48%.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 07 Oct 2024 

Bagikan

Related Stories