Bisnis Thrifting yang Cuan kini Terancam karena Dinilai Mengancam Industri Tekstil Lokal

Bisnis Thrifting yang Cuan kini Terancam karena Dinilai Mengancam Industri Tekstil Lokal (WongKito.co/Nila Ertina)

PALEMBANG, WongKito.co - Barang bekas impor, terutama pakaian, tas dan sepatu atau kini biasa disebut thrifting menjadi tren kekinian yang sampai ke pelosok Sumatera Selatan.

Contohnya masyarakat di Kota Pagar Alam hingga ke desa-desa di Kabupaten Lahat pun sudah terpapar thrifting yang biasa juga disebut "beje" alias buruk-an Jambi.

Penjual-penjual thrifting banyak yang menawarkan pakaian bekas maupun sepatu hingga ke desa-desa.

Ada juga penduduk desa tertentu yang sengaja mengambil dari agen thrifting di Kota Pagar Alam kemudian dijualke kampungnya  yang berjarak sekitar 1,5 jam dari pusat kota.

"Banyak yang mau kalau beje, karena barangnya bagus dan harganya murah," kata seorang penjual thrifting belum lama ini.

Baca Juga:

Ia mengaku selisih harga yang didapatkan pun tidak terlalu besar berkisar RP 10 ribu per lembar, tapi pakaian yang dijual jumlahnya lumayan banyak.

Hampir setiap pekan ia mengakui sengaja membawa barang-barang thrifting ke desa karena peminatnya banyak.

Sementara seorang penjual barang thrifting lainnya, Lisa mengatakan kalau dia biasanya membeli pakaian bekas paling tidak dua minggu sekali.

"Kami membeli dari agen di Palembang, dijualnya bal-balan," kata dia.

Dia menjelaskan satu bal barang thrifting tersebut dibanderol mulai dari Rp 7 juta sampai belasan juta rupiah.

Secara khusus biasanya memesan pakaian bekas impor anak-anak dan jaket untuk dewasa.

Diakuinya kalau pemerintah melarang penjualan barang  thrifting tentunya akan berdampak langsung pada bisnis yang telah dijalaninya sejak beberapa tahun belakang.

Apalagi, pelanggan sudah banyak dan setiap kali ada barang baru pasti berbondong-bondong ke rumah sebelum di bawa ke toko, tambah dia.

Harga yang dijual pakaian anak-anak rata-rata Rp 20 ribu per lembar dan khusus jaket dewasa Rp 60 ribu.

Pasar Cinde Surga Thrifting

Keputusan pemerintah melarang impor barang bekas, tampaknya belum langsung berpengaruh pada penjualan barang thrifting di kawasan Pasar Cinde yang merupakan surga bagi pencari "beje".

Setiap hari minggu, ribuan orang akan memadati sepanjang jalan di kawasan Pasar Cinde, yang sebenarnya sudah sejak lama dikenal sebagai lokasi penjualan beragam barang bekas tak hanya pakaian impor tetapi juga peralatan rumah tangga bahkan ranjang atau lemari.

Namun, bagi pemburu barang thrifting ke Pasar Cinde setiap hari Minggu tentunya jadi pilihan karena lokasinya berada di pusat kota.

Barang thrifting di pasar tersebut juga tergolong harganya paling murah dibandingkan di lokasi lain, seperti di Perumnas dan Pasar 16 Ilir.

Pada Minggu pagi (19/3/2023), sekitar pukul 10.00 WIB sejumlah pedagang barang thrifting masih tampak menjual beragam pakaian, seperti jaket, celana, baju anak-anak di pasar tersebut.

Sejumlah pembeli pun terlihat memilih pakaian yang akan dibelinya.

"Karena sudah siang, kami diskon selembar Rp 5 ribu," suara seorang pedagang mengajak pembeli datang.

Kemeja-kemeja yang masih menumpuk dan celana berbahan jeans juga tampak dipilih-pilih pembeli.

Umumnya, harga pakaian, seperti kemeja dan celana dijual Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu per lembar.

Pembeli biasanya ramai sejak pukul 07.00 WIB memadati pasar barang bekas tersebut.

Tren thrifting ternyata tak hanya sebatas dijual di pasar-pasar tradisional, tetapi sejak tahun lalu sudah masuk mal.

Beragam event digelar untuk mewadahi pebisnis barang thrifting termasuk yang disponsori salah satu perusahaan ekspedisi beberapa waktu lalu di Palembang.

Terbaru kios-kios barang thrifting pun mudah dijumpai di pusat perbelanjaan modern atau mal. Harga pakaian yang dijualnya pun cukup kompetitif 3 lembar kemeja dijual Rp 100 ribu.

Barang thrifting sendiri meskipun produk impor, tetapi bukan satu dua lembar yang produk asli Indonesia.

"Saya sering mendapatkan pakaian bermerek tetapi made in Indonesia," kata Nur penyuka thrifting.

Larangan Presiden

Akhir-akhir ini pemerintah sedang  gencar-gencarnya mewajibkan belanja produk lokal, terutama pada lembaga negara.

Penggunaan produk lokal tersebut disebutkan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kondisi ekonomi Indonesia agar tidak tergerus dalam jurang  krisis.

Presiden Joko Widodo dengan tegas melarang bisnis pakaian bekas impor.

Jokowi menganggap ramainya penjualan barang thrifting tersebut telah menganggu industri tekstil dalam negeri.

"Terjadi penurunan ekspor produk tekstil akibat impor barang bekas," kata dia mengutip laman tempo.co, Rabu (18/3/2023).

Menindaklanjuti larangan bisnis barang thrifting tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memusnahkan sebanyak 730 bal pakaian, sepatu, dan tas bekas.

Baca Juga:

Pemusnahan dengan cara dibakar tersebut dilakukan Menteri Zulkifli bersama Wakil Gubernur Riau, Edy Nasution dan Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang, di Pekanbaru, Riau, Jumat (18/3/2023).

Mengutip laman resmi kemendag, Zulkifli Hasan mengatakan pemusnahan ini merupakan salah satu bentuk komitmen Kementerian Perdagangan dalam proses pengawasan dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran di bidang perdagangan dan perlindungan konsumen.

"Ratusan bal barang bekas tersebut nilainya mencapai Rp 10 miliar," kata dia usai melakukan pemusnahan.

Ia menambahkan, pemusnahan ini juga merupakan langkah nyata Kemendag dalam menindaklanjuti arahan Presiden yang mengecam impor pakaian bekas karena telah mengganggu industri dalam negeri.

Pakaian, sepatu, dan tas bekas merupakan barang yang dilarang impornya berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Kemendag berharap, masyarakat Indonesia bangga menggunakan produk dalam negeri dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk memperkuat industri dalam negeri, ujar dia.(Nila Ertina)

 


Related Stories